Jumat, 13 Agustus 2010

SYEIKH ABDUSSALAM BIN MASYISY ( 559 H - 622 H )


Keturunan dan Kelahirannya.

Nama beliau syeikh Ibnu Masyisy Abdussalam bin Masyisy bin Malik bin Ali bin Harmalah bin Salam bin Mizwar bin Haidarah bin Muhammad bin Idris al-Akbar bin Abdullah al-Kamil bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sabth bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra putri Rasulullah saw. Syeikh Ibnu Masyisy lahir pada tahun 559 H bertepatan dengan 1198 M.

Kehidupan Intelektual Ibnu Masyisy.

Ibnu Masyisy belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an di Kuttab (tempat yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an) dan dia telah hafal al-Qur’an sejak berumur kurang dari 12 tahun kemudian pergi menuntut ilmu. Ibnu Masyisy bekerja di lahan pertanian seperti penduduk kampung lainnya dan tidak bergantung kepada orang lain dalam mengatur urusan kehidupannya. Dia menikahi anak perempuan pamannya (pamannya bernama Yunus), dari pernikahannya ini dikarunia empat orang anak laki-laki: Muhammad, Ahmad, Ali, Abdusshamad dan satu orang anak perempuan: Fatimah.
Syeikh Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga memiliki kezuhudan yang tinggi, Allah swt menyatukan dalam dirinya dua kemulian, dunia dan Agama, serta menjaga keutamaan keyakinan yang haqiqi. Dan Ibnu Masyisy mendapatkan keberhasilan atas kesungguhan kemauan dan cita-citanya, seorang yang tidak pernah menyimpang dari jalan syari’at sehelai rambut pun, berpegang teguh pada Agama dan menyampaikan keutamaan-keutamaannya.

Guru-gurunya

Syeikh Ibnu Masyisy memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu serta menjaga awrad (baca’an-bacaan zikir dan do’a) sehingga dia sampai kepada jalan menuju makrifah kepada Allah swt, maka Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga mendapatkan puncak kezuhudan. Di antara guru-gurunya dalam bidang ilmu pengetahuan adalah Syeikh Ahmad yang di juluki (aqtharaan), dimakamkan di daerah Abraj dekat pintu Tazah. Di antara para gurunya dalam bidang tasawwuf (at-tarbiyah wa as-suluuk) Syeikh Abdurrahman bin Hasan al-’Aththar yang terkenal dengan az-Ziyyaat, dari beliau Ibnu Masyisy belajar tentang ilmu mua’amalah dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai dengan akhlak Rasulullah saw, sehingga dari ilmu tersebut Ibnu Masyisy mendapatkan yang lebih banyak.

Peninggalan-peninggalan Syeikh Abdussalam bin Masyisy.

Barangkali, penyebab tidak terlalu banyak warisan peningalan Abdussalam bin Masyisy, meskipun kedududakannya tinggi yang nampak pada muridnya Abu al-Hasan as-Syaziliy, adalah sangat ketertutupan beliau dan tidak ingin di kenal oleh manusia, di antara do’anya “Ya Allah aku mohon kepada-Mu agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali bagiku selain kepada-Mu“. Allah swt mengabulkan permohonan Syeikh Ibnu Masyisy tersebut dan karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang mengenal beliau kecuali Syeikh Abu al-Hasan as-Syaziliy yang sebuah thariqah dinisbahkan kepadanya. Adapun beberapa peninggalan ilmiyah Syeikh Ibnu Masyisy yang sampai kepada kita melalui muridnya Syeikh Abu al-Hasan as-Syaziliy adalah sekumpulan nasehat yang mengagumkan dengan ungkapan yang bersih, jernih selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, di antaranya adalah:

“Syeikh Abu al-Hasan as-Syaziliy berkata: “Guruku mewasiatkan kepadaku dan dia berkata: ” Jangan kamu langkahkan kedua kakimu kecuali kamu hanya mengharap balasan dari Allah swt, janganlah kamu duduk kecuali kamu merasa aman dari maksiat kepada Allah swt dan jangan kamu berteman kecuali dia dapat menolongmu untuk ta’at kepada Allah swt“.

Dan Ibnu Masyisy berkata secara langsung kepada Abu al-Hasan as-Syaziliy: Senantiasalah kamu suci dari rasa ragu dan dari kotoran dunia, ketika kamu dalam keadaan kotor maka bersucilah, ketika kamu mulai cenderung kepada syahwat dunia maka perbaikilah dengan bertaubat, jangan sampai kamu dirusak dan ditipu hawa nafsu, maka dari itu senantiasalah kamu merasa dekat kepada Allah dengan penuh ketundukan dan ketulusan hati.

Salah satu teks penting yang sampai kepada kita dari Syeikh Abdussalam bin Masyisy adalah teks shalawat Masyisyiah, yaitu sebuah teks shalawat yang unik jika kata-katanya itu berbaur atau di ucapkan oleh ruh maka akan membuat pemilik ruh tersebut terasa melayang di udara dari keluhuran dan keindahan alam malakut. Dan teks tersebut merupakan titik perhatian para penyarah.

Wafatnya

Barangkali sebab Ibnu Masyisy keluar dari khalwahnya menentang Ibnu Abi ath-Thawaajin al-Kattamiy yang mengaku nabi, beliau telah mempengaruhi sebagian orang pada masa nya, dan melakukan perlawanan atas dia dan para pengikutnya dengan logika dan dalil-dalil syar’i baik ucapan dan perbuatan dengan serangan atau perlawanan yang keras, mereka memotivasi untuk melakukan tipu daya dan persekutuan untuk membunuhnya, maka ia mengutus sebuah kelompok kepada Syeikh itu untuk menjebak beliau sehingga beliau turun dari kholwahnya untuk berwudhu dan shalat subuh dan disanalah mereka membunuhnya pada tahun 622 H, semoga Allah merahmati dengan rahmat yang luas, dan mengumpulkan kami bersama dengan beliau ditempat yang di senangi disisi tuhan yang berkuasa. Washallallahu ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi wasahbihi wa sallam taslimaa.

SYEIKH AHMAD AL RIFA'I ( 500H - 578H )


Sayyidi Ahmad Al Rifa’i dilahirkan pada tahun 500 Hijriah. Pertama kali beliau belajar Ilmu Fiqih Mazhab Syafi’i dengan mempelajari Kitab Al-Tanbih, akan tetapi beliau lebih cenderung kepada ilmu tasawuf. Beliau terkenal sebagi rujukan pimpinan ilmu thoriqoh, karena memiliki ilmu haqiqat yang tinggi dan sebagai wali qutub yang agung dan masyhur di zaman sesudah syeikh Abdul Qodir al Jailany ra. Beliau sangat terkenal dan memiliki pengikut yang banyak. Para pengikutnya terkenal dengan sebutan “Al-Thoifah Al-Rifa’iyah”.

Dalam kitab Tobaqot diterangkan, pada saat mengajar syeikh Ahmad Rifa’i tidak mau sambil berdiri. Orang-orang yang tinggalnya jauh bisa mendengar apa yang disampaikan beliau sama seperti orang yang dekat dengan tempat pengajian. Sehingga penduduk disekitar desa Ummi Abidah banyak yang keluar dari rumahnya untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh syeikh Ahmad Rifa’i ini. Bahkan orang yang tadinya tuli jika mau hadir mengaji oleh Allah, dibukakan pendengarannya sehingga bisa mendengar apa yang disabdakan oleh syeikh Ahmad Rifa’i. Para guru thoriqoh banyak yang hadir untuk mendengarkan sabda-sabda dari Syeikh Ahmad Al Rifa’i dengan menggelar sajadah sebagai tempat duduk. Setelah syeikh Ahmad selesai memberi pelajaran, mereka pulang sambil menempelkan sajadah kedadanya masing-masing, sehingga sesampai di rumah mereka bisa menjelaskan kepada para muridnya.


Banyak hal aneh yang sering terjadi pada diri murid Syeikh Ahmad Rifa’i seperti, mereka dapat masuk ke dalam api yang sedang menyala. Mereka juga dapat menjinakkan binatang buas, seperti harimau di mana hewan ini akan menuruti apa yang mereka katakan. Sehingga harimau ini dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Banyak lagi keajaiban-keajaiban lain yang ada pada mereka.

Ketika pertama kali Sayyidi Ahmad bertemu dengan seorang Wali bernama Syeikh Abdul Malik Al-Khonubi. Syeikh ini memberinya pelajaran berupa sindiran tetapi sangat berkesan buat Syeikh Ahmad Al Rifa’i. Sindiran itu berbunyi ; Orang yang berpaling dia tiada sampai. Orang yang ragu-ragu tidak dapat kemenangan. Barangsiapa tidak mengetahui waktunya kurang, maka semua waktunya telah kurang. Setahun lamanya Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i mengulang-ulang perkataan ini.

Setelah setahun dia datang kembali menemui Syeikh Abdul Malik Al-Khonubi. Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i minta wasiat lagi, maka berkata Syeikh Abdul Malik; Sangatlah keji kejahilan bagi orang-orang yang mempunyai Akal; Sangatlah keji penyakit pada sisi semua doktor; Sangatlah keji sekalian kekasih yang meninggalkan Wusul (sampai kepada Allah). Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i mengulang-ulang pula perkatan itu selama setahun dan beliau banyak mendapat manfaat dari perkataan itu karena perkataan itu diresapi, dihayati dan diamalkan.

Salah satu dari sekian budi pekerti Syeikh Ahmad Al Rifa’i yang mulia ialah beliau seringkali membawa serta membersihkan pakaian orang-orang yang berpenyakit kusta dan beberapa penyakit yang sangat menjijikkan menurut pandangan umum. Dipeliharanya orang-orang yang sedang sakit itu; diantarkan makanan untuk mereka dan beliau juga turut makan bersama-sama dengan orang-orang sakit itu tanpa ada rasa jijik.

Kalau Syeikh Ahmad Al Rifa’i datang dari perjalanan, apabila telah dekat dengan kampung halamannya maka dipungutnya kayu bakar, setelah itu dibagi-bagikan kepada orang-orang sakit, orang buta, orang-orang jompo atau orang tua yang membutuhkan pertolongan. Syeikh Ahmad berkata : “Mendatangi orang-orang yang semacam itu bagi kita wajib bukan hanya sunah. Bahkan Nabi bersabda : “Barang siapa yang memuliakan orang tua yang Islam, maka Allah akan meluluhkan orang untuk memuliakannya apabila ia sudah tua”.

Beliau setiap dijalan selalu menanti datangnya orang buta, kalau ada orang buta datang lalu dipegang dan dituntun sampai tujuan. Beliau mempunyai kasih sayang bukan hanya kepada manusia saja, tetapi juga kepada binatang, sehingga kalau bertemu dengan siapa saja selalu mendahului memberi salam, bahkan juga kepada hewan. Diriwayatkan bahwa ada seekor anjing yang menderita sakit kusta. Kemana saja anjing itu pergi, ia akan diusir. Anjing tersebut diambil oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i lalu dimandikan dengan air panas, diberikan obat dan makan secukupnya, sampai anjing tersebut sembuh dari penyakit yang dideritanya. Kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang diperbuatnya beliau berkata : “Aku selalu membiasakan pekerjaan yang baik. Syeikh Ahmad ini kalau dihinggapi nyamuk beliau membiarkannya dan tidak boleh ada orang lain yang mengusirnya. Beliau berkata, “Biarkanlah dia meminum darah yang dibagikan Allah kepadanya. Pada suatu hari ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya. Waktu sholat telah masuk, lalu digunting lengan bajunya itu karena tidak sampai hati mengejutkan kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai sholat lengan bajunya diambil dan dijait lagi.

Budi pekerti mulia yang lain ialah beliau tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Apabila beliau dimaki oleh orang, beliau terus menundukkan kepalanya mencium bumi dan menangis serta meminta maaf kepada yang memakinya. Beliau pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrohim al Basity yang isi suratnya merendahkan martabat beliau, lalu beliau berkata kepada orang yang menyampaikan surat itu : “Coba bacalah surat itu, dan ternyata isinya adalah : “Hai orang yang buta sebelah, hai dajjal, hai orang yang bikin bid’ah dan berbagai macam perkataan yang menyakitkan hati. Setelah selesai membaca surat kemudian surat itu diterima oleh syeikh Ahmad, dibaca kemudian berkata : “Ini semua betul, smoga Allah membalas kebaikan kepadanya. Beliau terus berkata dengan syiir, “Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan aku yang penting menurut Allah, aku bukanlah orang yang meragukan. Kemudian syeikh berkata : “Tulislah sekarang jawaban balasanku yang berbunyi “Dari orang rendahan kepada tuanku syeikh Ibrohim. Mengenai tulisanmu seperti yang tertera dalam surat, memang Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya dan aku mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku dengan mendo’akan dan memaafkanku. Setelah surat balasan ini sampai pada syeikh Ibrohim dan dibaca isinya, kemudian syeikh Ibrohim pergi entah kemana tidak ada orang yang tahu.

Jika ada orang minta dituliskan azimat kepadanya, maka Syeikh Ahmad mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata ; “Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Qutub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu daripada Qutubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghauts!”. Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghautsiyah”. Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i telah melampaui “Maqaamat” dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).

Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk. Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, “Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana yaa kanjeng syeikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum. Beliau menjawab, “Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578 Hijrah.

Kamis, 12 Agustus 2010

SYEIKH AHMAD AL BADAWI ( 596 - 675 H )

Sang Manusia Langit

Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah melahirkan sang manusia langit yang namanya semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib,suami sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi Muhammad SAW.

Keluarga Badawi sendiri bukan penduduk asli Fas (sekarang termasuk kota di Maroko). Mereka berasal dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam sampai akhirnya tinggal di Negara Arab paling barat ini. Di sinilah Badawi kecil menghafal al-Qur'an mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya fikih madzhab syafi'i. Pada tahun 609H ayahnya membawanya pergi ke tanah Haram bersama saudara-saudaranya untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka tinggal di Makkah selama beberapa tahun sampai ajal menjemput sang ayah pada tahun 627 H dan dimakamkan di Ma'la.

Badawi masuk Mesir

Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini suatu ketika ber-khalwat selama empa puluh hari tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan untuk meihat langit. Kedua matanya bersinar bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar suara tanpa rupa. "Berdirilah !" begitu suara itu terus menggema, Carilah tempat terbitnya matahari. Dan ketika kamu sudah menemukannya, carilah tempat terbenamnya matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha, suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah, Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda".

Suara tanpa rupa itu seakan membimbingnya ke Iraq. Di sana ia bertemu dengan dua orang yang terkenal yaitu Syekh Abdul Kadir al-Jailani dan ar-Rifa'i. "Wahai Ahmad " begitu kedua orang itu berkata kepada Ahmad al-Badawi seperti mengeluarkan titah. " Kunci-kunci rahasia wilayah Iraq, Hindia, Yaman, as-Syarq dan al-Gharb ada di genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu suka". Tanpa disangka-sangka al-Badawi menjawab, "Saya tidak akan mengambil kunci tersebut kecuali dari Dzat Yang Maha Membuka.

Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para nabi dan ahli bait. Badawi masuk Mesir pada tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir menyuratkan lain, ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.

Badawi yang alim

Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia ia pernah dikenal sebagai orang yang pemarah, karena begitu banyaknya orang yang menyakit. Tapi rupanya keberuntungan dan kebijakan berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah suatu penyelesaian terhadap masalah bahkan menimbulkan masalah baru yang bukan hanya membawa madarat pada orang lain, tapi diri sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih bisa banyak mendengar. Dengan menyendiri orang semakin tahu betapa rendah, hina dan perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang Maha Asih. Dengan merenung orang akan banyak memperoleh nilai-nilai kebenaran. Dan melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam zikir dan belaian Allah SWT.

Laksana laut, diam tenang tapi dalam dan penuh bongkahan mutiara, itulah al-badawi. Matbuli dalam hal ini memberi kesaksian, "Rasulullah SAW bersabda kepadaku, " Setelah Muhammad bin Idris as-Syafiiy tidak ada wali di Mesir yang fatwanya lebih berpengaruh daripada Ahmad Badawi, Nafisah, Syarafuddin al-Kurdi kemudian al-Manufi.Suatu ketika Ibnu Daqiq al-'Id mengutus Abdul Aziz al- Darini untuk menguji Ahmad Badawi dalam berbagai permasalahan. Dengan tenang dia menjawab, "Jawaban pertanyaan-pertanyaan itu terdapat dalam kitab “Syajaratul Ma'arif” karya Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam.

Karomah Ahmad Badawi

Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran tingkat kewalian seseorang, tidak ada salahnya disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi sebagai petunjuk betapa agungnya wali yang satu ini.

Al-kisah ada seorang Syaikh yang hendak bepergian. Sebelum bepergian dia meminta pendapat pada Syaikh al-Badawi yang sudah berbaring tenang di alam barzakh. "Pergilah, dan tawakkallah kepada Allah SWT" tiba-tiba terdengar suara dari dalam makam Syekh Badawi. Syaikh Sya'roni berkomentar, "Saya mendengar perkataan tadi dengan telinga saya sendiri".

Tersebut Syaikh Badawi suatu hari berkata kepada seorang laki-laki yang memohon petunjuk dalam berdagang. "Simpanlah gandum untuk tahun ini. Karena harga gandum nanti akan melambung tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah pada fakir miskin”. Demikian nasehat Syekh Badawi yang benar-benar dilaksanakan oleh laki-laki itu. Setahun kemudian dengan izin Allah kejadiannya terbukti benar.

Syekh Badawi wafat

Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan tokoh besar yang barangkali tidak tergantikan dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi, pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini beralih alam menuju tempat yang dekat dan penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh Abdul 'Al sampai dia meninggal pada tahun 773 H.

Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini, umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran, petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai sekarang.

Menurut Sumber yang lain.

Setiap hari, dari pagi hingga sore, ia menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah tinggal di loteng negara Thondata selama 12 tahun,
dan selama 8 tahun ia berada diatas atap, riadhoh siang dan malam. Ia hidup pada tahun 596-675 H dan wafat di Mesir, makamnya di kota Tonto, setiap waktu tak pernah sepi dari peziarah.

Pada usia dini ia telah hafal Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifai. Ia adalah Waliullah Qutbol Gaust, Assayyid, Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu hari, ketika sang Murid telah sampai ketingkatannya, Sjech Abdul Qodir Jaelani, menawarkan kepadanya ; ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masriq atau Magrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Sayyid Ahmad Rifai, dengan lembut, dan menjaga tata krama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil kunci kecuali dari Al Fattah (Allah )”.

Suatu hari datang kepadanya, seorang janda mohon pertolongan, anak lelakinya ditahan di Perancis, dan sang ibu ingin agar anak itu kembali dalam keadaan selamat. Oleh Sayyidi Ahmad Al Badawi, janda itu disuruhnya untuk pulang, dan berkata sayidi : “Insya Allah anak ibu sudah berada dirumah”. Bergegas sang ibu menuju rumahnya, dan betapa bahagia, bercampur haru, dan penuh keheranan, ia dapati anaknya telah berada di rumah dalam keadaan terbelenggu. Sayyidi al badawi banyak menolong orang yang ditahan secara Dholim oleh penguasa Prancis saat itu, dan semua pulang ke rumahnya dalam keadaan tangannya tetap terbelenggu.

Pernah suatu ketika Syaikh Ibnul labban mengumpat Sayyidi Ahmad Badawi, seketika itu juga hafalan Al-Qur’an dan iman Syaikh Ibnul labban menjadi hilang. Ia bingung dan berusaha dengan beristighosah dan meminta bantuan do’a, orang orang terkemuka di zaman itu (agar ilmu dan imannya kembali lagi), tetapi tidak satupun dari yang dimintainya doa, berani mencampuri urusannya, karena terkait dengan Sayyidi Ahmad Badawi. Padahal diriwayatkan, saat itu Sayyidi Al Badawi telah wafat. Orang terkemuka yang dimintainya doa, hanya berani memberi saran kepada Syaikh Ibnul labban, agar dia menghadap Syeikh Yaqut al-‘Arsyiy, waliullah terkemuka pada saat itu, dan kholifah sayyidi abil hasan Assadzili. Ibnu labban segera menemui Sjech Yaqut dan minta pertolongannya, dalam urusannya dengan sayyidi Ahmad Al badawi. Setelah dimintai pertolongan oleh Syaikh Ibnul labban, Syeikh Yaqut Arsyiy berangkat menuju ke makam Sayyidi al-Badawi dan berkata : “ Wahai guru, hendaklah tuan memberi ma’af kepada orang ini!”. Dari dalam makamnya, terdengar jawaban “Apakah kamu berkehendak untuk mengembalikan tandanya orang miskin itu ?
ya…sudah, tapi dengan syarat ia mau bertaubat”. Syeikh Ibbnul Labbanpun akhirnya bertaubat, dan tidak lama kemudian kembalilah ilmu dan imannya seperti sedia kala dan ia juga mengakui kewalian Syeikh Yaqut, karena peristiwa tersebut. Ia kemudian dinikahkan dengan putrinya Syeikh Yaqut. (Di ambil dari kitab al-Jaami’).

Syeikh Muhammad asy-Syanawi menceritakan, bahwa pada waktu itu ada orang yang tidak mau menghadiri dan bahkan mengingkari peringatan maulidnya Syeikh Ahmad Badawi, maka seketika hilanglah iman orang itu dan menjadi merasa tidak senang terhadap agama Islam. Orang itu kemudian berziarah ke makamnya Sayyid Badawi untuk minta tolong dan memohon maaf atas kesalahannya. Kemudian terdengarlah suara sayyidi Badawi dari dalam kubur : “iya, saya ma’afkan, tapi jangan berbuat lagi. Na’am (iya) jawab orang itu, spontan imannya kembali lagi. Beliau lalu meneruskan ucapannya : “Apa sebabnya kamu mengingkari kami semua”. Dijawabnya : “Karena di dalam acara itu banyak orang laki-laki dan perempuan bercampur baur
menjadi satu” (tanpa ada garis pembatas). Sayyidi Badawi lalu mengatakan : “Di tempat thowaf sana, dimana banyak orang yang menunaikan ibadah haji disekitar Ka’bah, mereka juga bercampur laki-laki dan perempuan, kenapa tidak ada yang melarang”. Demi mulianya Tuhanku, orang-orang yang ada untuk menghadiri acara maulidku ini tidaklah ada yang menjalankan dosa kecuali pasti mau bertaubat dan akan bagus taubatnya. Hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut, semua itu dapat aku pelihara dan kulindungi diantara satu dengan lainnya sehingga menjadi aman dengan idzin Allah. Lalu, apakah kiranya Allah Ta’ala, tidak akan memberi aku kekuatan untuk mampu menjaga dan memelihara keamanannya orang-orang yang menghadiri acara maulidku itu ?”

Suatu ketika Syeikh Ibnu Daqiqil berkumpul dengan Sayyidi Badawi, dan ia bertanya kepada beliau : “Mengapa engkau tidak pernah sholat, yang demikian itu bukanlah perjalanannya para shalihin“. Lalu beliau menjawab : “Diam kamu! Kalau tidak mau diam aku hamburkan daqiqmu (tepung)”. Dan di tendanglah Syeikh Daqiqil oleh beliau hingga berada disuatu pulau yang luas dalam kondisi tidak sadarkan diri. Setelah sadar, iapun termangu karena merasa asing dengan pulau tersebut. Dalam kebingungannya, datanglah seorang lelaki menghampirinya dan memberi nasehat agar jangan mengganggu orang type al-Badawi, dan sekarang kamu berjalanlah menuju qubah yang terlihat itu, nanti jika sudah tiba di sana kau berhentilah di depan pintu hingga menunggu waktu ‘ashar dan ikutlah shalat berjamaah dibelakangnya imam tersebut, sebab nanti Ahmad Badawi akan ikut di dalamnya. Setelah bertemu dia ucapkanlah salam, peganglah lengan bajunya dan mohonlah ampun atas ucapanmu tadi. Ia menuruti kata-kata orang itu yang tidak lain adalah Nabiyullah Khidir a.s. Setelah semua nasehatnya dilaksanakan, betapa terkejutnya ia karena yang menjadi imam sholat waktu itu adalah Sayyidi Badawi.

Setelah selesai sholat ia langsung menghampiri dan menciumi tangan dan menarik lengan Sayyidi al-Badawi, sambil berkata seperti yang diamanatkan orang tadi. Dan berkatalah Sayyidi Badawi sambil menendang Syeikh Daqiqil,” Pergilah sana murid-muridmu sudah menantimu dan jangan kau ulangi lagi!. Seketika itu juga ia sudah sampai di rumahnya dan murid - muridnya telah menunggu kedatangan Syeikh Daqiqil. Dijelaskan bahwa yang menjadi makmum sholat berjamaah dengan Sayyidi Badawi pada kejadian itu adalah para wali.

Syekh Imam al Munawi berkata : “Ada seorang Syeikh yang setiap akan bepergian selalu berziarah di makamnya Syeikh Ahmad al Badawi untuk minta ijin, lalu terdengar suara dari dalam kubur dengan jelas :”Ya pergilah dengan tawakkal, Insya Allah niatmu berhasil, kejadian tersebut didengar juga oleh Syeikh Abdul Wahab Assya’roni, padahal saat itu Syeikh Ahmad al Badawi sudah meninggal 200 tahun silam, jadi para aulia’ itu walaupun sudah meninggal ratusan tahun, namun masih bisa memberi petunjuk.

Berkata Syeikh Muhammad al-Adawi : Setengah dari keindahan keramat beliau ialah, pada saat banyaknya orang yang ingin berusaha membatalkan peringatan maulidnya beliau, dimana orang - orang tersebut menghadap dan meminta kepada Syeikh Imam Yahya al-Munawiy agar beliau mau menyetujuinya. Sebagai orang yang berpengaruh dan berpendirian kuat pada masa itu, Syeikh Yahya tidak menyetujuinya, akhirnya orang-orang tersebut melapor kepada sang raja azh-Zhohir Jaqmaq. Sang rajapun berusaha membujuk agar Syeikh Yahya bersedia memberi fatwa untuk membatalkan maulidnya Sayyidi Badawi. Akan tetapi Syeikh Yahya tetap tidak mau dan hanya bersedia memberikan fatwa melarang keharaman-haraman yang terjadi di acara itu. Maka acara maulid tetap dilaksanakan seperti biasa. Dan Syeikh Yahya bekata kepada sang raja: “Aku tetap tak berani sama sekali berfatwa yang demikian, karena Sayyidi Badawi adalah wali yang agung dan seorang fanatik (malati = bahasa jawanya). Hai raja, tunggu saja, kamu akan tahu akibat bahayanya orang-orang yang berusaha menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi. Memang benar, tak lama kemudian mereka yang bertujuan menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi tertimpa bencana. Orang-orang tersebut ada yang dicopot jabatannya dan diasingkan oleh rajanya. Ada yang melarikan diri ke Dimyath akan tetapi kemudian ditarik kembali dan diberi pengajaran, dirantai dan dipenjara selama setengah bulan. Bahkan diantara mereka yang mempunyai jabatan tinggi dikerajaan itu lalu banyak yang ditangkap, disidang dengan kelihatan terhina, disiksa dan diborgol besi di depan majlis hakim syara’ lalu dihadapkan raja yang kemudian dibuang di negara Maghrib.

Sayyidi Ahmad Badawi pernah berkata kepada seseorang : “Bahwa pada tahun ini hendaknya kamu menyimpan gandum yang banyak yang tujuanmu nanti akan kau berikan kepada para fakir miskin, sebab nanti akan terjadi musim paceklik pangan. Kemudian orang tadi menjalankan apa yang diperintahkan beliau, dan akhirnya memang terbukti kebenaran ucapan Sayyidi Badawi.

Berkata al-Imam Sya’roni : “Pada tahun 948 H aku ketinggalan tidak dapat menghadiri acara maulidnya Sayyidi Badawi. Lalu ada salah satu aulia’ memberi tahu kepadaku bahwa Sayyidi Badawi pada waktu peringatan itu memperlihatkan diri di makamnya dan bertanya : “Mana Abdul Wahhab Sya’roni, kenapa tidak datang ?” Pada suatu tahun, al-Imam Sya’roni juga pernah berkeinginan tidak akan mendatangi maulid beliau. Lalu aku melihat beliau memegang pelepah kurma hijau sambil mengajak orang-orang dari berbagai negara. Jadi orang-orang yang berada dibelakangnya, dikanan dan kirinya banyak sekali tak terhingga jumlahnya. Terus beliau melewati aku di Mesir, sayyidi Badawi berkata : “Kenapa kamu tidak berangkat ?”. Aku sedang sakit tuan, jawabku. Sakit tidak menghalang-halangi orang cinta. Terus aku diperlihatkan orang banyak dari para aulia’dan para masayikh, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dan orang-orang yang lumpuh semua berjalan dengan merangkak dan memakai kain kafannya, mereka mengikuti dibelakang sayyidi Badawi menghadiri maulid beliau. Terus aku juga diperlihatkan jama’ah dan sekelompok tawanan yang masih dalam keadaan terbalut dan terbelenggu juga ikut datang menghadiri maulidnya. Lalu beliau berkata: lihatlah ! itu semua tidak ada yang mau ketinggalan, akhirnya aku berkehendak untuk mau menghadiri, dan aku berkata : Insya Allah aku hadir tuan guru ?. Kalau begitu kamu harus dengan pendamping, jawab sayyidi Badawi. Kemudian beliau memberi aku dua harimau hitam besar dan gajah, yang dijanji tidak akan berpisah denganku sebelum sampai di tempat. Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Syeikh Muhammad asy-Syanawi, beliau lalu menjelaskan: memang pada umumnya para aulia’ mengajak orang-orang itu dengan perantaraan, akan tetapi sayyidi Ahmad Badawi langsung dengan sendirinya menyuruh orang-orang mengajak datang. Sungguh banyak keramat beliau, hingga al-Imam Sya’roni mengatakan,”Seandainya keajaiban atau keramat - keramat beliau kalau ditulis di dalam buku tidaklah akan muat karena terlalu banyaknya. Tetapi ada peninggalan Syeikh ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan sholawat badawiyah sughro dan sholawat badawiyah kubro. Demikianlah sekelumit manakib Sayyidi Ahmad Al Badawi disajikan kehadapan pembaca, untuk dapat diambil hikmahnya, DUSTUR YA SAYYIDI AHMAD AL BADAWI (Dian Sag)

Wallahu`a'lam.

Rabu, 11 Agustus 2010

AL HABIB HUSEIN BIN SYEKH ABU BAKAR BIN SALIM


Nasab Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim

Habib Husein bin As-Syekh Al Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.


Diriwayatkan bahwa Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim mendapatkan gangguan dari pembesar setempat dan pasukannya; sehingga membuat beliau berhijrah ke Makkah dan Madinah. Beliau tinggal disana selama 7 tahun. Ketika dalam keadaan seperti itu, beliau didatangi oleh Nabi Khidir AS. Nabi Allah Khidir AS berkata kepada beliau :

“Sesungguhnya kakekmu Muhammad SAW mengucapkan salam atasmu dan memerintahkan dirimu agar segera pulang ke Hadhramaut.”

Nabi Khidir AS juga memberitahukan kepada beliau bahwa rasa permusuhan para penguasa itu kepadanya akan dihilangkan Allah SWT dan mereka akan berubah mencintai beliau. Dan Nabi Allah Khidir As, memberitahukan kepada beliau agar berjalan bersama satu Kabilah arab di Hadhramaut yang akan mempunyai hubungan yang dekat dengan keturunan beliau sampai hari kiamat; kenyataannya hal tersebut benar sampai sekarang.
Nabi Allah Khidir AS memberikan 3 benda kepada Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim; yang pertama bejana atau gelas yang besar. Yang kedua, tongkat, dan yang ketiga, gendang. Al-Imam Al-Qutb Habib Ahmad bin Hasan Al-Athas, meriwayatkan :

“Kami telah melihat bejana yang diberikan Nabi Allah Khidir kepada Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim beserta tongkatnya ada di I’nat.”

Ketika Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim pulang, beliau mendapati satu kaum yang sedang merajalela dan berbuat semena-mena. Maka Al-Imam Husein memerintahkan agar menabuh gendang yang diberikan oleh Nabi Allah Khidir kepadanya di atas gunung. Lalu ketika gendang tersebut di tabuh, dengan seizing Allah SWT, orang-orang yang tadinya berlaku semena-mena tiba-tiba bertingkah dan ketakutan seperti orang gila, dan merekapun kabur tercerai berai.
Diceritakan bahwa Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim mengirim buah kurma dari kebunnya ke Bashrah. Pada saat itu di Bashrah sedang dilanda wabah penyakit. Dan ketika buah kurma tersebut tiba; para penduduk Bashrah yang mendapat kabar bahwa kurma Sayyidina Husein baru sampai di Bashrah, mereka serta merta membeli kurama beliau beramai-ramai, dengan mengharapkan barokah beliau agar selamat dari wabah tersebut. Sehingga habislah terjual seluruh kurma Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim. Semuanya dalam waktu yang singkat. Maka uang dinar dari hasil penjualan kurma itupun dikirimkan kepada beliau. Habib Husein berkata :

”Tidakkah Aku pernah berkata kepada kalian, sesungguhnya aku tidak mencintai dunia, tetapi dunia itulah yang mencintai diriku.”

Terlintas suatu perasaan di hati salah seorang yang hadir, orang ini bertanya di dalam hatinya :

”Bagaimanakah Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim ini beribadat kepada Allah SWT, sedangkan dirinya terlihat sibuk mengurus dunia?”

Tiba-tiba pada saat itu juga Habib Husein mengkasyaf orang tersebut dan berkata :

”Kalau sekiranya semua harta duniawi yang kau lihat bersamaku ini hilang, maka sungguh hatiku tidak akan rusak sedikitpun dan tidak akan bergerak badanku sedikitpun atau tidak akan bergerak sehelai rambutku untuk mencari dunia.”

Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim, telah membina murid-murid beliau yang semuanya telah menjadi Ulama terbesar di zamannya, diantaranya adalah:

• Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Anfas Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athas.

• Sayyidina Al-Arif billah Habib Muhammad bin Alwi bin Muhammad bin Abu Bakar bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar As-Sakran.

• Sayyidina Al-Imam Habib Syekh bin Ahmad bin Yahya.

• Sayyidina Al-Imam Abdurrahman bin Ibrahim bin Abdurrahman Al-Mu’allim.

• Sayyidina Al-Imam Habib Aqil bin Umar Al-Musytahir bi ‘Imran.

Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim diketahui sangat membenci tembakau ( rokok ), dalam hal ini beliau berkata:

“Barang siapa yang tidak meninggalkan kebiasaannya untuk merokok sampai 40 hari sebelum matinya, maka ditakutkan ia akan mati dalam keadaan Su’ul Khatimah.”
Diriwayatkan bahwa beliau telah membeli satu lahan tembakau seharga 40 ribu riyal yang kemudian dibakar oleh beliau. Selain membenci tembakau, beliau sangat menyukai minuman kopi dan menganjurkan kaum muslimin untuk meminumnya, dan beliau jugalah yang memprakarsai tanaman kopi yang banyak tumbuh di Duw’an sampai sekarang.
Habib Husein bin syekh Abu Bakar Bin Salim banyak dipuji oleh para wali dan Ulama-ulama terbesar di zaman itu. Beberapa diantaranya adalah Al-Muhibbusshodiq Al-‘Alim Syekh Abdurrahman at-Thobathy, Qodhi kota San’a, beliau berkata dalam Sya’irnya :

“As-Sayid As-Sanad Al-Husein yang telah diridhoi oleh Allah, Keturunan Sayyidina Al-Husein cucu Rasul Allah, beliau adalah lautan ma’rifat yang sangat dalam”

Wahai orang-orang yang menginginkan keberkahan dari seorang kekasih yang bisa diharapkan pertolongannya.
Beliau adalah Wali Ghauts yang kewilayahannya menyelimuti alam.
Maka katakanlah oleh kalian : Wahai anak Syekh Abu Bakar bin Salim, Wahai yang mempunyai matahari yang cemerlang.
Sesungguhnya aku berziarah kehadiratmu dan mempunyai keinginan yang aku yakini akan anda dengarkan.
Maka terimalah ziarahku ini dan tolonglah Bantu aku, seorang pecinta yang selalu merindukanmu.”

Dan Al-Jalil Al-Fadhil Muhammad Al-Huwty yang selalu dibantu Allah SWT dengan tawasulnya kepada Sayyidina Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim, menyambung beliau dalam satu syairnya;

“Engkau didalam hatiku, adalah kekasihku wahai Sayyidy Husein,
Engkau adalah pengobat setiap kesakitanku,
Engkau adalah ruhku dan permohonanku,
Engkau ada di setiap pendengaran dan perbincanganku,
Penguat hatiku, kekasihku adalah engkau wahai Sayyidy Husein,
Demi Allah, sungguh cinta kami kepadamu telah menguasai kami
Semua-nya.”

As-Syekh Al-Fadhil Al-Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim adalah Khalifah Ayahandanya. Beliau wafat di ‘Inat tahun 1044 H, beliau mempunyai 22 orang anak. 9 orang perempuan dan 13 orang laki-laki.

Anak beliau yang perempuan :

1. Syarifah Alwiyah.
2. Syarifah Tholhah.
3. syarifah Salwa.
4. Syarifah Fatimah Al-Kubro.
5. Syarifah Aisyah.
6. Syarifah Syekhah. .
7. Syarifah Fatimah As-Sughro
8. Syarifah Maryam.
9. Syarifah Ruqoyah

Anak beliau yang laki-laki :

1. Sayyid Salim.
2. Sayyid Abdurrahman.
3. Sayyid Abu Bakar
4. Sayyid Soleh.
5. Sayyid Ahmad
6. Sayyid Idrus.
7. Sayyid Syekhan.
8. Sayyid Hasan.
9. Sayyid Muhsin
10. Sayyid Umar.
11. Sayyid Muhammad.
12. Sayyid Syekh.
13. Sayyid Hamzah.

( Dikutip dari buku “Menyingkap rahasia hati” Syeikh Abu bakar bin Salim; penerjemah Habib Novel Muhammad Al aydrus dan buku Manaqib Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Fakhrul Wujud As-Syekh Abu Bakar bin Salim Ra oleh Sayyid Muhammad Rafiq bin Luqman Al-Kaff Gathmyr )

AL HABIB MUHAMMAD BIN THOHIR AL HADDAD ( TEGAL )


Beliaulah Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad, Awliya Allah yang dilahirkan di kota Geidun, Hadramaut pada tahun 1838 M kemudian hijrah ke Indonesia dan menjadi keberkahan bagi warga Tegal. Khususnya dikarenakan datangnya beliau berdakwah di Tegal hingga akhir hayatnya ia dimakamkan di kompleks pemakaman Kauman atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama makam Alhaddad, tepatnya di Desa Kraton, Tegal Barat. Nasab beliau: Al Habib Muhammad bin Thohir bin Umar bin Abubakar bin Ali bin Alwi bin Abdullah (shahiburratib) Al-Haddad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abubakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad AlMuhajir bin Isa bin Muhammad anNaqib bin Ali alUraidhi bin Ja’far asShadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib kw. suami dari Fatimah az-Zahra putri Rasulullah SAW.

Sanad keturunan beliau termasuk suatu silsilah dzahabiyyah, sambung-menyambung dari ayah yang wali ke kakek wali, demikian seterusnya sampai bertemu dengan Rasulullah SAW. Ayah beliau Al-Habib Thohir bin Umar Alhaddad adalah seorang ulama besar di kota Geidun, Hadramaut. Al-Habib Thohir banyak membaca buku di bawah pengawasan dan bimbingan ayah dan kakek beliau, sehingga diberi ijazah oleh ayah dan kakeknya sebagai ahli hadist dan ahli tafsir. Al Habib Muhammad bin Thohir sendiri adalah seorang yang wali min auliya illah yang sebelumnya banyak belajar dari kakeknya dan ulama hadramaut hingga dikenal sebagai ulama besar yang menjadi rujukan di zamannya. Tidak hanya Ayah dan beliau sendiri, putra-putranya pun harum namanya dengan pangkat kewalian yang masyhur yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad (1299 H- 1373 H) yang dimakamkan di Kramat, Empang, Kota Bogor dan adiknya Al-Habib Husein bin Muhammad Al Haddad (1302 H-1376 H) yang sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di Tuban dan Jombang, Jawa Timur tetapi pada akhir umur, beliau dimakamkan di samping makam ayahandanya.

Beliau terkenal sebagai alim yang dermawan lagi menghormati tamu-tamunya. Bahkan apabila ia berkunjung ke sebuah kota justru beliaulah yang menjamu dan memperlakukan orang kota tersebut layaknya seorang tamu. Selain sukses sebagai alim ulama, beliau juga terkenal sebagai saudagar. Bila ia berkunjung ke suatu tempat, beliau membawa 40 pembantunya untuk memikul barbagai keperluan untuk menjamu penduduk kota. Sebagaimana yang diutarakan cicit beliau, Al-Habib Abdullah bin Hasan bin Husein AlHaddad, “Bukan Habib Muhammad yang menjadi tamu, justru orang kota yang menjadi tamunya”. Ketika umur 47 tahun, beliau bersama dua anaknya berkunjung ke Indonesia dan selama 45 hari beliau berdakwah dan berdagangdi berbagai kota. Akan tetapi, tak lama beliau jatuh sakit dan meninggal di Kota Tegal pada 18 rajab tahun 1316 H atau 1885 M.

Haul Al Habib Muhammad bin Thohir Al Haddad pertama kali diselenggarakan oleh Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi (1265 H-1337 H), Surabaya, Guru yang banyak membentuk karakter kedua putra AlHabib Muhammad bin Thohir Al Haddad. Semoga berkah ilmu dan teladan beliau senantiasa menyelimuti masyarakat Tegal khususnya dan Muslimin pada umumnya dan akan dikenang selalu dengan senantiasa mempelajari sejarah beliau dan mengamalkan ajaran dan akhlaq beliau.