Senin, 03 Mei 2010

AL IMAM AHMAD AL MUHAJIR

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir (820-924)

juga dikenal dengan panggilan Al-Imam Ahmad bin Isa merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib dan Fatimah az-Zahra. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Diriwayatkan bahwa ia lahir pada tahun 241 Hijriyah (820 Masehi) walaupun ada pula yang menyebut 260 Hijriyah.

Hijrah ke Hadramaut

Imam Ahmad bin Isa dinamakan Al-Muhajir karena ia meninggalkan Basrah, Irak pada zaman pemerintahan Khalifah Abbassiyah yang berpusat di Baghdad, pada tahun 317H (896 M). Mula-mula ke Madinah dan Mekkah, kemudian pada tahun 318 H dari Mekkah ke Yaman kurang lebih sekitar tahun 319 H.

Beliau berhijrah disebabkan karena banyaknya fitnah yang terjadi di Irak pada waktu itu. banyak para Ahlul Bait keturunan Rasulullah diburu atau bahkan dibunuh karena pemerintah khawatir kalau mereka mau mengambil-alih kekuasaan. Imam al-Muhajir adalah orang pertama yang datang ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan adalah anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya; Alwi, Jadid dan Basri.

Ia wafat pada tahun 345h (924 M) di Husayyisah, sebuah kota antara Tarim dan Sewun, Hadramaut. Makamnya di atas sebuah bukit umumnya salah-satu yang pertama kali diziarahi oleh para pengunjung yang datang ke Hadramaut.

Keturunan dan status

Imam Ahmad al-Muhajir wafat pada tahun 345 Hijriyah, dan dikarunia keturunan:

   1. Muhammad (Keturunannya tersebar di negri Baghdad )

   2. Abdullah / Ubaidillah (Abu Alawy). Lahir di Basrah dan meninggal pada 383 H di Somal, Yaman.

         1. Basri

         2. Jadid

         3. Alwi al-Awwal

               1. Muhammad

                     1. Alwi ats-Tsani

                           1. Salim

                           2. Ali Khali' Qasam

                                 1. Muhammad Shahib Mirbath

                                 2. Abdullah

                                 3. Husain


Semua para sayyid dari keluarga BaAlawi, Hadramaut bernasab kepadanya. Sebagian besar para Walisongo di Indonesia juga adalah keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa.

Imam Ahmad Al-Muhajir ialah seorang Imam Mujtahid, yang lebih banyak diikuti daripada mengikuti.

Gelar al-Muhajir.

Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya kepada Imam Ahmad bin Isa sejak hijrahnya dari negeri Iraq ke daerah Hadramaut. hanya Imam al-Muhajir yang khusus menerima gelar tersebut meskipun banyak pula orang-orang dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamannya yang berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai macam gerakan yang timbul.

Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadramaut karena sebab-sebab perbaikan yang diperlukan, diantaranya adalah mencari ketenangan demi menyelamatkan agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Hijrah yang dilakukan oleh al-Muhajir bukanlah sesuatu yang baru, tetapi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sepuluh pemimpin dari kalangan keluarga Nabi saw, seperti Rasulullah saw dan keluarganya yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, Imam Ali bin Abi Thalib hijrah dari Hijaz ke Iraq, yang diikuti oleh anak dan cucunya setelahnya seperti Imam al-Husein bin Ali, Zaid bin Ali bin Husein, Muhammad al-Nafsu al-Zakiyah bin Abdullah al-Mahdh bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib serta saudaranya Ibrahim dan Idris, kakek Bani Adarisah di Maghrib dan lainnya.

Sedangkan al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadramaut disebabkan timbulnya fitnah, bencana dan kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid’ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin, dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah, maka pada tahun 317 hijriyah, Imam al-Muhajir hijrah ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang.[4] Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.

Dalam majalah al-Rabithah, jilid 5 halaman 296 dijelaskan bahwa, .Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayid Ahmad bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga dan anaknya karena menjaga diri dan agamanya dari fitnah dan kekejaman bala tentara kerajaan’.

Sebelum ke Hadramaut, beliau melakukan perjalanan melalui Hijaz pada tahun 317 hijriyah, bersama sebagian maula dan anak pamannya seperti kakek dari keluarga al-Ahadilah dan al-Qudaim, dan pada tahun 318 hijriyah ke Madinah melalui Syam, disebabkan jalan ke Makkah dan Madinah dari Iraq kurang aman. Mereka tinggal di Madinah sampai musim haji untuk menunaikannya dan saat itu kaum Qaramithah telah mengambil Hajar al-Aswad dari tempatnya. Dalam perjalanan haji, al-Imam al-Muhajir bertemu dengan rombongan haji Hadramaut.

Setelah itu al-Muhajir berangkat ke Yaman dan memilih sayid Muhammad bin Sulaiman bin Ubaidillah bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Dhohman bin Auf bin al-Imam Musa al-Kadzim untuk tinggal di Wadi Saham, sebagaimana al-Muhajir memilih seorang dari keluarga al-Qudaim untuk tinggal di Wadi Surdud.

Ketika sampai di Wadi Du’an, al-Muhajir tinggal di Jubail, kemudian pindah lagi ke Hajrain daerah yang mempunyai pemandangan yang indah. Dengan ilmu dan bukti-bukti beliau memberikan pemahaman kepada ahlu bid’ah dan ahlu sunnah di sana sehingga Allah swt mempertemukan kedua kelompok yang bertikai itu di bawah kemuliaan al-Muhajir.

Menurut Muhammad bin Salim al-Bijani, daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam al-Muhajir. Negeri Jubail terletak di Wadi Du’an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi’ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 1.500 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata.

Kemudian beliau pindah ke Husaisah, yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim, dan ditempat itu beliau menghabiskan sisa umurnya untuk berda’wah menuju kesatuan pandangan dan kekuatan madrasah alquran dan sunnah berdasarkan manhaj ahlu sunnah wal jamaah. Beliau adalah seorang mujtahid dalam ilmu ushul, maka kuatlah manhaj yang membawa kebahagiaan di Hadramaut atas usahanya, sehingga muncul madzhab Imam Syafii yang kemudian menjadi madzhab anak keturunannya dalam bidang furu’. Al-Muhajir wafat dan dikuburkan di Husaisah tahun 345 hijriyah.





Kisah lainnya

Al Imam Ahmad Al-Muhajir berasal dari negara Irak, tepatnya di kota Basrah. Ketika mencapai kesempurnaan di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, bersinarlah mata batinnya dan memancarlah cahaya kewaliannya, sehingga tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat, mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk.

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir di Irak adalah seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang makmur. Akan tetapi ketika mulai melihat tanda-tanda menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan niat mengikuti perintah Allah, "Bersegeralah kalian lari kepada Allah..."

Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya, dikarenakan tersebarnya para ahlul bid'ah dan munculnya gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh dan menganiaya. Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. Ash-Shuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak 1.500.000 jiwa.

Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak ada. Ia suka mencaci Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Siti Aisyah dan Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij.

Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H, berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan anak-anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba'alawy), Bashri (kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid). Mereka semua adalah ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang sufi dan saleh. Termasuk juga yang ikut dalam rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau, serta termasuk didalamnya adalah kakek dari keluarga Al-Ahdal. Dan juga ikut diantaranya adalah kakek keluarga Bani Qadim (Bani Ahdal dan Qadim adalah termasuk keturunan dari paman-paman beliau).

Pada tahun ke-2 hijrahnya beliau, beliau menunaikan ibadah haji beserta orang-orang yang ikut hijrah bersamanya. Kemudian setelah itu, melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju ke Hadramaut. Masuklah beliau ke daerah Hajrain dan menetap disana untuk beberapa lama. Setelah itu melanjutkan ke desa Jusyair. Tak lama disana, lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan akhirnya sampailah di daerah Husaisah (nama desa yang berlembah dekat Tarim). Akhirnya beliau memutuskan untuk menetap disana.
Makam Imam Ahmad bin Isa Makam Imam Ahmad bin Isa

Semenjak menetap disana, mulai terkenallah daerah tersebut. Disana beliau mulai menyebarkan-luaskan As-Sunnah. Banyak orang disana yang insyaf dan kembali kepada As-Sunnah berkat beliau. Beliau berhasil menyelamatkan keturunannya dari fitnah jaman.

Masuknya Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ke Hadramaut dan menetap disana banyak mendatangkan jasa besar. Sehingga berkata seorang ulama besar, Al-Imam Fadhl bin Abdullah bin Fadhl, "Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah. Barangsiapa yang tidak menaruh rasa husnudz dzon kepada keluarga Ba'alawy, maka tidak ada kebaikan padanya." Hadramaut menjadi mulia berkat keberadaan beliau dan keturunannya disana. Sulthanah binti Ali Az-Zabiidy (semoga Allah merahmatinya) telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW, dimana di mimpi tersebut Rasulullah SAW masuk ke dalam kediaman salah seorang Saadah Ba'alawy, sambil berkata, "Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar