Imam Muhammad Al-Mahdi
Muhammad al-Mahdi juga dikenal sebagai Hujjat bin al-Hasan (15 Sya'ban 255 AH - sekitar 29 Juli 869 - di okultasi ) adalah individu yang dipercaya oleh Imamiyah Shi ' seorang Muslim untuk menjadi mahdi , penyelamat utama manusia dan final Imam dari Dua Belas Imam . Syi'ah Imamiyah percaya bahwa al-Mahdi dilahirkan di 869 dan tidak mati melainkan disembunyikan oleh Tuhan ( ini disebut sebagai yang okultasi ) dan kemudian akan muncul dengan Yesus dalam rangka untuk memenuhi misi mereka untuk membawa perdamaian dan keadilan untuk dunia. Ia menjabat Imamah pada usia 5 tahun.
Kutipan yang berkaitan dengan Muhammad al-Mahdi di Wikiquote
Kelahiran dan kehidupan dini menurut Syi'ah Dua Belas
Dua Belas Shi'as percaya bahwa Mahdi lahir di 869 AD seperti Abul Qasim Muhammad bin Hasan bin 'Ali. Ibunya, Narjis (Melika), adalah seorang Byzantium putri yang berpura-pura menjadi budak sehingga ia mungkin perjalanan dari kerajaan ke Saudi. Ayahnya, Hasan al-Askari , diyakini telah kesebelas dan kedua dari belakang Imam Syi'ah . Shi'as percaya bahwa kelahirannya adalah menyimpan rahasia karena penganiayaan bahwa Syi'ah hadapi selama waktu di tangan Al-Mu'tamid , yang Abbasiyah Khalifah.
Untuk mendukung klaim Imam Mahdi, Imamiyah Shi'as bersama dengan semua muslim lainnya sekte kutipan berikut Hadis : "Aku dan` Ali adalah ayah dari bangsa ini, siapa pun yang mengenal kita dengan sangat baik juga tahu Allah, dan barangsiapa menyangkal kita juga menyangkal Allah, yang unik, Maha Perkasa Dan dari `bani Ali. adalah cucu saya Al-Hasan dan al-Husain, yang menjadi tuan dari pemuda surga, dan dari keturunan al-Husain akan sembilan: siapa menaati mereka menaati saya, dan siapa pun mendurhakai mereka juga mendurhakai aku; yang kesembilan di antara mereka adalah mereka Qa'im dan Mahdi ".
Sebelas Syi'ah Imam Hasan al-Askari meninggal pada tanggal 1 Januari 874 AD (8 Rabi 'al-Awwal , 260 H ) dan sejak hari itu, putranya Mahdi diyakini oleh Shi'as menjadi Imam, ditunjuk oleh Allah , untuk memimpin orang-orang mukmin pada zaman tersebut. Account yang paling populer al-Mahdi dalam literatur Syiah diambil dari pemakaman ayahnya. Hal ini melaporkan bahwa sebagai doa pemakaman akan segera dimulai, paman al-Mahdi, Jafar bin Ali mendekati untuk memimpin doa. Namun, al-Mahdi mendekati dan memerintahkan, "minggirlah, paman, hanya seorang Imam yang dapat memimpin doa pemakaman seorang Imam." Jafar pindah ke samping, dan tahun anak lima memimpin doa untuk pemakaman ayahnya. Hal ini melaporkan bahwa saat ini bahwa al-Mahdi menghilang dan pergi ke ghaybat, atau okultasi.
Signifikansi Imam Kedua Belas
Beberapa hadits menunjukkan signifikansi kepada generasi kedua belas keturunan Muhammad.
Sebuah hadis dari teks Syiah (Kitab Al-Kafi) yang berisi percakapan antara Syiah pertama Imam Ali bin Abu Thalib dan seorang pria bernama Asbagh bin al Nubata, serta Hadis dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim di mana Muhammad berbicara tentang Dua Belas tabiin.
(Lihat Hadis Dua Belas tabiin )
Dikisahkan Jabir bin Samura: Saya mendengar Muhammad berkata, "Islam akan terus kuat untuk dua belas penguasa Muslim (yang akan memerintah seluruh dunia Islam)." Dia kemudian berkata kalimat yang saya tidak mendengar. Ayahku berkata, "Semua mereka ( orang-orang penguasa ) akan dari Quraisy".
Dalam sebuah hadis dianggap sebagai otentik, Muhammad mengatakan,
Bahkan jika durasi seluruh dunia keberadaan sudah habis dan hanya satu hari tersisa sebelum Hari kiamat , Allah akan memperluas hari sedemikian panjang waktu, untuk mengakomodasi Kerajaan seseorang dari Ahl al- Bayt yang akan dipanggil dengan nama saya dan nama ayah saya. Dia kemudian akan mengisi bumi dengan kedamaian dan keadilan karena akan telah diisi dengan ketidakadilan dan tirani sebelum itu.
Periode
Masa okultasi (ghaybat) adalah bagian dibagi menjadi dua:
* Ghaybat al-Sughra atau Minor okultasi (874-941), terdiri dari beberapa dekade pertama setelah Imam hilangnya bila komunikasi dengan dia dipertahankan melalui wakil Imam.
* Ghaybat al-Kubra atau Mayor okultasi mulai 941 dan diyakini terus sampai waktu yang ditentukan oleh Allah, ketika Mahdi akan muncul kembali untuk membawa keadilan mutlak kepada dunia.
Minor okultasi
Selama okultasi Minor (Ghaybat al-Sughra), diyakini bahwa al-Mahdi mengadakan kontak dengan para pengikutnya melalui deputi ( Arab. suatu-nuwab al-arbaia). Mereka diwakili dia dan bertindak sebagai agen antara dia dan para pengikutnya.
Setiap kali menghadapi masalah-orang yang beriman, mereka akan menulis keprihatinan mereka dan mengirimkannya ke wakilnya. Deputi itu akan memastikan putusan, mendukung dengan cap dan tanda tangan, dan mengembalikannya ke pihak-pihak terkait. Deputi juga mengumpulkan zakat dan khums atas namanya. Untuk Syiah, gagasan berkonsultasi dengan Imam yang tersembunyi bukan sesuatu yang baru karena kedua sebelum Imam Syiah itu, pada kesempatan, bertemu dengan pengikut mereka dari balik tirai.
Tradisi Syiah berpendapat bahwa empat deputi bertindak dalam suksesi satu sama lain :
# Utsman bin Sa'id al-Asadi
# Abu Jafar Muhammad ibn Uthman Abu Jafar Muhammad bin Usman
# Abul Qasim Husayn ibn Ruh al-Nawbakhti Abul Qasim Husain bin Ruh al-Nawbakhti
# Abul Hasan Ali ibn Muhammad al-Samarri Abul Hasan Ali ibn Muhammad al-Samarri
Dalam 941 (329 H), keempat deputi mengumumkan perintah oleh al-Mahdi, bahwa wakil akan segera mati dan bahwa perwakilan akan berakhir dan periode okultasi Mayor akan dimulai.
Wakil keempat meninggal enam hari kemudian dan Muslim Syiah terus menunggu kemunculan Imam Mahdi. Pada tahun yang sama, banyak ulama terkemuka Syiah seperti Ali bin Babwayh Qummi dan Muhammad bin Yaqub Kulayni , compiler belajar dari al-Kafi juga meninggal.
Mayor okultasi
Menurut surat terakhir dari al-Mahdi untuk Ali bin Muhammad al-Samarri "dari hari kematian Anda [deputi terakhir] masa okultasi utama saya (Kubra ghaybatul al) akan segera mulai sebagainya Oleh karena itu, tidak ada yang akan melihat saya. , kecuali dan sampai Allah membuat saya muncul Pandangan lain adalah bahwa Imam tersembunyi ada di bumi "di antara tubuh Syiah" tetapi "penyamaran." Banyak cerita" ada Imam Tersembunyi "mewujudkan dirinya kepada anggota terkemuka ulama."
kemunculan
Dua Belas Shi'as mengutip berbagai referensi dari Al Qur'an dan laporan, atau Hadis , dari Imam Mahdi dan dua belas Imam Syi'ah berkaitan dengan kemunculan al-Mahdi yang akan, sesuai dengan perintah Allah itu, membawa keadilan dan perdamaian kepada dunia dengan mendirikan Islam di seluruh dunia.
* Imam Mahdi dilaporkan telah berkata:
Shi'ah percaya bahwa Imam Al-Mahdi akan muncul ketika dunia telah jatuh ke dalam kekacauan dan perang saudara muncul antara umat manusia tanpa alasan.Saat ini, ia beriman, setengah dari orang yang beriman sejati akan naik dari Yaman membawa bendera putih ke Mekah , sementara separuh lainnya akan naik dari Karbala , di Iraq , membawa bendera hitam ke Mekah. Pada saat ini, Imam al-Mahdi akan datang menghunus Pedang Allah, yang Blade of Evil's Bane, Zulfiqar.yang berbilah Pedang Double. Dia juga akan datang dan mengungkapkan teks-teks di tangannya, seperti al-Jafr dan al-Jamia .Shi'ah percaya bahwa Yesus juga akan datang, (setelah kembali Imam Mahdi-penampilan untuk mengikutinya Imam.) tersebut Mahdi untuk menghancurkan tirani dan kepalsuan, dan untuk membawa hukum dan perdamaian dunia.
Sunni melihat
Mayoritas Sunni Muslim dilakukan tetapi tidak mempertimbangkan bin Hasan al-Askari menjadi Mahdi atau berada di okultasi. Namun, mereka percaya bahwa Mahdi akan berasal dari keluarga Muhammad, lebih khusus dari Al-Hasan bani ' .Sunni percaya bahwa Mahdi belum lahir, dan karena itu identitas persisnya hanya diketahui Allah. Selain dari tepat silsilah Al Mahdi,, Sunni menerima banyak Syiah menerima hadis yang sama tentang prediksi tentang munculnya Al Mahdi, bertindak, dan Khilafat nya universal. Sunni juga memiliki beberapa Mahdi hadis lebih yang tidak hadir dalam koleksi Syiah, seperti berikut:
Abu Sa'id al-Khudri (RA) meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:
Kami Mahdi akan memiliki dahi yang lebar dan menunjuk (menonjol) hidung. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan seperti itu diisi dengan ketidakadilan dan tirani. Ia akan memerintah selama tujuh tahun.
- Abu Sa'id al-Khudri ,
buku Syiah tidak secara eksplisit menyebut Mahdi memiliki menunjuk (menonjol) hidung.
Lain hadis Sunni tentang Mahdi yang hampir identik dengan rekan-rekan mereka dalam buku-buku Syiah
Ummu Salamah berkata:
Aku mendengar Rasulullah SAW berkata: "Imam Mahdi adalah dari garis keturunan saya dan keluarga"
Abu Sa'id al-Khudri berkata:
Rasulullah SAW berkata: "Dia adalah salah satu dari kita"
Dalam terang tradisi dan interpretasi, kepribadian dari Mahdi yang Dijanjikan akan seperti:
Dikatakan "prediksi dan pengetahuan tentang Mahdi Di antara mereka adalah bahwa Imam Mahdi yang dijanjikan akan menjadi khalifah Allah, dan bahwa untuk membuat perjanjian dengan dia adalah wajib. Dia akan menjadi milik Ahlul bait Nabi Muhammad SAW dan akan berada di garis Imam Hussein. Namanya akan Muhammad dan nama keluarganya akan Abul Qasim, nama ayahnya akan 'Abdu'llah [bukan Hasan ), dan ia akan muncul di Mekah.Dia akan melindungi umat Islam dari perusakan dan akan mengembalikan agama ke posisi semula.
Sunni juga percaya bahwa Yesus akan kembali bersama Imam Mahdi, dengan satu-satunya perbedaan adalah bahwa mereka tidak setuju dengan Syiah mengenai siapa Imam Mahdi itu
pengamatan Ilmiah
Beberapa ahli, termasuk Bernard Lewis juga menunjukkan, bahwa gagasan tentang Imam di okultasi tidak baru di 873 tetapi itu adalah faktor berulang dalam sejarah Shiah. Contoh ini meliputi kasus Muhammad bin al-Hanafiyyah (menurut Syiah Kaysanites ), Muhammad bin Abdullah An-Nafs Az-Zakiyya , Musa al-Kadhim (menurut Syiah Waqifite ), Qasim ibn Muhammad (Al-Alawi) , Yahya bin Umar dan Muhammad bin Ali Al-Hadi (menurut Syiah Muhammadite ).
Kamis, 29 April 2010
AL IMAM HASAN AL-ASYKARI
Imam Hasan al-Asykari
lahir 8 Rabiul akhir 232 AH / 6 Desember 846 – wafat 8 Rabiul awal 260 AH / 1 Januari 874, adalah Imam Syi'ah ke-11. Ia dilahirkan dengan nama Hasan bin Ali bin Muhammad. Hasan al-Asykari berumur 22 tahun ketika ayahnya terbunuh dan periode keimamahannya setelah ayahnya meninggal selama enam tahun. Hasan al-Asykari syahid pada usia 28 tahun, dibunuh atas perintah Al-Mu'tamid ( Khalifah Bani Abbasiyah ) pada tahun 260 Hijriyah dan ia dikuburkan di Samarra.
Riwayat Hidup
Di pusat kota Madinah, tempat berhijrahnya baginda Rasulullah saww, di pusat pengembangan Islam serta tempat berdirinya Madrasah Ahlul Bait Nabi saww, lahirlah manusia suci dari keturunan Rasulullah, yang bernama Imam Hasan al-Asykari putra Imam Ali al-Hadi. Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Tsani 213 H. Sedang julukan al-Askari yang beliau sandang itu karena dinisbatkan pada suatu lempat yang bernama Asykar, di dekat kota Samara', Ibunya adalah seorang jariah yang bernama Haditsa, walau ada juga yang berpendapat bahwa namanya Susan, Salil.
Sejak masa kecilnya hingga berusia 23 tahun lebih beberapa bulan, beliau melewatkan waktunya di bawah asuhan, bimbingan dan didikan ayahnya, Ali al-Hadi. Tidak heran, jika beliau akhirnya menjadi orang terkermuka dalam bidang ilmu, akhlak dan ibadahnya. Sepanjang waktu itu beliau menimba ilmu dari pohon suci keluarga Rasulullah saww sekaligus menerima warisan imamah dari ayahnya atas titah Ilahi.
Mengenai situasi politik di zamannya, beliau hidup sezaman dengan al-Mu'taz, al-Mukhtadi dan al-Mu'tamad. Selama tujuh tahun masa keimamahannya, beliau serta semua pengikutnya mendapatkan tekanan dari pemimpin Dinasti Abbasiyah.
Imam Hasan al-Asykari pernah di penjara tanpa alasan sedikit pun. Rasa iri terhadap Ahlul Bait Rasulullah saww telah merasuk hampir kepada seluruh raja Dinasti Abbasiyah. Melihat penindasan yang sangat menekan itu, Imam Hasan, Imam Hasan al-Askari a.s. mengambil inisiatif untuk memberlakukan sistem taqiyah bagi para pengikutnya.
Pada sisi lain, orang-orang Turki mulai mempunyai kedudukan yang kuat dalam bidang politik. al-Mu'taz. berusaha menyingkirkan mereka, namun mereka cukup kuat. Dan ketika terjadi keributan antara orang-orang Turki dengan pasukan al-Mutaz., akhirnya pasukan al-Mu'taz berhasil dikalahkan dan al-Mu'taz sendiri kemudian diturunkan dari tahtanya oleh Salih bin Washif al-Turki dan disiksa serta dipenjarakan dalam sel yang sempit hingga mati. ltu semua terjadi pada tahun 255 H. Kekuasaan kemudian beralih ke tangan al-Mukhtadi, yang juga mengalami bentrokan dengan orang-orang Turki. Dia pun benasib buruk dan terbunuh pada tahun 256 H.
Setelah kematian al-Mukhtadi, kekuasaan beralih ke tangan al-Muktamid. Dia tidak berbeda dengan penguasa-penguasa sebelumnya dalam hal kebencian dan kedengkiannya kepada Ahlul Bait. Apalagi dia mendengar bahwa dan Imam Hasan al-Askari akan lahir Imam Mahdi, yang akan menegakkan keadilan. Kebenciannya itu terbukti dari segala cara yang dia gunakan untuk menyingkirkan dan membunuh Hasan al-Askari. Ketika Hasan al-Askari dalam keadaan sakit, al-Muktamid mengutus seorang dokter serta hakim dan pengawalnya untuk memata-matai segala gerak-gerik Imam.
Akhirnya Imam Hasan al-Askari syahid melalui racun pada tahun 260 H/874 M. Beliau kemudian dimakamkan bersebelahan dengan makam ayahandanya di Samara.
Para pengikutnya merasa kehilangan, namun mereka herhasil menimba ilmu dari beliau. Diriwayatkan bahwa ada ratusan ulama yang beliau didik dalam bidang agama dan hadis.
lahir 8 Rabiul akhir 232 AH / 6 Desember 846 – wafat 8 Rabiul awal 260 AH / 1 Januari 874, adalah Imam Syi'ah ke-11. Ia dilahirkan dengan nama Hasan bin Ali bin Muhammad. Hasan al-Asykari berumur 22 tahun ketika ayahnya terbunuh dan periode keimamahannya setelah ayahnya meninggal selama enam tahun. Hasan al-Asykari syahid pada usia 28 tahun, dibunuh atas perintah Al-Mu'tamid ( Khalifah Bani Abbasiyah ) pada tahun 260 Hijriyah dan ia dikuburkan di Samarra.
Riwayat Hidup
Di pusat kota Madinah, tempat berhijrahnya baginda Rasulullah saww, di pusat pengembangan Islam serta tempat berdirinya Madrasah Ahlul Bait Nabi saww, lahirlah manusia suci dari keturunan Rasulullah, yang bernama Imam Hasan al-Asykari putra Imam Ali al-Hadi. Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Tsani 213 H. Sedang julukan al-Askari yang beliau sandang itu karena dinisbatkan pada suatu lempat yang bernama Asykar, di dekat kota Samara', Ibunya adalah seorang jariah yang bernama Haditsa, walau ada juga yang berpendapat bahwa namanya Susan, Salil.
Sejak masa kecilnya hingga berusia 23 tahun lebih beberapa bulan, beliau melewatkan waktunya di bawah asuhan, bimbingan dan didikan ayahnya, Ali al-Hadi. Tidak heran, jika beliau akhirnya menjadi orang terkermuka dalam bidang ilmu, akhlak dan ibadahnya. Sepanjang waktu itu beliau menimba ilmu dari pohon suci keluarga Rasulullah saww sekaligus menerima warisan imamah dari ayahnya atas titah Ilahi.
Mengenai situasi politik di zamannya, beliau hidup sezaman dengan al-Mu'taz, al-Mukhtadi dan al-Mu'tamad. Selama tujuh tahun masa keimamahannya, beliau serta semua pengikutnya mendapatkan tekanan dari pemimpin Dinasti Abbasiyah.
Imam Hasan al-Asykari pernah di penjara tanpa alasan sedikit pun. Rasa iri terhadap Ahlul Bait Rasulullah saww telah merasuk hampir kepada seluruh raja Dinasti Abbasiyah. Melihat penindasan yang sangat menekan itu, Imam Hasan, Imam Hasan al-Askari a.s. mengambil inisiatif untuk memberlakukan sistem taqiyah bagi para pengikutnya.
Pada sisi lain, orang-orang Turki mulai mempunyai kedudukan yang kuat dalam bidang politik. al-Mu'taz. berusaha menyingkirkan mereka, namun mereka cukup kuat. Dan ketika terjadi keributan antara orang-orang Turki dengan pasukan al-Mutaz., akhirnya pasukan al-Mu'taz berhasil dikalahkan dan al-Mu'taz sendiri kemudian diturunkan dari tahtanya oleh Salih bin Washif al-Turki dan disiksa serta dipenjarakan dalam sel yang sempit hingga mati. ltu semua terjadi pada tahun 255 H. Kekuasaan kemudian beralih ke tangan al-Mukhtadi, yang juga mengalami bentrokan dengan orang-orang Turki. Dia pun benasib buruk dan terbunuh pada tahun 256 H.
Setelah kematian al-Mukhtadi, kekuasaan beralih ke tangan al-Muktamid. Dia tidak berbeda dengan penguasa-penguasa sebelumnya dalam hal kebencian dan kedengkiannya kepada Ahlul Bait. Apalagi dia mendengar bahwa dan Imam Hasan al-Askari akan lahir Imam Mahdi, yang akan menegakkan keadilan. Kebenciannya itu terbukti dari segala cara yang dia gunakan untuk menyingkirkan dan membunuh Hasan al-Askari. Ketika Hasan al-Askari dalam keadaan sakit, al-Muktamid mengutus seorang dokter serta hakim dan pengawalnya untuk memata-matai segala gerak-gerik Imam.
Akhirnya Imam Hasan al-Askari syahid melalui racun pada tahun 260 H/874 M. Beliau kemudian dimakamkan bersebelahan dengan makam ayahandanya di Samara.
Para pengikutnya merasa kehilangan, namun mereka herhasil menimba ilmu dari beliau. Diriwayatkan bahwa ada ratusan ulama yang beliau didik dalam bidang agama dan hadis.
AL IMAM ALI AL-HADI
Imam Ali Al-Hadi
Hari Lahir
Imam Ali Al-Hadi as dilahirkan pada 15 Dzulhijjah 212 Hijriah di Madinah Al-Munawwarah. Beliau adalah Imam kesepuluh dari silsilah imam Ahlulbait as.
Ayah beliau ialah Imam Muhammad Al-Jawad as, dan ibu beliau berasal dari Maroko bernama Samanah; seorang wanita yang mulia dan bertakwa.
Ketika sang ayah syahid akibat diracun, Imam Al-Hadi as baru berusia 8 tahun. Pada usia yang masih sangat dini itu pula beliau memegang amanat Imamah (kepemimpinan Ilahi atas umat manusia).
Orang-orang memanggil Imam as dengan berbagai julukan, antara lain Al-Murtadha, Al-Hadi, An-Naqi, Al-’Alim, Al-Faqih, Al-Mu’taman, At-Thayyib. Yang paling masyhur di antara semua julukan itu adalah Al-Hadi dan An-Naqi.
Akhlak Luhur Imam
Imam Ali Al-Hadi as senantiasa menjalani kehidupannya dengan zuhud dan ibadah kepada Allah SWT. Di dalam sebuah kamar yang hanya dihiasai oleh selembar tikar kecil, beliau menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya.
Beliau menyambut orang-orang begitu ramah, berbelas kasih kepada orang-orang fakir, dan membantu orang-orang yang membutuhkannya.
Suatu hari, Khalifah Al-Mutawakkil mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar kepada beliau. Beliau membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin.
Pada kesempatan lain, Al-Mutawakil jatuh sakit sehingga para dokter pribadi khalifah kebingungan bagaimana mengobatinya. Lalu, ibu Al-mutawakil mengutus menterinya ,Al-Fath bin Khaqan untuk menemui Imam Ali as. Beliau segera memberinya obat yang reaksinya sangat cepat sekali, sehingga para dokter khalifah itu tercengang melihatnya.
Atas kesembuhan putranya, ibu khalifah mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar sebagai hadiah kepada Imam as, dan beliau pun membagi-bagikan uang tersebut kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Kisah Batu Cincin
Yunus An-Naqasi masuk datang ke rumah Imam Ali Al-Hadi as. Dalam keadaan gemetar ketakutan, ia berkata kepada beliau, “Wahai tuanku, seseorang dari istana telah datang kepadaku dengan membawa sepotong batu Firuz yang sangat berharga sekali. Ia memintaku untuk mengukirnya. Namun, ketika aku sedang melakukannya, batu tersebut terbelah jadi dua, padahal besok siang aku harus mengembalikannya. Bila dia tahu akan hal itu, pasti dia akan marah padaku.”
Imam as menenangkannya dan berkata, “Jangan kuatir! Tidak akan ada keburukan yang akan menimpamu. Bahkan, dengan izin Allah SWT engkau akan mendapatkan kebaikan darinya.”
Pada hari berikutnya, ajudan Khalifah datang dan berkata, “Sungguh aku telah mengubah pandanganku. Kalau sekiranya kamu bisa memotongnya menjadi dua, aku akan menambah upahmu!”
Pengukir tersebut berpura-pura berpikir padahal hatinya sangat bergembira. Kemudian berkata, “Baiklah, akan aku coba pesananmu itu!”
Akhirnya, pengawal Khalifah berterima kasih pada pengukir tersebut. Dari sana, pengukir itu bergegas menemui Imam Ali as untuk menumpahkan rasa terima kasih kepadanya. Dalam keadaan itu, Imam as berkata kepadanya, “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah, semoga Dia memperlihatkan kebaikan khalifah kepadamu dan melindungimu dari kejahatannya.”
Al-Mutawakkil
Setelah Khalifah Al-Mu’tashim meninggal, kedudukannya digantikan oleh khalifah Al-Watsiq yang masa pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun 6 bulan. Setelah itu, pemerintahan jatuh ke tangan Al-Mutawakkil.
Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, kerusakan dan kezaliman telah mewabah di mana-mana. Pengaruh orang-orang Turki dalam kekhalifahan sangat kuat dan luas sekali, sehingga mereka menjadi pengendali jalannya roda pemerintahan dan khalifah Al-Mutawakkil pun menjadi alat permainan mereka.
Saat itu, kebencian Al-Mutawakkil terhadap Ahlulbait Nabi as dan Syi’ahnya begitu besar. Ia memerintahkan agar membuat sungai di atas makam Imam Husain as dan melarang kaum muslimin untuk menziarahi makamnya. Bahkan, ia telah membunuh banyak peziarah, sampai digambarkan dalam sebuah syair:
Demi Allah, bila Bani Umayyah telah melakukan pembunuhan
terhadap putra dan putri Nabinya secara teraniaya,
kini keluarga saudara ayahnya (Bani Abbas) melakukan hal yang sama.
Maka esok lusa demi Allah ia akan menghancurkan kuburnya.
Mereka menyesal bila seandainya saja tidak ikut serta membunuhnya.
Tak segan lagi, Al-Mutawakkil melakukan pengawasan yang ketat terhadap Imam Ali Al-Hadi as di Madinah. Mata-mata khalifah senantiasa mengintai setiap langkah Imam as, lalu melaporkan padanya setiap gerak dan pembicaraanya.
Al-Mutawakkil merasa kuatir sekali setelah tahu kepribadian dan kedudukan Imam as di tengah-tengah masyarakat. Mereka begitu menghormati dan mencintainya, karena beliau berbuat baik kepada mereka dan menghabiskan sebagian besar waktunya di masjid.
Al-Mutawakkil mengirim Yahya bin Harsamah sebagai utusan khusus untuk menghadirkan Imam Ali as. Segera ia memasuki kota Madinah. Sementara itu, berita tentang rencana jahat Al-Mutawakkil telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, hingga orang-orang berkumpul di seputar tempat tinggal utusan khusus itu, sebagai bentuk kepedulian dan kekuatiran mereka atas apa yang akan terjadi pada diri Imam as.
Dalam pengkuannya, Yahya bin Harsamah mengatakan, “Aku sudah berupaya menenangkan mereka, dan bersumpah di hadapan mereka bahwa aku tidak diperintah untuk menyakitinya.”
Al-Mutawakkil senantiasa berpikir bagaimana cara menurunkan kedudukan tinggi Imam as di tengah masyarakat. Maka, sebagian penasehatnya mengusulkan untuk menebarkan berita-berita bohong yang dapat menjatuhkan kehormatan beliau, melalui saudaranya, Musa yang terkenal dengan perilakunya yang buruk.
Usulan tersebut disambut senang oleh Al-Mutawakkil. Segera ia memanggil Musa. Imam Ali as sendiri pernah memperingatkan saudaranya itu dengan ucapan, “Sesungguhnya khalifah menghadirkanmu untuk menghancurkan nama baikmu dan menyodorkan uang yang dapat menguasaimu. Maka, takutlah kepada Allah, wahai saudaraku dan jannganlah melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya!”
Musa tidak mau menghiraukan nasehat Imam as. Ia bertekad bulat untuk melakukannya, dan ternyata Al-mutawakkil justru merendahkannya. Sejak saat itu pula Khalifah itu tidak menyambut Musa lagi.
Kalimat Hak di Hadapan Orang Zalim
Ibnu Sikkit adalah salah seorang ulama besar. Abul Abbas Al-Mubarrad pernah memberikan kesaksian, “Aku tidak pernah melihat buku karya tulis orang-orang Baghdad yang lebih baik dari buku Ibnu Sikkit tentang Logika.”
Al-Mutawakkil meminta kepada Ibnu Sikkit untuk mengajar kedua anaknya; Al-Mu’taz dan Al-Mu’ayyad.
Suatu hari, Al-Mutawakkil bertanya kepada Ibnu Sikkit, “Mana yang paling kau cintai, kedua anakku ini ataukah Hasan dan Husain?”
Ibnu Sikkit menjawab dengan penuh kebencian, “Demi Allah, sesungguhnya pembantu Imam Ali bin Abi Thalib lebih baik dari pada kamu dan kedua anakmu itu!”
Mendengar jawaban Ibnu Sikkit tersebut, Al-Mutawakkil terperanjat dan begitu berang. Segera ia memerintahkan algojo Turki untuk mencabut lidahnya sampai mati. Demikianlah, Ibnu Sikkit pun pergi ke hadapan Allah SWT dan menemui kesyahidan.
Rasulullah saw telah bersabda, “Penghulu para syahid adalah Hamzah dan seorang yang mengatakan kalimat hak di depan penguasa yang zalim.”
Politik Al-Mutawakkil
Al-Mutawakkil telah menghambur-hamburkan kekayaan umat Islam. Hidupnya dipenuhi dengan foya-foya, serbamewah, dan sombong. Umurnya ia habiskan untuk bermabuk-mabukan dan berpesta pora dengan menghamburkan milyaran uang.
Sementara itu, betapa banyak orang yang hidup dalam kesusahan dan kefakiran, apalagi golongan Alawi (keluarga dan pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as) yang senantiasa menjalani hidup mereka dalam kefakiran yang mencekam. Belum lagi hak-hak mereka dirampas, sampai hal-hal yang sangat tidak bernilai dalam kehidupan mereka.
Imam Ali Al-Hadi as bersama putranya dipanggil ke kota Samara. Kemudian mereka diturunkan di sebuah kemah yang di sana sudah berbaris pasukan Al-Mutawakkil. Itu dilakukan supaya beliau berada di bawah pengawalan tentara-tentara yang sangat bengis dan dungu terhadap kedudukan Ahlulbait as.
Rupanya, tentara Al-Mutawakkil itu terdiri atas orang-orang Turki yang telah berbuat kejam, dengan membentuk kondisi dan menciptakan pribadi-pribadi yang tidak lagi mengerti kecuali ketaatan kepada raja-raja dan penguasa.
Beberapa Kisah Menarik
• Seseorang di antara tentara itu mempunyai anak yang tertimpa penyakit batu ginjal, kemudian seorang dokter menasehati agar anaknya menjalani operasi.
Pada saat operasi sedang berjalan, tiba-tiba anak tersebut mati. Lalu orang-orang mencelanya, “Kau telah membunuh anakmu sendiri, maka engkau pun harus bertanggung jawab atas kematiannya.”
Kemudian ia mengadu kepada Imam Al-Hadi as. Beliau mengatakan, “Bagi kamu tidak ada tanggung jawab apapun atas apa yang kamu perbuat. Ia meninggal hanya karena pengaruh obat, dan ajal anak tersebut memang sampai di situ.”
• Suatu hari, seorang anak menyodorkan bunga kepada Imam Ali Al-Hadi as. Lalu Imam as mengambil bunga itu seraya menciumnya dan meletakkan di atas kedua pelupuk matanya. Kemudian beliau memberikan kepada salah seorang sahabatnya sembari berkata, “Barang siapa mengambil bunga mawar atau selasih kemudian mencium dan meletakkannya di atas kedua pelupuk matanya, lalu membaca shalawat atas Muhammad dan keluarga sucinya, maka Allah akan menulis untuknya kebaikan sejumlah kerikil-kerikil di padang sahara, dan akan menghapuskan kejelekan-kejelekannya sebanyak itu pula.”
Yahya bin Hartsamah yang menyertai perjalanan Imam Ali as dari Madinah ke Samara mengatakan, “Kami berjalan sedang langit dalam keadaan cerah. Tiba-tiba Imam as meminta sahabat-sahabatnya untuk mempersiapkan sesuatu yang bisa melindungi mereka dari hujan.
Sebagian dari kami merasa heran. Malah sebagian yang lain tertawa meledek. selang beberapa saat, tiba-tiba langit mendung dan hujan pun turun begitu derasnya. Imam as menoleh kepadaku dan berkata, “Sungguh engkau telah mengingkari hal itu, lalu kau kira bahwa aku mengetahui alam gaib dan hal itu terjadi bukanlah sebagaimana yang kau kira. Akan tetapi, aku hidup di daerah pedalaman. Aku mengetahui angin yang mengiringi hujan dan angin telah berhembus. Aku mencium bau hujan itu, maka aku pun bersiap-siap.”
• Suatu hari, Al-Mutawakkil menderita sakit. Ia bernazar untuk menyedekahkan uang yang banyak tanpa menentukan berapa jumlahnya. Dan ketika ia hendak menunaikan nazarnya, para fuqaha (ahli hukum) berselisih pendapat tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh Al-Mutawakkil. Mereka pun tidak mendapatkan suatu kesepakatan.
Sebagian mereka mengusulkan untuk menanyakan masalah kepada Imam as. Tatkala ditanya tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan, Imam as menjawab, “Banyak itu adalah delapan puluh.”
Meresa belum puas. Mereka meminta dalil dari Imam as. Beliau mengatakan, “Allah berfirman, ‘Allah telah menolong kalian dalam berbagai kesempatan. Maka, Kami hitung medan-medan peperangan dalam Islam’. Dan jumlahnya medan peperangan itu adalah delapan puluh.”
Penggeledahan Rumah
Meskipun Imam Ali Al-Hadi as dalam tahanan rumah yang ketat, beliau tidak luput dari berbagai fitnah dan tuduhan kosong. Salah seorang di antara mereka melaporkan kepada Al-Mutawakkil, bahwa Imam as mengumpulkan senjata dan uang untuk mengadakan pemberontakan. Maka, Al-Mutawakkil memerintahkan Sa’id, penjaganya untuk memeriksa rumah beliau pada waktu malam, dan mengecek tentang kebenaran berita tersebut.
Tatkala ia memeriksa rumah Imam, ia dapati Imam as dalam sebuah kamar dan tidak ada sesuatu apapun di dalamnya kecuali sehelai tikar. Di dalamnya beliau sedang melakukan shalat dengan khusyuk.
Ia telah memeriksa rumah Imam as dengan awas dan jeli. Akan tetapi, ia tidak menemukan suatu apa pun. Kemudian ia berkata pada Imam, “Maafkan aku tuanku. Aku hanya diperintahkan.”
Imam as menjawab dengan sedih, “Sesungguhnya orang-orang yang zalim kelak akan mengetahui akibat perbuatan mereka sendiri.”
Kandang Binatang Buas
Seorang perempuan mengaku, bahwa dirinya adalah Zainab putri Ali bin Abi Thalib as. Ia berkata, bahwa masa mudanya terus berganti setiap 50 tahun.
Segera Al-Mutawakkil mengirimkan utusan dan bertanya kepada Bani Thalib. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Zainab as telah meninggal pada tanggal sekian dan telah dikuburkan. Akan tetapi, perempuan ini tetap saja bersikukuh pada pengakuannya.
Menteri Al-Mutawakkil yang bernama Al-Fath bin Khaqan jengkel melihat itu. Ia berkata, “Tidak ada yang bisa mengetahui tentang hal ini kecuali putra Imam Ridha as.”
Maka, Al-Mutawakkil mengutus utusan kepada Imam Ali Al-Hadi as dan menanyakan perihal perempuan tersebut padanya. Kemudian Imam as. menjawab, “Sesungguhnya terdapat tanda pada keturunan Ali as. Tanda itu adalah binatang buas tidak akan mengganggu dan menyakitinya. Maka, cobalah kumpulkan perempuan itu bersama binatang buas, dan bila dia tidak diterkam, maka dia benar.”
Tak tahan lagi, Al-Mutawakkil ingin sekali menguji kebenaran ucapan Imam as di atas. Beliau pun masuk ke dalam sangkar binatang buas dengan penuh keyakinan. Tiba-tiba binatang buas di dalamnya mengikuti beliau sambil mengebas-kebaskan ekor di telapak kaki beliau.
Saat itu Al-Mutawakkil memerintahkan untuk melemparkan wanita tersebut ke dalam sangkar itu. Tatkala binatang buas itu muncul, ia pun menjerit dan segera menarik balik pengakuannya.
Di Majelis Al-Mutawakkil
Di saat sedang mabuk, Al-Mutawakkil memerintahkan para pengawalnnya agar segera mendatangkan Imam Ali Al-Hadi as. Dengan cepat mereka bergegas menuju kediaman beliau. Sesampainya di sana, mereka memasuki rumah Imam as dengan keras dan menyeret beliau sampai di istana khilafah.
Ketika Imam as berdiri di hadapan Al-Mutawakkil, khalifah yang zalim itu mengambil kendi khamer dan meminumnya sampai mabuk, lalu ia mendekati Imam as dan menyodorkan segelas minuman haram tersebut kepada beliau.
Imam as menolak dan berkata, “Demi Allah, darah dagingku tidak bercampur sedikit pun dengan minuman ini.”
Hari Kesyahidan
Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pada Allah SWT, Imam Ali Al-Hadi as menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Cobaan demi cobaan telah beliau lewati dengan segenap ketabahan. Hingga akhirnya, pada tahun 254 Hijrih beliau menjumpai Tuhannya dalam keadaan syahid akibat racun yang merusak tubuhnya.
Ketika itu usia Imam Ali as menginjak usia 42 tahun. Beliau dimakamkan di kota Samara yang kini ramai dikunjungi kaum msulimin dari berbagai belahan dunia.
Murid-Murid Imam Ali
Meskipun Imam as senantiasa hidup di bawah pengawasan yang begitu ketat, namun beliau memiliki murid-murid yang tetap setia kepadanya. Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berjumpa dan bertatap muka dengan Imam as. Salah seorang dari mereka adalah Abdul ‘Azhim Al-Hasani.
Abdul ‘Azhim termasuk ulama besar dan seorang yang amat bertakwa. Dalam berbagai kesempatan, Imam Ali as seringkali memujinya. Ia senantiasa menunjukkan penentangannya terhadap penguasa. Kemudian ia bersembunyi di kota Rey dan meninggal di sana. Hingga sekarang ini, makam beliau masih selalu dipadati oleh para peziarah.
Murid beliau yang lain adalah Hasan bin Sa’id Al-Ahwazi. Ia juga termasuk sahabat Imam Ali Ar-Ridha as dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ia hidup di Kufah dan Ahwaz, kemudian pindah ke Qom dan meninggal dunia di sana. Hasan menyusun tiga puluh karya tulis di bidang Fiqih dan Akhlak. Di antara jajaran perawi, ia termasuk orang yang tsiqah (terdipercaya) dalam meriwatkan hadis-hadis.
Selain Abdul ‘Azhim dan Hasan, sahabat setia Imam Ali Al-Hadi as ialah Fadhl bin Syadzan An-Naisyaburi. Ia terkenal sebagai seorang ahli Fiqih besar dan ahli ilmu Kalam terkemuka.
Fadhl banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ali as. Bahkan, anaknya pun ikut menjadi salah seorang sahabat Imam Hasan Askari as. Imam Ali as sering memujinya. Ia menasehati orang-orang Khurasan untuk merujuk kepada Fadhl dalam berbagai masalah yang mereka hadapi.
Mutiara Hadis Imam Ali Al-Hadi
• “Barang siapa taat kepada Allah, maka ia tidak akan kuatir terhadap kekecewaan makhluk.”
• “Barang siapa tunduk pada hawa nafsunya, maka ia tidak akan selamat dari kejelekannya.”
• “Barang siapa rela tunduk terhadap hawa nafsunya, maka akan banyak orang-orang yang tidak suka padanya.”
• “Kemarahan itu terdapat pada orang-orang yang memiliki kehinaan.”
• “Pelaku kebaikan itu lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Sedang pelaku keburukan itu lebih buruk daripada keburukan itu sendiri.”
• “Cercaan itu lebih baik dari pada kedengkian.”
• Beliau berkata kepada Al-Mutawakkil, “Janganlah engkau menuntut janji kepada orang yang telah engkau khianati.”
Riwayat Singkat Imam Ali Al-Hadi
Nama : Ali.
Gelar : Al-Hadi.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Muhammad Al-Jawad.
Ibu : Samanah.
Kelahiran : Madinah, 15 Dzulhijjah 212 H / 8 September 828
Kesyahidan : 3 Rajab 254 H / 1 Juli 868
Usia : 22 tahun.
Makam : Samara, Irak
Hari Lahir
Imam Ali Al-Hadi as dilahirkan pada 15 Dzulhijjah 212 Hijriah di Madinah Al-Munawwarah. Beliau adalah Imam kesepuluh dari silsilah imam Ahlulbait as.
Ayah beliau ialah Imam Muhammad Al-Jawad as, dan ibu beliau berasal dari Maroko bernama Samanah; seorang wanita yang mulia dan bertakwa.
Ketika sang ayah syahid akibat diracun, Imam Al-Hadi as baru berusia 8 tahun. Pada usia yang masih sangat dini itu pula beliau memegang amanat Imamah (kepemimpinan Ilahi atas umat manusia).
Orang-orang memanggil Imam as dengan berbagai julukan, antara lain Al-Murtadha, Al-Hadi, An-Naqi, Al-’Alim, Al-Faqih, Al-Mu’taman, At-Thayyib. Yang paling masyhur di antara semua julukan itu adalah Al-Hadi dan An-Naqi.
Akhlak Luhur Imam
Imam Ali Al-Hadi as senantiasa menjalani kehidupannya dengan zuhud dan ibadah kepada Allah SWT. Di dalam sebuah kamar yang hanya dihiasai oleh selembar tikar kecil, beliau menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya.
Beliau menyambut orang-orang begitu ramah, berbelas kasih kepada orang-orang fakir, dan membantu orang-orang yang membutuhkannya.
Suatu hari, Khalifah Al-Mutawakkil mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar kepada beliau. Beliau membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin.
Pada kesempatan lain, Al-Mutawakil jatuh sakit sehingga para dokter pribadi khalifah kebingungan bagaimana mengobatinya. Lalu, ibu Al-mutawakil mengutus menterinya ,Al-Fath bin Khaqan untuk menemui Imam Ali as. Beliau segera memberinya obat yang reaksinya sangat cepat sekali, sehingga para dokter khalifah itu tercengang melihatnya.
Atas kesembuhan putranya, ibu khalifah mengirimkan uang sebesar 1.000 Dinar sebagai hadiah kepada Imam as, dan beliau pun membagi-bagikan uang tersebut kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Kisah Batu Cincin
Yunus An-Naqasi masuk datang ke rumah Imam Ali Al-Hadi as. Dalam keadaan gemetar ketakutan, ia berkata kepada beliau, “Wahai tuanku, seseorang dari istana telah datang kepadaku dengan membawa sepotong batu Firuz yang sangat berharga sekali. Ia memintaku untuk mengukirnya. Namun, ketika aku sedang melakukannya, batu tersebut terbelah jadi dua, padahal besok siang aku harus mengembalikannya. Bila dia tahu akan hal itu, pasti dia akan marah padaku.”
Imam as menenangkannya dan berkata, “Jangan kuatir! Tidak akan ada keburukan yang akan menimpamu. Bahkan, dengan izin Allah SWT engkau akan mendapatkan kebaikan darinya.”
Pada hari berikutnya, ajudan Khalifah datang dan berkata, “Sungguh aku telah mengubah pandanganku. Kalau sekiranya kamu bisa memotongnya menjadi dua, aku akan menambah upahmu!”
Pengukir tersebut berpura-pura berpikir padahal hatinya sangat bergembira. Kemudian berkata, “Baiklah, akan aku coba pesananmu itu!”
Akhirnya, pengawal Khalifah berterima kasih pada pengukir tersebut. Dari sana, pengukir itu bergegas menemui Imam Ali as untuk menumpahkan rasa terima kasih kepadanya. Dalam keadaan itu, Imam as berkata kepadanya, “Sungguh aku telah berdoa kepada Allah, semoga Dia memperlihatkan kebaikan khalifah kepadamu dan melindungimu dari kejahatannya.”
Al-Mutawakkil
Setelah Khalifah Al-Mu’tashim meninggal, kedudukannya digantikan oleh khalifah Al-Watsiq yang masa pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun 6 bulan. Setelah itu, pemerintahan jatuh ke tangan Al-Mutawakkil.
Pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil, kerusakan dan kezaliman telah mewabah di mana-mana. Pengaruh orang-orang Turki dalam kekhalifahan sangat kuat dan luas sekali, sehingga mereka menjadi pengendali jalannya roda pemerintahan dan khalifah Al-Mutawakkil pun menjadi alat permainan mereka.
Saat itu, kebencian Al-Mutawakkil terhadap Ahlulbait Nabi as dan Syi’ahnya begitu besar. Ia memerintahkan agar membuat sungai di atas makam Imam Husain as dan melarang kaum muslimin untuk menziarahi makamnya. Bahkan, ia telah membunuh banyak peziarah, sampai digambarkan dalam sebuah syair:
Demi Allah, bila Bani Umayyah telah melakukan pembunuhan
terhadap putra dan putri Nabinya secara teraniaya,
kini keluarga saudara ayahnya (Bani Abbas) melakukan hal yang sama.
Maka esok lusa demi Allah ia akan menghancurkan kuburnya.
Mereka menyesal bila seandainya saja tidak ikut serta membunuhnya.
Tak segan lagi, Al-Mutawakkil melakukan pengawasan yang ketat terhadap Imam Ali Al-Hadi as di Madinah. Mata-mata khalifah senantiasa mengintai setiap langkah Imam as, lalu melaporkan padanya setiap gerak dan pembicaraanya.
Al-Mutawakkil merasa kuatir sekali setelah tahu kepribadian dan kedudukan Imam as di tengah-tengah masyarakat. Mereka begitu menghormati dan mencintainya, karena beliau berbuat baik kepada mereka dan menghabiskan sebagian besar waktunya di masjid.
Al-Mutawakkil mengirim Yahya bin Harsamah sebagai utusan khusus untuk menghadirkan Imam Ali as. Segera ia memasuki kota Madinah. Sementara itu, berita tentang rencana jahat Al-Mutawakkil telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, hingga orang-orang berkumpul di seputar tempat tinggal utusan khusus itu, sebagai bentuk kepedulian dan kekuatiran mereka atas apa yang akan terjadi pada diri Imam as.
Dalam pengkuannya, Yahya bin Harsamah mengatakan, “Aku sudah berupaya menenangkan mereka, dan bersumpah di hadapan mereka bahwa aku tidak diperintah untuk menyakitinya.”
Al-Mutawakkil senantiasa berpikir bagaimana cara menurunkan kedudukan tinggi Imam as di tengah masyarakat. Maka, sebagian penasehatnya mengusulkan untuk menebarkan berita-berita bohong yang dapat menjatuhkan kehormatan beliau, melalui saudaranya, Musa yang terkenal dengan perilakunya yang buruk.
Usulan tersebut disambut senang oleh Al-Mutawakkil. Segera ia memanggil Musa. Imam Ali as sendiri pernah memperingatkan saudaranya itu dengan ucapan, “Sesungguhnya khalifah menghadirkanmu untuk menghancurkan nama baikmu dan menyodorkan uang yang dapat menguasaimu. Maka, takutlah kepada Allah, wahai saudaraku dan jannganlah melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya!”
Musa tidak mau menghiraukan nasehat Imam as. Ia bertekad bulat untuk melakukannya, dan ternyata Al-mutawakkil justru merendahkannya. Sejak saat itu pula Khalifah itu tidak menyambut Musa lagi.
Kalimat Hak di Hadapan Orang Zalim
Ibnu Sikkit adalah salah seorang ulama besar. Abul Abbas Al-Mubarrad pernah memberikan kesaksian, “Aku tidak pernah melihat buku karya tulis orang-orang Baghdad yang lebih baik dari buku Ibnu Sikkit tentang Logika.”
Al-Mutawakkil meminta kepada Ibnu Sikkit untuk mengajar kedua anaknya; Al-Mu’taz dan Al-Mu’ayyad.
Suatu hari, Al-Mutawakkil bertanya kepada Ibnu Sikkit, “Mana yang paling kau cintai, kedua anakku ini ataukah Hasan dan Husain?”
Ibnu Sikkit menjawab dengan penuh kebencian, “Demi Allah, sesungguhnya pembantu Imam Ali bin Abi Thalib lebih baik dari pada kamu dan kedua anakmu itu!”
Mendengar jawaban Ibnu Sikkit tersebut, Al-Mutawakkil terperanjat dan begitu berang. Segera ia memerintahkan algojo Turki untuk mencabut lidahnya sampai mati. Demikianlah, Ibnu Sikkit pun pergi ke hadapan Allah SWT dan menemui kesyahidan.
Rasulullah saw telah bersabda, “Penghulu para syahid adalah Hamzah dan seorang yang mengatakan kalimat hak di depan penguasa yang zalim.”
Politik Al-Mutawakkil
Al-Mutawakkil telah menghambur-hamburkan kekayaan umat Islam. Hidupnya dipenuhi dengan foya-foya, serbamewah, dan sombong. Umurnya ia habiskan untuk bermabuk-mabukan dan berpesta pora dengan menghamburkan milyaran uang.
Sementara itu, betapa banyak orang yang hidup dalam kesusahan dan kefakiran, apalagi golongan Alawi (keluarga dan pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as) yang senantiasa menjalani hidup mereka dalam kefakiran yang mencekam. Belum lagi hak-hak mereka dirampas, sampai hal-hal yang sangat tidak bernilai dalam kehidupan mereka.
Imam Ali Al-Hadi as bersama putranya dipanggil ke kota Samara. Kemudian mereka diturunkan di sebuah kemah yang di sana sudah berbaris pasukan Al-Mutawakkil. Itu dilakukan supaya beliau berada di bawah pengawalan tentara-tentara yang sangat bengis dan dungu terhadap kedudukan Ahlulbait as.
Rupanya, tentara Al-Mutawakkil itu terdiri atas orang-orang Turki yang telah berbuat kejam, dengan membentuk kondisi dan menciptakan pribadi-pribadi yang tidak lagi mengerti kecuali ketaatan kepada raja-raja dan penguasa.
Beberapa Kisah Menarik
• Seseorang di antara tentara itu mempunyai anak yang tertimpa penyakit batu ginjal, kemudian seorang dokter menasehati agar anaknya menjalani operasi.
Pada saat operasi sedang berjalan, tiba-tiba anak tersebut mati. Lalu orang-orang mencelanya, “Kau telah membunuh anakmu sendiri, maka engkau pun harus bertanggung jawab atas kematiannya.”
Kemudian ia mengadu kepada Imam Al-Hadi as. Beliau mengatakan, “Bagi kamu tidak ada tanggung jawab apapun atas apa yang kamu perbuat. Ia meninggal hanya karena pengaruh obat, dan ajal anak tersebut memang sampai di situ.”
• Suatu hari, seorang anak menyodorkan bunga kepada Imam Ali Al-Hadi as. Lalu Imam as mengambil bunga itu seraya menciumnya dan meletakkan di atas kedua pelupuk matanya. Kemudian beliau memberikan kepada salah seorang sahabatnya sembari berkata, “Barang siapa mengambil bunga mawar atau selasih kemudian mencium dan meletakkannya di atas kedua pelupuk matanya, lalu membaca shalawat atas Muhammad dan keluarga sucinya, maka Allah akan menulis untuknya kebaikan sejumlah kerikil-kerikil di padang sahara, dan akan menghapuskan kejelekan-kejelekannya sebanyak itu pula.”
Yahya bin Hartsamah yang menyertai perjalanan Imam Ali as dari Madinah ke Samara mengatakan, “Kami berjalan sedang langit dalam keadaan cerah. Tiba-tiba Imam as meminta sahabat-sahabatnya untuk mempersiapkan sesuatu yang bisa melindungi mereka dari hujan.
Sebagian dari kami merasa heran. Malah sebagian yang lain tertawa meledek. selang beberapa saat, tiba-tiba langit mendung dan hujan pun turun begitu derasnya. Imam as menoleh kepadaku dan berkata, “Sungguh engkau telah mengingkari hal itu, lalu kau kira bahwa aku mengetahui alam gaib dan hal itu terjadi bukanlah sebagaimana yang kau kira. Akan tetapi, aku hidup di daerah pedalaman. Aku mengetahui angin yang mengiringi hujan dan angin telah berhembus. Aku mencium bau hujan itu, maka aku pun bersiap-siap.”
• Suatu hari, Al-Mutawakkil menderita sakit. Ia bernazar untuk menyedekahkan uang yang banyak tanpa menentukan berapa jumlahnya. Dan ketika ia hendak menunaikan nazarnya, para fuqaha (ahli hukum) berselisih pendapat tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh Al-Mutawakkil. Mereka pun tidak mendapatkan suatu kesepakatan.
Sebagian mereka mengusulkan untuk menanyakan masalah kepada Imam as. Tatkala ditanya tentang berapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan, Imam as menjawab, “Banyak itu adalah delapan puluh.”
Meresa belum puas. Mereka meminta dalil dari Imam as. Beliau mengatakan, “Allah berfirman, ‘Allah telah menolong kalian dalam berbagai kesempatan. Maka, Kami hitung medan-medan peperangan dalam Islam’. Dan jumlahnya medan peperangan itu adalah delapan puluh.”
Penggeledahan Rumah
Meskipun Imam Ali Al-Hadi as dalam tahanan rumah yang ketat, beliau tidak luput dari berbagai fitnah dan tuduhan kosong. Salah seorang di antara mereka melaporkan kepada Al-Mutawakkil, bahwa Imam as mengumpulkan senjata dan uang untuk mengadakan pemberontakan. Maka, Al-Mutawakkil memerintahkan Sa’id, penjaganya untuk memeriksa rumah beliau pada waktu malam, dan mengecek tentang kebenaran berita tersebut.
Tatkala ia memeriksa rumah Imam, ia dapati Imam as dalam sebuah kamar dan tidak ada sesuatu apapun di dalamnya kecuali sehelai tikar. Di dalamnya beliau sedang melakukan shalat dengan khusyuk.
Ia telah memeriksa rumah Imam as dengan awas dan jeli. Akan tetapi, ia tidak menemukan suatu apa pun. Kemudian ia berkata pada Imam, “Maafkan aku tuanku. Aku hanya diperintahkan.”
Imam as menjawab dengan sedih, “Sesungguhnya orang-orang yang zalim kelak akan mengetahui akibat perbuatan mereka sendiri.”
Kandang Binatang Buas
Seorang perempuan mengaku, bahwa dirinya adalah Zainab putri Ali bin Abi Thalib as. Ia berkata, bahwa masa mudanya terus berganti setiap 50 tahun.
Segera Al-Mutawakkil mengirimkan utusan dan bertanya kepada Bani Thalib. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Zainab as telah meninggal pada tanggal sekian dan telah dikuburkan. Akan tetapi, perempuan ini tetap saja bersikukuh pada pengakuannya.
Menteri Al-Mutawakkil yang bernama Al-Fath bin Khaqan jengkel melihat itu. Ia berkata, “Tidak ada yang bisa mengetahui tentang hal ini kecuali putra Imam Ridha as.”
Maka, Al-Mutawakkil mengutus utusan kepada Imam Ali Al-Hadi as dan menanyakan perihal perempuan tersebut padanya. Kemudian Imam as. menjawab, “Sesungguhnya terdapat tanda pada keturunan Ali as. Tanda itu adalah binatang buas tidak akan mengganggu dan menyakitinya. Maka, cobalah kumpulkan perempuan itu bersama binatang buas, dan bila dia tidak diterkam, maka dia benar.”
Tak tahan lagi, Al-Mutawakkil ingin sekali menguji kebenaran ucapan Imam as di atas. Beliau pun masuk ke dalam sangkar binatang buas dengan penuh keyakinan. Tiba-tiba binatang buas di dalamnya mengikuti beliau sambil mengebas-kebaskan ekor di telapak kaki beliau.
Saat itu Al-Mutawakkil memerintahkan untuk melemparkan wanita tersebut ke dalam sangkar itu. Tatkala binatang buas itu muncul, ia pun menjerit dan segera menarik balik pengakuannya.
Di Majelis Al-Mutawakkil
Di saat sedang mabuk, Al-Mutawakkil memerintahkan para pengawalnnya agar segera mendatangkan Imam Ali Al-Hadi as. Dengan cepat mereka bergegas menuju kediaman beliau. Sesampainya di sana, mereka memasuki rumah Imam as dengan keras dan menyeret beliau sampai di istana khilafah.
Ketika Imam as berdiri di hadapan Al-Mutawakkil, khalifah yang zalim itu mengambil kendi khamer dan meminumnya sampai mabuk, lalu ia mendekati Imam as dan menyodorkan segelas minuman haram tersebut kepada beliau.
Imam as menolak dan berkata, “Demi Allah, darah dagingku tidak bercampur sedikit pun dengan minuman ini.”
Hari Kesyahidan
Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan pada Allah SWT, Imam Ali Al-Hadi as menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Cobaan demi cobaan telah beliau lewati dengan segenap ketabahan. Hingga akhirnya, pada tahun 254 Hijrih beliau menjumpai Tuhannya dalam keadaan syahid akibat racun yang merusak tubuhnya.
Ketika itu usia Imam Ali as menginjak usia 42 tahun. Beliau dimakamkan di kota Samara yang kini ramai dikunjungi kaum msulimin dari berbagai belahan dunia.
Murid-Murid Imam Ali
Meskipun Imam as senantiasa hidup di bawah pengawasan yang begitu ketat, namun beliau memiliki murid-murid yang tetap setia kepadanya. Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berjumpa dan bertatap muka dengan Imam as. Salah seorang dari mereka adalah Abdul ‘Azhim Al-Hasani.
Abdul ‘Azhim termasuk ulama besar dan seorang yang amat bertakwa. Dalam berbagai kesempatan, Imam Ali as seringkali memujinya. Ia senantiasa menunjukkan penentangannya terhadap penguasa. Kemudian ia bersembunyi di kota Rey dan meninggal di sana. Hingga sekarang ini, makam beliau masih selalu dipadati oleh para peziarah.
Murid beliau yang lain adalah Hasan bin Sa’id Al-Ahwazi. Ia juga termasuk sahabat Imam Ali Ar-Ridha as dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ia hidup di Kufah dan Ahwaz, kemudian pindah ke Qom dan meninggal dunia di sana. Hasan menyusun tiga puluh karya tulis di bidang Fiqih dan Akhlak. Di antara jajaran perawi, ia termasuk orang yang tsiqah (terdipercaya) dalam meriwatkan hadis-hadis.
Selain Abdul ‘Azhim dan Hasan, sahabat setia Imam Ali Al-Hadi as ialah Fadhl bin Syadzan An-Naisyaburi. Ia terkenal sebagai seorang ahli Fiqih besar dan ahli ilmu Kalam terkemuka.
Fadhl banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ali as. Bahkan, anaknya pun ikut menjadi salah seorang sahabat Imam Hasan Askari as. Imam Ali as sering memujinya. Ia menasehati orang-orang Khurasan untuk merujuk kepada Fadhl dalam berbagai masalah yang mereka hadapi.
Mutiara Hadis Imam Ali Al-Hadi
• “Barang siapa taat kepada Allah, maka ia tidak akan kuatir terhadap kekecewaan makhluk.”
• “Barang siapa tunduk pada hawa nafsunya, maka ia tidak akan selamat dari kejelekannya.”
• “Barang siapa rela tunduk terhadap hawa nafsunya, maka akan banyak orang-orang yang tidak suka padanya.”
• “Kemarahan itu terdapat pada orang-orang yang memiliki kehinaan.”
• “Pelaku kebaikan itu lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Sedang pelaku keburukan itu lebih buruk daripada keburukan itu sendiri.”
• “Cercaan itu lebih baik dari pada kedengkian.”
• Beliau berkata kepada Al-Mutawakkil, “Janganlah engkau menuntut janji kepada orang yang telah engkau khianati.”
Riwayat Singkat Imam Ali Al-Hadi
Nama : Ali.
Gelar : Al-Hadi.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Muhammad Al-Jawad.
Ibu : Samanah.
Kelahiran : Madinah, 15 Dzulhijjah 212 H / 8 September 828
Kesyahidan : 3 Rajab 254 H / 1 Juli 868
Usia : 22 tahun.
Makam : Samara, Irak
AL IMAM MUHAMMAD AN-NAQIB
Imam Muhammad An-Naqib
Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota 'Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah.
Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara' dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya.
Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-'Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin.
Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru.
Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya.
Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri
Penindasan Alawiyin di Madinah
Gerakan-gerakan perlawanan kaum Alawiyin membawa konsekuensi perlakuan yang tidak manusiawi dari penguasa Abbasiyah. Dampak dari gerakan itu, keluarga Alawiyin banyak menerima gangguan, cobaan dan penindasan. Di Madinah, akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh Muhammad bin Ja’far al-Shadiq, Harun al-Rasyid sebagai khalifah Abbasiyah saat itu memerintahkan panglimanya al-Jaludi untuk menghukum keluarga Abu Thalib dengan memenggal kepala pemimpin Alawiyin yang melakukan perlawanan, menjarah rumah-rumah keluarga Abu Thalib dan menjarahi wanita-wanita mereka tanpa menyisakan sepotong pakaian pun untuk mereka, hingga anting-anting dan peniti-peniti mereka sekalipun. Juga semua barang yang ada di dalam rumah, yang kecil maupun yang besar, semuanya diambil oleh pasukan Harun al-Rasyid. Begitulah situasi penindasan dan petaka yang dialami keluarga Abu Thalib pada masa itu. Kekerasan Abbasiyah terhadap keluarga Alawiyin mereda, ketika al-Ma’mun menjadi khalifah Abbasiyah pada tahun 198 hijriyah.
Pada tahun 199 hijriyah terdapat gerakan perlawanan Alawiyin kepada penguasa Abbasiyah di pimpin oleh Muhammad bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Ibnu Thabathaba’. Perlawanannya terus meluas hingga di Iraq dan Kufah, di mana terdapat banyak pengikut dan simpatisannya. Setelah Ibnu Thabathaba’ meninggal perjuangannya dilanjutkan oleh Muhammad bin Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kekuatan militer pun bertambah besar sehingga Basrah dapat dikuasai oleh tentara yang dipimpin oleh panglima Zaid bin Ja’far yang selanjutnya menjadi Gubernur kota itu. Di Baghdad, kota itu dikuasai oleh Muhammad bin Sulaiman bin Daud bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi gerakan perlawanan Alawiyin kalah di Kufah. Gerakan perlawanan Alawiyin lainnya dipimpin oleh Ibrahim bin Musa bin Ja’far al-Shadiq yang berhasil menguasai Yaman.
Masyarakat mendukung keluarga Alawiyin dan mempercayai mereka karena keutamaan-keutamaan yang mereka miliki seperti sifat wara’, berilmu, taqwa, benar dalam perkataan dan perbuatan. Tak heran bila muncul perlawanan-perlawanan kaum Alawiyin di banyak kawasan seperti Dailam, Khurasan, Ahwaz, Basrah, Kufah, Madinah, Mekkah, Afrika, Yaman dan lain-lain dari negeri negeri Islam, yang memperoleh dukungan dan bantuan rakyat
Dari Madinah ke Basrah
Imam Muhammad al-Naqib ialah kakek sayid Alawiyin Hadramaut yang pertama kali pindah dari kota Madinah ke kota Iraq dan menetap di Basrah. Kemungkinan di tahun 200 hijriyah, bersama rombongan Imam Ali al-Ridha, beliau mengadakan perjalanan ke Khurasan. Perjalanan tersebut dikarenakan undangan khalifah al-Ma’mun kepada Imam Ali al-Ridha yang akan diangkat menjadi putera mahkota. Menurut al-Isfahani, al-Ma’mun mengundang sekelompok keluarga Abi Thalib dan memerintahkan agar mereka dibawa menghadapnya dari Madinah. Al-Ma’mun memerintahkan agar mereka dikawal sepanjang jalan menuju Basrah sampai mereka tiba ke hadapannya.
Sampai di Basrah, Imam Muhammad al-Naqib menetap di kota itu sedangkan Imam al-Ridha melanjutkan perjalanan ke Ahwaz, Syiraz hingga tiba di Merv, ibukota Khurasan. Kemudian al-Ma’mun mengundang Imam al-Ridha dan menyampaikan maksud itu. Imam al-Ridha, dibawah ancaman al-Ma’mun terpaksa menerima pengangkatan beliau sebagai putera mahkota. Untuk menghindari keterlibatannya dalam pelaksanaan pemerintahan, beliau menerima jabatan tersebut dengan syarat bahwa penerimaan beliau hanyalah bersifat simbolis, tanpa beliau terlibat secara nyata dalam urusan pemerintahan atau mengemban sesuatu tanggung jawab kenegaraan.
Setelah itu segera al-Ma’mun memerintahkan wazirnya al-Fadh bin Sahl mengumumkan kepada masyarakat mengenai ketetapan itu dan pandangannya terhadap Imam al-Ridha serta niatnya untuk mengangkat beliau sebagai putera mahkota yang akan menggantikannya sepeninggalannya, dan bahwa dia telah menamakan beliau dengan al-Ridha. Al-Ma’mun juga memerintahkan al-Fadh agar mengumumkakan kepada rakyat bahwa dia telah mengganti lambang Daulat Abbasiyah, yakni pakaian hitam, dengan lambang berwarna hijau. Pada kesempatan itu dia mengenakan pakaian berwarna hijau.
Keturunan Imam Muhammad al-Nagib
Diantara keturunan Imam Muhammad al-Naqib ialah : Isa digelari dengan al-Rummi, Yahya, Hasan, Musa, Ja’far, Ibrahim, Ishaq dan Ali. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 234 Hijriyah.
Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-'Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota 'Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah.
Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara' dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya.
Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-'Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin.
Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru.
Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya.
Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri
Penindasan Alawiyin di Madinah
Gerakan-gerakan perlawanan kaum Alawiyin membawa konsekuensi perlakuan yang tidak manusiawi dari penguasa Abbasiyah. Dampak dari gerakan itu, keluarga Alawiyin banyak menerima gangguan, cobaan dan penindasan. Di Madinah, akibat yang ditimbulkan dengan terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh Muhammad bin Ja’far al-Shadiq, Harun al-Rasyid sebagai khalifah Abbasiyah saat itu memerintahkan panglimanya al-Jaludi untuk menghukum keluarga Abu Thalib dengan memenggal kepala pemimpin Alawiyin yang melakukan perlawanan, menjarah rumah-rumah keluarga Abu Thalib dan menjarahi wanita-wanita mereka tanpa menyisakan sepotong pakaian pun untuk mereka, hingga anting-anting dan peniti-peniti mereka sekalipun. Juga semua barang yang ada di dalam rumah, yang kecil maupun yang besar, semuanya diambil oleh pasukan Harun al-Rasyid. Begitulah situasi penindasan dan petaka yang dialami keluarga Abu Thalib pada masa itu. Kekerasan Abbasiyah terhadap keluarga Alawiyin mereda, ketika al-Ma’mun menjadi khalifah Abbasiyah pada tahun 198 hijriyah.
Pada tahun 199 hijriyah terdapat gerakan perlawanan Alawiyin kepada penguasa Abbasiyah di pimpin oleh Muhammad bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Ibnu Thabathaba’. Perlawanannya terus meluas hingga di Iraq dan Kufah, di mana terdapat banyak pengikut dan simpatisannya. Setelah Ibnu Thabathaba’ meninggal perjuangannya dilanjutkan oleh Muhammad bin Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kekuatan militer pun bertambah besar sehingga Basrah dapat dikuasai oleh tentara yang dipimpin oleh panglima Zaid bin Ja’far yang selanjutnya menjadi Gubernur kota itu. Di Baghdad, kota itu dikuasai oleh Muhammad bin Sulaiman bin Daud bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi gerakan perlawanan Alawiyin kalah di Kufah. Gerakan perlawanan Alawiyin lainnya dipimpin oleh Ibrahim bin Musa bin Ja’far al-Shadiq yang berhasil menguasai Yaman.
Masyarakat mendukung keluarga Alawiyin dan mempercayai mereka karena keutamaan-keutamaan yang mereka miliki seperti sifat wara’, berilmu, taqwa, benar dalam perkataan dan perbuatan. Tak heran bila muncul perlawanan-perlawanan kaum Alawiyin di banyak kawasan seperti Dailam, Khurasan, Ahwaz, Basrah, Kufah, Madinah, Mekkah, Afrika, Yaman dan lain-lain dari negeri negeri Islam, yang memperoleh dukungan dan bantuan rakyat
Dari Madinah ke Basrah
Imam Muhammad al-Naqib ialah kakek sayid Alawiyin Hadramaut yang pertama kali pindah dari kota Madinah ke kota Iraq dan menetap di Basrah. Kemungkinan di tahun 200 hijriyah, bersama rombongan Imam Ali al-Ridha, beliau mengadakan perjalanan ke Khurasan. Perjalanan tersebut dikarenakan undangan khalifah al-Ma’mun kepada Imam Ali al-Ridha yang akan diangkat menjadi putera mahkota. Menurut al-Isfahani, al-Ma’mun mengundang sekelompok keluarga Abi Thalib dan memerintahkan agar mereka dibawa menghadapnya dari Madinah. Al-Ma’mun memerintahkan agar mereka dikawal sepanjang jalan menuju Basrah sampai mereka tiba ke hadapannya.
Sampai di Basrah, Imam Muhammad al-Naqib menetap di kota itu sedangkan Imam al-Ridha melanjutkan perjalanan ke Ahwaz, Syiraz hingga tiba di Merv, ibukota Khurasan. Kemudian al-Ma’mun mengundang Imam al-Ridha dan menyampaikan maksud itu. Imam al-Ridha, dibawah ancaman al-Ma’mun terpaksa menerima pengangkatan beliau sebagai putera mahkota. Untuk menghindari keterlibatannya dalam pelaksanaan pemerintahan, beliau menerima jabatan tersebut dengan syarat bahwa penerimaan beliau hanyalah bersifat simbolis, tanpa beliau terlibat secara nyata dalam urusan pemerintahan atau mengemban sesuatu tanggung jawab kenegaraan.
Setelah itu segera al-Ma’mun memerintahkan wazirnya al-Fadh bin Sahl mengumumkan kepada masyarakat mengenai ketetapan itu dan pandangannya terhadap Imam al-Ridha serta niatnya untuk mengangkat beliau sebagai putera mahkota yang akan menggantikannya sepeninggalannya, dan bahwa dia telah menamakan beliau dengan al-Ridha. Al-Ma’mun juga memerintahkan al-Fadh agar mengumumkakan kepada rakyat bahwa dia telah mengganti lambang Daulat Abbasiyah, yakni pakaian hitam, dengan lambang berwarna hijau. Pada kesempatan itu dia mengenakan pakaian berwarna hijau.
Keturunan Imam Muhammad al-Nagib
Diantara keturunan Imam Muhammad al-Naqib ialah : Isa digelari dengan al-Rummi, Yahya, Hasan, Musa, Ja’far, Ibrahim, Ishaq dan Ali. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 234 Hijriyah.
AL IMAM MUHAMMAD AL-JAWAD
Imam Muhammad Al-Jawad
Dikenal juga dengan gelar at-Taqi, dan dijuluki Abu Ja'far adalah Imam ke-9 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Ia lahir di Madinah, pada 10 Rajab 195 H. (8 April 811 M), dan wafat pada hari Selasa, Akhir Dzul-Hijjah 220 H. (Desember 835), pada usia 25 tahun, dan dimakamkan di Kazimain, Baghdad, Iraq. Jumlah Anak beliau 4 Orang, 2 laki-laki dan 2 perempuan
Anak Laki-laki : Ali, Musa
Anak Perempuan : Fatimah, Umamah
Riwayat Hidup
Ahlul Bait Nabi saww yang akan kita bicarakan kAli ini adalah Imam Muhammad al Jawad. Beliau adalah putra dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. yang dikenal sebagai orang yang zuhud, alim serta ahli ibadah. lbunya Sabikah, berasal dari kota Naubiyah. Di masa kanak-kanaknya beliau dibesarkan, diasuh dan dididik oleh ayahandanya sendiri selama 4 tahun. Kemudian ayahandanya diharuskan pindah dari Madinah ke Khurasan. ltulah pertermuan terakhir antara beliau dengan ayahnya, sebab ayahnya kemudian mati diracun. Sejak tanggal 17 Safar 203 Hijriah, Imam Muhammad aL-Jawad memegang tanggung jawab keimaman atas pernyataan ayahandanya sendiri serta titah dari Ilahi.
Beliau hidup di zaman peralihan antara al-Amin dan al-Makmun. Pada masa kecilnya beliau merasakan adanya kekacauan di negerinya. Beliau juga mendengar pengangkatan ayahnya sehagai putra mahkota yang mana kemudian terdengar kabar tentang kematian ayahnya. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan sifal-sifat yang mulia serta tingkat kecerdasan yang tinggi. Dikisahkan bahwa ketika ayahnya dipanggil ke Baghdad, beliau ikut mengantarkannya sampai ke Makkah. Kemudian ayahnya tawaf dan berpamitan kepada Baitullah. Melihat ayahnya yang berpamitan kepada Baitullah, beliau akhirnya duduk dan tidak mau berjalan. Setelah ditanya, beliau menjawab: "Bagaimana mungkin saya bisa meninggalkan tempat ini kalau ayah sudah berpamitan dengan Bait ini untuk tidak kembali kemari". Dengan kecerdasannya yang tinggi beliau yang masih berusia empat tahun lebih bisa merasakan akan dekatnya perpisahan dengan ayahnya.
Dalam bidang keilmuan, beliau telah dikenal karena seringkali berdiskusi dengan para ulama di zamannya. Beliau mengungguli mereka semua, baik dalam bidang fiqih, hadis, tafsir dan lain-lainnya. Melihat kepandaiannya, al-Makmun sebagai raja saat itu, berniat mengawinkan Imam Muhammad al-Jawad dengan putrinya, Ummu Fadhl.
Rencana ini mendapat tantangan keras dari kaum kerabatnya, karena mereka takut Ahlul Bait Rasulullah saww akan mengambil alih kekuasaan. Mereka kemudian mensyaratkan agar Imam dipertemukan dengan seorang ahli agama Abbasiyah yang bernama Yahya bin Aktsam. Pertemuan pun diatur, sementara Qodhi Yahya bin Aktsam sudah berhadapan dengan Imam. Tanya jawab pun terjadi, ternyata pertanyaan Qodi Yahya bin Aktsam dapat dijawab oleh Imam dengan benar dan fasih. namun pcrtanyaan Imam tak mampu dijawabnya. Gemparlah semua hadirin yang ikut hadir saat itu. Demikian pula halnya dengan al-Makmun, juga mersa kagum sembari herkata: "Anda hebat sekali, wahai Abu Ja'far". Imam pun akhirnya dinikahkan dengan anaknya Ummu al-Hadlil, dan sebagai tanda suka cita, al-Makmun kemudian membagi-bagikan hadiah secara royal kepada rakyatnya. Setahun setelah pernikahannya Imam kembali ke Madinah hersama istrinya dan kembali mengajarkan agama Allah.
Meskipun di zaman al-Makmun, Ahlul Bait merasa lebih aman dari zaman sebelumnya, namun beberapa pemberontakan masih juga terjadi. Itu semua dikarenakan adanya perlakuan-perlakuan yang semena-mena dan para bawahan al-Makmun dan juga akibat politik yang tidak lurus kepada umat.
Setelah Al-Makmun mati, pemerintahan dipimpin oleh Muktasim. Muktasim menunjukkan sifat kebencian kepada Ahlul Bait, seperti juga para pendahulunya. Penyiksaan, penganiayaan dan pembunuhan terjadi lagi, hingga pemberontakan terjadi dimana-mana dan semua mengatasnamakan "Ahlul Bait Rasulullah saww". Melihat pengaruh Imam Muhammad yang sangat besar ditengah masyarakat, serta kemuliaan dan peranannya dalam bidang politik, ilmiah serta kemasyarakatan, maka al-Muktasim tidak berbeda dengan para pendahulunya dalam hal takutnya terhadap keimamahan Ahlul Bait Rasulullah saww.
Pada tahun 219 H karena kekhawatirannya al-Muktasim meminta Imam pindah dari Madinah ke Baghdad sehingga Imam berada dekat dengan pusat kekuasaan dan pengawasan. Kepergiannya dielu-elukan oleh rakyat di sepanjang jalan.
Tidak lama kemudian, tepatnya pada tahun 220 H, Imam wafat melalui rencana pembunuhan yang diatur oleh Muktasim yaitu dengabn cara meracuninya. Menurut riwayat beliau diracun oleh istrinya sendiri, Ummu Fadl, putri al-Makmun atas hasutan al-Muktasim. Imam Muhamad wafat dalam usia relatiisf muda yaitu 25 tahun dan dimakamkan disamping datuknya, Imam Musa Kazim, di Kazimiah, perkuburan Qurays di daerah pinggiran kota Bagdad. Meskipun beliau syahid dalam umur yang relatif muda, namun jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mendidik umat sangatlah besar sekali..
Dikenal juga dengan gelar at-Taqi, dan dijuluki Abu Ja'far adalah Imam ke-9 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Ia lahir di Madinah, pada 10 Rajab 195 H. (8 April 811 M), dan wafat pada hari Selasa, Akhir Dzul-Hijjah 220 H. (Desember 835), pada usia 25 tahun, dan dimakamkan di Kazimain, Baghdad, Iraq. Jumlah Anak beliau 4 Orang, 2 laki-laki dan 2 perempuan
Anak Laki-laki : Ali, Musa
Anak Perempuan : Fatimah, Umamah
Riwayat Hidup
Ahlul Bait Nabi saww yang akan kita bicarakan kAli ini adalah Imam Muhammad al Jawad. Beliau adalah putra dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. yang dikenal sebagai orang yang zuhud, alim serta ahli ibadah. lbunya Sabikah, berasal dari kota Naubiyah. Di masa kanak-kanaknya beliau dibesarkan, diasuh dan dididik oleh ayahandanya sendiri selama 4 tahun. Kemudian ayahandanya diharuskan pindah dari Madinah ke Khurasan. ltulah pertermuan terakhir antara beliau dengan ayahnya, sebab ayahnya kemudian mati diracun. Sejak tanggal 17 Safar 203 Hijriah, Imam Muhammad aL-Jawad memegang tanggung jawab keimaman atas pernyataan ayahandanya sendiri serta titah dari Ilahi.
Beliau hidup di zaman peralihan antara al-Amin dan al-Makmun. Pada masa kecilnya beliau merasakan adanya kekacauan di negerinya. Beliau juga mendengar pengangkatan ayahnya sehagai putra mahkota yang mana kemudian terdengar kabar tentang kematian ayahnya. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan sifal-sifat yang mulia serta tingkat kecerdasan yang tinggi. Dikisahkan bahwa ketika ayahnya dipanggil ke Baghdad, beliau ikut mengantarkannya sampai ke Makkah. Kemudian ayahnya tawaf dan berpamitan kepada Baitullah. Melihat ayahnya yang berpamitan kepada Baitullah, beliau akhirnya duduk dan tidak mau berjalan. Setelah ditanya, beliau menjawab: "Bagaimana mungkin saya bisa meninggalkan tempat ini kalau ayah sudah berpamitan dengan Bait ini untuk tidak kembali kemari". Dengan kecerdasannya yang tinggi beliau yang masih berusia empat tahun lebih bisa merasakan akan dekatnya perpisahan dengan ayahnya.
Dalam bidang keilmuan, beliau telah dikenal karena seringkali berdiskusi dengan para ulama di zamannya. Beliau mengungguli mereka semua, baik dalam bidang fiqih, hadis, tafsir dan lain-lainnya. Melihat kepandaiannya, al-Makmun sebagai raja saat itu, berniat mengawinkan Imam Muhammad al-Jawad dengan putrinya, Ummu Fadhl.
Rencana ini mendapat tantangan keras dari kaum kerabatnya, karena mereka takut Ahlul Bait Rasulullah saww akan mengambil alih kekuasaan. Mereka kemudian mensyaratkan agar Imam dipertemukan dengan seorang ahli agama Abbasiyah yang bernama Yahya bin Aktsam. Pertemuan pun diatur, sementara Qodhi Yahya bin Aktsam sudah berhadapan dengan Imam. Tanya jawab pun terjadi, ternyata pertanyaan Qodi Yahya bin Aktsam dapat dijawab oleh Imam dengan benar dan fasih. namun pcrtanyaan Imam tak mampu dijawabnya. Gemparlah semua hadirin yang ikut hadir saat itu. Demikian pula halnya dengan al-Makmun, juga mersa kagum sembari herkata: "Anda hebat sekali, wahai Abu Ja'far". Imam pun akhirnya dinikahkan dengan anaknya Ummu al-Hadlil, dan sebagai tanda suka cita, al-Makmun kemudian membagi-bagikan hadiah secara royal kepada rakyatnya. Setahun setelah pernikahannya Imam kembali ke Madinah hersama istrinya dan kembali mengajarkan agama Allah.
Meskipun di zaman al-Makmun, Ahlul Bait merasa lebih aman dari zaman sebelumnya, namun beberapa pemberontakan masih juga terjadi. Itu semua dikarenakan adanya perlakuan-perlakuan yang semena-mena dan para bawahan al-Makmun dan juga akibat politik yang tidak lurus kepada umat.
Setelah Al-Makmun mati, pemerintahan dipimpin oleh Muktasim. Muktasim menunjukkan sifat kebencian kepada Ahlul Bait, seperti juga para pendahulunya. Penyiksaan, penganiayaan dan pembunuhan terjadi lagi, hingga pemberontakan terjadi dimana-mana dan semua mengatasnamakan "Ahlul Bait Rasulullah saww". Melihat pengaruh Imam Muhammad yang sangat besar ditengah masyarakat, serta kemuliaan dan peranannya dalam bidang politik, ilmiah serta kemasyarakatan, maka al-Muktasim tidak berbeda dengan para pendahulunya dalam hal takutnya terhadap keimamahan Ahlul Bait Rasulullah saww.
Pada tahun 219 H karena kekhawatirannya al-Muktasim meminta Imam pindah dari Madinah ke Baghdad sehingga Imam berada dekat dengan pusat kekuasaan dan pengawasan. Kepergiannya dielu-elukan oleh rakyat di sepanjang jalan.
Tidak lama kemudian, tepatnya pada tahun 220 H, Imam wafat melalui rencana pembunuhan yang diatur oleh Muktasim yaitu dengabn cara meracuninya. Menurut riwayat beliau diracun oleh istrinya sendiri, Ummu Fadl, putri al-Makmun atas hasutan al-Muktasim. Imam Muhamad wafat dalam usia relatiisf muda yaitu 25 tahun dan dimakamkan disamping datuknya, Imam Musa Kazim, di Kazimiah, perkuburan Qurays di daerah pinggiran kota Bagdad. Meskipun beliau syahid dalam umur yang relatif muda, namun jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mendidik umat sangatlah besar sekali..
Rabu, 28 April 2010
AL IMAM ALI AR-RIDHA
Imam Ali Ar-Ridha
Imam Ali bin Musa Al-Kadzim, dilahirkan di Madinah, 11 Dzulkaidah 148 H - Masyhad, 17 Safar 203 H ( diperkirakan 1 Januari 765 - 26 Mei 818) adalah imam ke-8 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Dalam Bahasa Persia, Beliau sering dipanggil dengan nama Imam Reza dan dijuluki dengan panggilan Abu al-Hasan. Beliau hidup pada masa berkuasanya tiga orang Khalifah Bani Abbasiyah yaitu Harun ar-Rasyid, al-Amin dan al-Ma'mun dan diangkat oleh al-Ma'mun menjadi putra mahkota kekhalifahan dimana hal ini menyebabkan pemberontakan dari keluarga Bani Abbasiyah lainnya terhadap al-Ma'mun.
Imam Musa as. berwasiat dan memberi isyarat kepada sahabat-sahabatnya mengenai keimamahan putranya, Ali Ar-Ridha.
Ali bin Yaqthin berkata, “Pernah aku bersama Abdus Saleh (salah satu gelar Imam Musa Kazim, penj.), tiba-tiba datang Ali Ar-Ridha as. lalu beliau (Imam Musa) berkata,
“Wahai Ali bin Yaqthin, dialah penghulu anak-anakku”.
Hisyam menambahkan, “Sesungguhnya aku beritakan kepadamu bahwa dia adalah Imam setelahku”.
Demikian pula salah seorang sahabatnya pernah bertanya tentang Imam sepeninggalnya, Imam Musa as. memberi isyarat kepada anaknya Ali Ar-Ridha sambil berkata, “Dialah Imam (pemimpin) setelahku”.
Pada masa itu, situasi amat menguatirkan, sehingga Imam Musa as. berwasiat kepada para sahabatnya agar merahasiakan keimamahan putranya, Ali Ar-Ridha as.
Budi Pekerti Yang Agung
Para Imam Ahlul Bait as. adalah manusia-manusia pilihan. Mereka dipilih oleh Allah SWT. untuk membimbing masyarakat secara benar dan menjadi contoh yang paling unggul untuk mencapai derajat kemanusiaan dan akhlak mulia.
Ibrahim bin Abbas mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Abal Hasan Ar-Ridha as. mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah menolak permintaan seseorang tatkala dia mampu membantunya.
“Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis. Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum. Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan suprah dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan. Dan barang siapa yang mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah kau percaya”.
Seorang laki-laki menyertai Imam Ar-Ridha dalam perjalanannya ke Khurasan. Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan. Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama. Orang itu lalu berkata, ”Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu jamuan makan?”.
“Sesungguhnya Allah swt. satu, manusia lahir dari satu bapak dan satu ibu, mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan”, demikian jawab Imam as.
Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau, wahai Abal Hasan (panggilan Imam Ar-Ridha)!”.
Imam menjawab, ”Ketakwaanlah yang memuliakan mereka, wahai saudaraku!”.
Salah seorang bersumpah dan berkata, “Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia”.
Imam menjawabnya, “Janganlah engkau bersumpah seperti itu, sebab orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah. Demi Allah, Dzat yang menorehkan ayat ini, “Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa”.
Pernah suatu saat, Imam Ali Ar-Ridha as. berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum. Tiba-tiba masuk seorang warga Khurasan dan berkata, “Salam atasmu wahai putra Rasulullah, aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu, aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku, tak satupun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak”.
Dengan nada lembut, Imam Ar-Ridha as. berkata kepadanya, “Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!”.
Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, “Mana orang Khurasan itu?”.
Orang Khurasan itu mendekat dan Imam berkata, “Ini dua ratus Dinar, pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami”.
Orang Khurasan itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.
Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, “Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu wahai putra Rasulullah?”
Imam berkata, “Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah kau mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi akan memenuhi 70 kali haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni’”.
Jangan Merasa Bangga!
Ahmad Bizanthi adalah salah seorang ulama terkemuka dan seringkali surat menyurat dengan Imam Ali Ar-Ridha. Kemudian, ia mengakui kebenaran kedudukan beliau sebagai imam.
Bizanthi pernah menceritakan pengalamannya berikut ini:
“Imam Ar-Ridha as. memintaku datang menjumpainya dan mengirimkan keledai kepadaku sebagai kendaraan. Sesampainya di sana, kami duduk dalam sebuah pembahasan. Hingga tiba waktu ‘Isya, kami melaksanakan shalat. Seusai shalat, Imam meminta kepadaku untuk bermalam.
Aku menjawab, ”Tidak demi jiwaku yang menjadi tebusanmu, aku tidak membawa mantel (selimut) dan pakaian”.
Beliau berkata kepadaku, ”Allah akan melewatkan malammu dalam keadaaan sehat dan kami akan tidur di atap rumah”.
Sementara Imam turun, aku berkata pada diriku sendiri, ”Sungguh aku telah mendapatkan kemulian dari Imam yang aku tidak temukan pada orang lain, aku telah tertipu oleh setan”.
Di waktu subuh, Imam membangunkanku sambil memegang tanganku. Kepadaku beliau menuturkan, “Suatu hari, Amirul Mukminin Ali as. menengok Sa’sa’ah bin Sauhan yang tengah sakit. Ketika dia hendak bangun, Amirul Mukminin berkata kepadanya, “Wahai Sa’sa’ah, janganlah engkau merasa bangga terhadap saudara-saudaramu hanya karena aku menjengukmu”.
Seakan-akan Imam membaca apa yang terlindas dalam pikiran Bizanthi. Beliau menasehatinya dan mengingatkan kakeknya, Imam Ali bin Ali Thalib as. bagaimana menjenguk salah seorang sahabatnya.
Nasihat untuk Saudara
Zaid adalah saudara Imam Ali Ar-Ridha as. Dia melakukan pemberontakan di kota Basrah dan membakari rumah orang-orang Abbasiyah, sehingga dia digelari dengan Sang Api.
Khalifah Ma’mun segera mengirim pasukan besar dan terjadilah pertempuran sengit. Di sana, Zaid menyerah dan meminta damai. Namun akhirnya ia tertangkap dan dipenjara.
Tatkala Imam Ali Ar-Ridha as. diangkat oleh Ma’mun sebagai pengganti khalifah, Ma’mun memutuskan untuk mengirimkan Zaid kepada Imam. Imam as. sangat marah atas perbuatan saudaranya yang membakar rumah dan merampas harta benda rakyat tanpa hak.
Kepada saudaranya Imam as. berkata, “Duhai Zaid, apa yang membuat engkau tertipu hingga engkau menumpahkan darah dan merampok?! Apakah kau tertipu oleh perkataan orang-orang Kufah, bahwa Fatimah as. telah disucikan rahimnya sehingga Allah mengharamkan anak keturunannya dari api neraka?! Celakalah kau Zaid! Sesungguhnya yang dimaksudkan Rasul saw. dari perkataan itu bukanlah aku, bukan pula kau, akan tetapi Hasan dan Husain.
“Demi Allah, sesungguhnya keselamatan dari api neraka itu tidak akan didapati kecuali ketaatan kepada Allah swt. Apakah kau mengira akan masuk surga dengan tetap bermaksiat kepada Allah?! Kalau begitu, kau lebih besar daripada Allah dan dari ayahmu Musa bin Ja’far as.!”.
Zaid berkata,”Bukankah aku saudaramu?!”.
Imam menjawab, “Ya, kau saudaraku selama kau taat kepada Allah. Bagaimana Nabi Nuh as. memohon, ‘Tuhanku, sesungguhnya anakku dari keluargaku dan janjimu pasti nyata dan engkau maha pengasih’.
“Dan bagaimana Allah membalasnya, ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah dari keluargamu, karena dia bukan perbuatan saleh’.
“Demi Allah wahai Zaid! Tidak seorang pun akan mendapatkan kedudukan di sisi Allah kecuali ketaatan kepada-Nya”.
Di Majelis Ma’mun
Ma’mun mengumpulkan para pemuka agama dan tokoh-tokoh madzhab Islam, lalu memerintahkan mereka untuk berdiskusi dengan Imam Ali Ar-Ridha as. Ma’mun melakukan itu hanya untuk menjatuhkan Imam di hadapan soal-soal mereka.
Imam as. bertanya kepada seorang sahabatnya yang bermanaHassan Naufal, “Apakah engkau tahu mengapa Ma’mun mengumpulkan para pemuka agama dan tokoh madzhab itu?”.
Naufal menjawab, “Dia ingin sekali mengujimu”.
Imam berkata, “Senangkah engkau melihat saat-saat Ma’mun menyesali perbuatannya?”.
“Tentu”, jawab Naufal.
Imam berkata, “Yaitu tatkala dia mendengar jawabanku dari kitab Taurat terhadap penganut Taurat, jawabanku dari kitab Injil tehadap penganut Injil, jawabanku dari kitab Zabur terhadap penganut Zabur, dan jawabanku dari kitab Ibraniyyah terhadap kaum Sabiah”.
Imam Ali Ar-Ridha as. menyiapkan perjalanannya bersama sahabatnya ke istana Khalifah. Setelah sampai dan istirahat sejenak, diskusi pun dimulai.
Jatsliq berkata, “Saya tidak ingin berdiskusi dengan orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagai dalilnya, karena aku mengingkarinya, dan juga orang yang menggunakan hadis Nabi Muhammad, karena aku tidak mempercayai kenabiannya”.
Imam Ar-Ridha as. berkata, “Jika aku berdalil dengan kitab Injil, apakah engkau akan beriman?”.
“Tentu, saya akan menerimanya”, begitu tegas Jatsliq.
Lalu Imam Ali Ar-Ridha as. membacakan beberapa ayat Injil yang di dalamnya Nabi Isa as. mengabarkan kedatangan nabi setelahnya, sebagaimana yang juga diberitakan oleh Hawariyyun (sabahat setia Nabi Isa). Imam juga membacakan sebagian ayat dari Injil Yohanes.
Jatsliq dengan penuh keheranan berkata, “Demi kebenaran Isa Al-Masih, aku tidak pernah menyangka bahwa di antara ulama muslim ada orang sepertimu”.
Kemudian Imam Ali Ar-Ridha berpaling kepada pemuka Yahudi dan berdalil dengan ayat-ayat Taurat dan Zabur.
Tak ketinggalan pula, Imran Ash-Shabi yang ahli dalam ilmu Kalam. Dia bertanya kepada Imam tentang keesaan Tuhan dan masalah-masalah Kalam lainnya.
Ketika masuk waktu zuhur, Imam as. bangkit untuk melaksanakan shalat. Setelah itu, beliau melanjutkan diskusi dengan Imran sampai dia mengakui kebenaran agama Allah yang hak. Lalu dia menghadap kiblat dan bersujud kepada Allah untuk menyatakan keislamannya.
Perjalanan ke Moro
Tak seorangpun tahu alasan sebenarnya yang mendorong Khalifah Ma’mun untuk meminta Imam Ali Ar-Ridha as. menjadi penggantinya kelak.
Ketika Imam as. tinggal di Madinah Al- Munawwarah, tiba-tiba datang perintah Khalifah kepada beliau untuk melakukan perjalanan ke Moro.
Imam as. menyiapkan perjalanannya ke Khurasan. Beliau tiba di kota Basrah, lalu bertolak menuju Baghdad, kemudian singgah di kota Qum yang mendapatkan sambutan begitu hangat dari masyarakat di sana. Kala itu, Imam menjadi tamu salah seorang penduduk, dan semenjak hari itu ditetapkanlah hari berdirinya “Madrasah Ar-Ridhawiyyah”.
Di Naisyabur
Naisyabur merupakan salah satu kota tua dan pusat ilmu pengetahuan, lalu runtuh dan hancur ketika penyerangan bangsa Mongol.
Iring-iringan kafilah Imam Ali Ar-Ridha as. dijemput oleh masyarakat di sana dengan penuh suka cita, sementara ratusan ulama dan pelajar berdiri paling depan.
Para ulama dan ahli hadis berkumpul di sekitar para pengiring Imam, sedang di tangan mereka buku dan alat menulis. Mereka menunggu Imam meriwayatkan hadis-hadis dari kakeknya Rasulullah saw., sampai-sampai di antara mereka ada yang memegang tali kekang tunggangan Imam dan berkata, “Demi kebenaran ayahmu yang suci, riwayatkanlah kepada kami hadis sehingga kami dapat mendapatkan ilmu darimu”.
Imam as. berkata, “Aku mendengar ayahku Musa bin Ja’far mengatakan, “Aku mendengar Ayahku Ja’far bin Muhammad mengatakan, “Aku mendengar ayahku Muhammad bin Ali mengatakan, “Aku mendengar ayahku Ali bin Husain mengatakan, “Aku mendengar ayahku Husain bin ‘Ali mengatakan, “Aku mendengar ayahku Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Aku mendengar Jibril berkata, “Aku mendengar Allah berfirman, “Kalimat La Ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) adalah bentengku, barangsiapa yang masuk ke dalam bentengku, niscaya ia terbebas dari azabku”.
Hadis ini terkenal dengan Hadis Silsilah Dzahabiyyah (Untaian Emas). Sebanyak dua ribu perawi mencatat hadis ini.
Imam Ali Ar-Ridha as. meninggalkan Neisyabur pada waktu pagi. Di tengah perjalanan masuk waktu zuhur, Imam as. meminta air untuk berwudhu, akan tetapi para pengikutnya sulit mendapatkan air.
Imam menggali tanah. Tiba-tiba muncul mata air. Beliau berwudhu bersama orang-orang yang menyertainya. Hingga sekarang ini, mata air itu masih mengalir.
Imam Ar-Ridha as. dan rombongan tiba di Sina Abad dan beliau menyandarkan punggungnya ke salah satu batu besar di gunung itu. Masyarakat di sana adalah pengrajin kuali dan periuk untuk keperluan masak. Imam memohon kepada Allah untuk memberkahi mereka dan meminta untuk dibuatkan periuk.
Imam as. masuk ke rumah Hamid bin Qahthaba Thaie dan masuk ke qubah yang di dalamnya terdapat kuburan Harun Ar-Rasyid. Di samping kuburan itu, beliau menuliskan sesuatu lalu berkata, ”Ini adalah tanahku, dan di sinilah aku akan dikuburkan, Allah akan menjadikannya tempat ziarah bagi pengikutku. Demi Allah, barangsiapa yang menziarahiku, maka wajib baginya ampunan dan rahmat Allah melalui syafa’at kami Ahlul Bait”.
Kemudian, beliau melakukan shalat dua rakaat dan sujud yang lama sambil bertasbih 500 kali.
Di Moro
Sampailah Imam Ali Ar-Ridha as. di Moro. Ma’mun berusaha menampakkan rasa hormat dengan cara menyambut beliau dan mengadakan pesta penyambutan. Dia mengharapkan Imam supaya sudi menduduki kursi khalifah. Akan tetapi, beliau menolaknya.
Imam Ali Ar-Ridha as. tahu benar akan maksud yang disembunyikan oleh Ma’mun. Dia telah membunuh saudaranya sendiri, Muhammad Amin, lantaran haus kekuasan dan kekhalifahan. Lalu, bagaimana mungkin dia mau turun tahta?!
Ma’mun berusaha menarik simpati masyarakat dengan menampakkan kecintaannya kepada Ahlul Bait. Dia menetapkan kewajiban mentaati Imam sebagai calon penggantinya, walaupun dengan cara-cara paksa.
Di hadapan permintaan Ma’mun yang penuh dengan pemaksaan dan bahkan ancaman, akhirnya Imam Ridha as. menerima untuk dijadikan penggantinya kelak dengan syarat, bahwa Ma’mun tidak ikut campur dalam urusan-urusan pemerintahan.
Segera kepingan-kepingan uang dicetak dengan nama Imam, dan Ma’mun membiarkan masyarakat memakai pakaian hitam sebagai lambang orang-orang Abbasiyah, dan memakai pakaian hijau sebagai lambang orang-orang Alawiyah (keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as.).
Lebih dari itu, Ma’mun bahkan menikahkan anak perempuannya dengan Imam Ar-Ridha as. dan menikahkan anak perempuannya yang lain dengan putra beliau, yaitu Muhammad Al-Jawad as.
Shalat Ied
Imam Ali Ar-Ridha as. dibaiat sebagai calon pengganti Khalifah pada 5 Ramadhan 201. Setelah 25 hari, tibalah hari pertama dari bulan Syawal, yaitu Hari Raya Idul Fitri. Satu hari sebelumnya, Ma’mun memerintahkan Imam Ar-Ridha as. untuk menjadi imam Shalat Ied.
Imam merasa keberatan. Tetapi Ma’mun bersikeras pada keputusannya, dan mengirim utusan untuk memata-matai gerak-gerik beliau.
Imam as. menerima dengan satu syarat, yaitu melakukan Shalat Ied sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Ma’mun menyetujui syarat itu dan memerintahkan tentaranya untuk bersiap-siap menjemput Imam esok pagi.
Masyarakat berkerumun di jalan-jalan dan di atap-atap rumah, sementara pasukan berbaris sambil menunggu Imam as. keluar.
Matahari terbit menampakkan garis kemilauan emas dan menyelimuti bumi dengan panas dan cahayanya.
Imam Ali Ar-Ridha as. mandi dan memakai pakaian dan serban putih sambil membiarkan salah satu ujungnya jatuh di depan dadanya dan ujung lainnya di antara kedua bahunya. Beliau memakai wewangian dan memegang tongkat. Beliau memerintahkan orang-orang terdekatnya serta para pembantunya untuk melakukan hal yang sama. Dan, Imam pun keluar bersama mereka tanpa alas kaki.
Beberapa langkah kemudian, Imam Ar-Ridha as. mengangkat suaranya sambil mengumandangkan takbir; Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Imam muncul dari dalam rumah, sedangkan pasukan istana serta komandannya melihat Imam dan bersama kelompok besar berjalan di samping kuda-kuda mereka. Mereka pun hanyut dan segera turun dari kuda, lalu melepaskan sepatu-sepatu mereka dan ikut berjalan mengiringi Imam as. dengan kaki telanjang.
Imam bertakbir di pintu gerbang. Masyarakat juga ikut bertakbir sehingga gema takbir membahana ke seluruh penjuru kota. Mereka keluar dari rumahnya masing-masing dan tumpah-ruah ke jalan-jalan.
Berkali-kali masyarakat menghadiri Shalat Ied yang dilaksanakan dengan penuh kemegahan dan kemewahan yang jauh dari dari makna takbir. Kali ini mereka menyaksikan hari raya besar yang penuh dengan semangat Islam yang dibawa oleh Nabi saw. dan kini dihidupkan kembali oleh cucunya, Imam Ali Ar-Ridha as.
Mata-mata yang mengintai pergerakan Imam dan masyarakat, segera melaporkan hasil pengawasannya kepada Ma’mun. Dia malah kuatir terhadap dampak yang akan muncul apabila Imam melanjutkan perjalanannya untuk melaksanakan Shalat Ied dan menyampaikan khutbah.
Ma’mun segera mengutus seseorang untuk menemui Imam Ar-Ridha as. yang masih dalam perjalanan. Kepada beliau, ia menyampaikan pesan secara lisan, “Sungguh kami telah membuatmu kepayahan wahai putra Rasulullah. Kami senang bila Anda istirahat. Untuk itu, kembalilah!”.
Imam as. kembali, sementara masyarakat bertanya-tanya. Sungguh mereka telah terpesona oleh sosok beliau yang mengingatkan mereka akan kerendahan hati ayah dan kakeknya.
Tujuan Ma’mun
Tak seorangpun yang mengingkari kelicikan dan muslihat Ma’mun dalam politik, sebagaimana yang dia lakukan di balik penetapannya atas Imam Ali Ar-Ridha as. sebagai pengganti kekhalifahannya. Tentu, ada maksud-maksud tertentu yang disembunyikan Ma’mun, di di antaranya:
1. Mengharapkan dukungan orang-orang Alawiyah yang ingin membalas dendam kepada pemerintahan Abbasiyah dan bertekad melakukan berbagai pemberontakan dan kerusuhan, yaitu dengan mengangkat Imam as. sebagai penganti kekhalifahannya kelak dan mengganti pakaian hitam dengan pakaian hijau.
2. Merangkul orang-orang Alawiyah dengan cara melibatkan mereka dalam pemerintahan agar masyarakat mengetahui, bahwa pemberontakan yang mereka lakukan hanya karena ingin kekuasaan dan kesenangan, bahwa mereka tidak ingin menegakkan keadilan, tetapi tujuan mereka adalah untuk memperoleh harta kekayaan.
3. Ma’mun berusaha mengumpulkan tokoh-tokoh Alawiyah di ibu kota negara lalu melakukan penangkapan atas mereka, satu persatu, seperti yang terjadi pada Imam Ar-Ridha as.
Tentunya, Imam as. mengetahui seluruh tipu-daya Ma’mun dan berusaha menggagalkannya dalam banyak kesempatan dan sikap beliau, seperti dalam diskusi dengan para pemuka agama, Shalat Ied, dan syarat beliau atas Ma’mun agar tidak ikut campur dalam urusan negara dan politik.
Da’bal Al-Khuza’i
Pada masa itu, syair mendapat perhatian khusus dan penghargaan yang tinggi. Syair juga biasa ditempatkan pada surat-surat kabar untuk menyebarluaskan berita, seruan, ataupun maksud-maksud politik. Penguasa memberi dukungan dan imbalan yang besar untuk mengukuhkan pemerintahan mereka.
Sebagian penyair menolak bujukan pemerintah dan tetap teguh dalam mempertahankan kebenaran, sekalipun dalam keadaan serbakurang dan tertindas, sebagaimana yang dilakukan oleh pujangga Da’bal Al-Khuza’i.
Sejarah mencatat pertemuan Da’bal dengan Imam Ali Ar-Ridha. Abu Shlat Al-Harawi meriwayatkan, “Da’bal menjumpai Imam Ar-Ridha as. di Moro dan berkata, ‘Wahai putra Rasulullah, aku telah membuat syair dan aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak membacakan kepada seseorang sebelum engkau mendengarkannya’.
Imam as. menyambutnya dan mengucapkan banyak terima kasih lalu mempersilahkan untuk menyenandungkannya. Di antara bait-bait syair Da’bal ialah:
Kediaman-kediaman manusia suci
kini telah sunyi dari pengunjung
Rumah wahyu tidak lagi
dituruni kabar-kabar langit
Pusara di Kufah dan
yang lainnya di Thaibah (Baqi’),
Pula yang di Fakh (Karbala)
senantiasa tercurah salawatku
Dan pusara di Baghdad,
milik jiwa yang suci
Tercurahkan rahmat Sang Pengasih
dalam ruang-ruang kedamaian.
Imam lalu menyambutnya,
Pusara di Thusi betapa besar
Dera nestapa yang menimpanya
Da’bal dengan penuh keheranan bertanya, “Aku tidak pernah tahu, siapakah pemilik pusara itu?”.
“Itulah kuburku wahai Da’bal!,” jawab Imam as.
Sang penyair melanjutkan senandung syairnya yang menyisipkan penderitaan dan musibah yang terus menerus menimpa Ahlul Bait. Imam as. menangis, air matanya berderai menghangatkan pipinya.
Imam memberikan 100 dinar sebagai hadiah kepada Da’bal. Namun, ia merasa berat menerimanya, dan meminta dari beliau sehelai kain untuk mendapatkan berkah darinya. Imam menghadiahkan jubah dari bulu yang ditenun sebagai tambahan dari uang 100 dinar.
Da’bal memohon diri. Dalam perjalanan pulang, ia dan kafilahnya dihadang oleh segerombolan perampok.Seluruh harta benda mereka dirampas. Sambil duduk membagi hasil rampasan, salah seorang perampok melantunkan satu bait puisi:
Aku melihat mereka membagi-bagi harta rampasan.
Di tangan mereka harta rampasan dari emas
Mendengar bait itu, Da’bal bertanya kepada perampok tersebut, “Siapa yang membuat puisi tadi?”
“Ini puisi Da’bal”, jawabnya.
“Akulah Da’bal”, kata Da’bal memperkenalkan diri.
Para perampok itu pun segera mengembalikan harta-harta kafilah yang bersamanya dengan penuh hormat, serta meminta maaf kepada mereka.
Da’bal dan kafilahnya melanjutkan perjalanan sampai di kota Qum. Di sana, sebagian masyarakat berebut ingin menukar baju Imam dengan seribu Dinar, namun Da’bal menolaknya. Di tengah itu, datanglah sekelompok pemuda dari luar kota Qum menginginkan sepotong (secarik) dari pakaian Imam untuk tabarruk dengan imbalan 1000 Dinar. Maka, Da’bal pun merelakannya.
Ketika sampai di rumahnya, Da’bal mendapati istrinya menderita sakit di bagian matanya. Ia memeriksakannya, dari satu tabib ke tabib yang lain. Tapi, mereka semua mengatakan, “Sudah tidak ada gunanya kamu berobat, karena istrimu akan menderita kebutaan”.
Da’bal merasa sedih sekali. Tiba-tiba ia teringat potongan baju Imam, kemudian dia melilitkannya di mata sang istri dari awal malam hingga esok harinya. Tatkala istri Da’bal terjaga, ia tidak merasakan sakit sedikitpun berkat karamah Imam Ali Ar-Ridha as.
Hari Kesyahidan
Setelah Ma’mun merasa jenuh dan putus asa membujuk Imam Ali Ar-Ridha as. dengan kekuasaan, sementara beliau tetap teguh dan bersih dari kepentingan dunia, Ma’mun senantiasa mencari-cari kesempatan untuk membunuh beliau.
Di Baghdad, orang-orang Abbasiyah mengumumkan pembangkangannya. Lalu mereka membaiat orang-orang kaya sebagai khalifah pengganti Ma’mun, karena kuatir akan berpindahnya kekuasaan dan kekhalifahan ke tangan orang-orang Alawiyah.
Untuk menarik simpati mereka di Baghdad dan tetap mengakuinya sebagai khalifah, Ma’mun merencanakan pembunuhan terhadap Imam. Dia bubuhkan racun ganas di sekitar anggur.
Imam as. meninggal karena racun itu dan kembali ke haribaan Allah dalam keadaan syahid dan teraniaya.
Imam Ali Ar-Ridha as. syahid pada tahun 203 H dan dimakamkan di kota Thusi (Masyhad-Iran).
Sementara itu, Ma’mun menampakkan dirinya sedih di hadapan masyarakat dengan tujuan menepis kecurigaan dan tuduhan mereka terhadapnya. Dia pun ikut serta mengantarkan jenazah suci Imam as. dan berjalan tanpa alas kaki sambil menangis.
Mutiara Hadis Imam Ali Ar-Ridha as.
* “Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada orang tuanya, maka dia tidak bersyukur kepada Allah swt.”
* “Barang siapa yang selalu mengawasi dirinya, niscaya akan beruntung, dan barang siapa melalaikannya, pasti akan merugi”.
* “Sebaik-baik akal adalah kesadaran seseorang akan dirinya sendiri”.
* “Bila seorang mukmin marah, maka kemarahannya tidak akan mengeluarkan dirinya dari bersikap benar. Dan jika ia senang, maka kesenangannya tidak akan menghanyutkannya ke dalam kebatilan. Dan jika ia punya kekuatan, ia tidak akan merebut lebih dari haknya”.
* “Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang menceritakan kejelekan orang dan orang yang mendengarkannya serta orang yang banyak bertanya”.
Sebuah Pesan dari Imam Ali Ar-Ridha a.s
Ali bin Syu'aib, salah seorang sahabat setia Imam Ridha a.s. bercerita: "Suatu hari aku pergi untuk bertamu ke rumah Imam Ridha a.s. "Wahai Ali, Kehidupan siapakah yang terbaik?", tanyanya kepadaku.
"Wahai Imam, Anda yang lebih tahu", jawabku pendek.
"Orang yang memakmurkan kehidupan orang lain dengan biaya hidupnya sendiri", jawabnya.
"Apakah engkau tahu kehidupan siapakah yang paling jelek?", tanyanya kembali.
"Anda lebih tahu", jawabku.
"Orang yang orang lain tidak dapat mengambil manfaat dari kehidupannya", jawabnya".
Pada kesempatan ini kami persembahkan kepada para pembaca budiman ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Ridha a.s.
1. Tiga karakter orang mukmin
"Seseorang tidak akan menjadi mukmin yang sejati kecuali ia memiliki tiga karakter berikut ini:
mengikuti sunnah Tuhannya,
sunnah Nabi-Nya dan
sunnah imamnya.
Sunnah (kebiasaan yang dilakukan oleh) Tuhannya adalah menyimpan rahasia, sunnah Nabi-Nya adalah berbuat toleransi terhadap orang lain dan sunnah imamnya adalah sabar menanggung kesengsaraan".
2. Pahala berbuat kebajikan secara diam-diam dan ancaman bagi orang yang melakukan kejelekan secara terang-terangan
"Orang yang berbuat kebaikan secara diam-diam pahalanya sama dengan tujuh puluh kebaikan, orang yang melakukan kejelekan secara terang-terangan, ia akan hina dan orang yang menutupi kejelekan akan diampuni".
3. Kebersihan
"Menjaga kebersihan adalah termasuk akhlak para nabi a.s."
4. Orang yang dapat dipercaya
"Orang yang (pada hakikatnya) dapat dipercaya tidak akan berkhianat kepadamu, dan hanya engkaulah yang menganggap pengkhianat sebagai orang yang dapat dipercaya".
5. Kedudukan saudara tertua
"Kedudukan saudara tertua seperti kedudukan seorang ayah".
6. Sahabat dan musuh setiap orang
"Sahabat setiap orang adalah akalnya dan musuhnya adalah kebodohannya".
7. Menyebutkan nama seseorang dengan penuh penghormatan
"Jika engkau menyebut nama seseorang yang ada di hadapanmu, maka sebutlah julukannya, dan jika ia tidak ada di hadapanmu, maka sebutlah namanya".
8. Kejelekan banyak bicara
"Allah membenci banyak bicara, menghambur-hamburkan harta dan meminta-minta".
9. Sepuluh keistimewaan orang yang berakal
"Akal seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia memiliki sepuluh karakter berikut:
a. Kebaikannya selalu diharapkan orang
b. Orang lain merasa aman dari kejahatannya
c. Menganggap banyak kebaikan orang yang sedikit
d. Menganggap sedikit kebaikan yang telah diperbuatnya kepada orang lain
e. Tidak pernah menyesal jika orang lain selalu meminta bantuan darinya
f. Tidak merasa bosan mencari ilmu sepanjang umurnya
g. Kefakiran di jalan Allah lebih disukainya dari pada kekayaan
h. Hina di jalan Allah lebih disukainya dari pada mulia di dalam pelukan musuh-Nya
i. Ketidaktenaran lebih disukainya dari pada ketenaran".
Kemudian Imam Ridha a.s. bertanya: "Yang kesepuluh, apakah yang kesepuluh?" "Apakah yang kesepuluh?", tanya seorang sahabat.
"Ia tidak melihat seseorang kecuali berkata (dalam hatinya): 'Ia masih lebih baik dariku dan lebih bertakwa'", jawabnya singkat.
1. Tanda-tanda safilah
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang siapakah safilah itu. Ia menjawab: "(Safilah) adalah orang yang dilupakan oleh hartanya untuk mengingat Allah".
2. Imam, takwa dan yakin
"Sesungguhnya iman lebih utama dari Islam satu derajat, takwa lebih utama dari iman satu derajat dan bani Adam tidak akan dianugerahi sesuatu yang lebih utama dari yakin".
3. Walimah perkawinan
"Mengadakan walimah perkawinan adalah termasuk sunnah".
4. Silaturahmi dengan sarana apa pun
"Sambunglah tali persudaraanmu walau dengan memberikan seteguk air minum, dan cara yang terbaik untuk itu adalah tidak mengganggu kerabatmu".
5. Senjata para nabi a.s.
"Pergnakanlah senjata para nabi a.s.!"
"Apakah senjata para nabi itu?", tanya sebagian sahabat.
"Doa", jawabnya singkat.
6. Tanda-tanda orang yang "faqih" dalam agama
"Di antara tanda-tanda orang yang 'faqih' dalam agama adalah kesabaran dan ilmu. Diam adalah salah satu pintu dari pintu-pintu hikmah. Sesungguhnya diam dapat mendatangkan kecintaan, dan ia adalah tanda setiap kebaikan".
7. Hakikat tawakal
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang hakikat tawakal. Ia menjawab: "(Tawakal) adalah engkau tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah".
8. Manusia terjahat
"Manusia terjahat adalah orang yang tidak mau menolong orang lain, makan sendirian dan memukul budaknya (baca : bawahannya)".
9. Para penguasa tidak akan pernah menepati janji
"Orang yang kikir tidak akan pernah tenang, penghasud tidak akan pernah bahagia, para penguasa tidak akan pernah menepati janji dan pembohong tidak akan memiliki harga diri".
10. Mencium tangan, tidak!
"Seseorang tidak boleh mencium tangan sesamanya, karena mencium tangannya sama halnya dengan mengerjakan shalat kepadanya".
11. Berprasangka baik kepada Allah
"Berprasangkalah baik kepada Allah, karena orang yang berprasangka baik kepada Allah, Ia akan seperti yang disangkannya. Barang siapa yang rela dengan rezeki sedikit, maka amalannya yang sedikit akan diterima, tanggungannya menjadi ringan, keluarganya akan dianugerahi nikmat, Allah akan memberitahukan kepadanya penyakit dunia dan obatnya dan Ia akan mengeluarkannya dari dunia ini dengan selamat menuju alam kebahagiaan".
12. Rukun iman
"Iman memiliki empat rukun: tawakal kepada Allah, rela dengan segala ketentuan (qadha`)-Nya, pasrah diri terhadap semua perintah-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya".
13. Hamba Allah terbaik
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang hamba Allah yang terbaik. Ia menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang jika berbuat kebajikan marasa bahagia, jika berbuat kejahatan akan meminta ampun, jika dianugerahi oleh orang lain akan berterima kasih, dan jika marah akan memaafkan".
14. Menghina orang fakir
"Barang siapa berjumpa dengan orang fakir dan mengucapkan salam kepadanya dengan cara yang berbeda ketika mengucapkan salam kepada orang kaya, maka ia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat sedangkan Ia murka kepadanya".
15. Kebahagiaan dunia
Imam Ridha a.s. pernah ditanya mengenai kebahgiaan dunia. Ia menjawab: "Luasnya rumah dan banyaknya sahabat".
16. Akibat pmerintahan zalim
"Jika para penguasa sudah berani berbohong, maka hujan tidak akan turun, jika penguasa sudah berani berbuat lalim, maka negara akan hina, dan jika zakat tidak dibayar, maka binatang-binatang ternak akan binasa".
17. Membahagiakan orang mukmin
"Barang siapa menolong orang mukmin menangani kesusahannya, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari hatinya pada hari kiamat".
18. Amalan terbaik setelah hal-hal yang wajib
"Tidak ada amalan yang lebih utama di sisi Allah setelah hal-hal yang wajib dari membahagiakan orang mukmin".
19. Tidak berlebihan dalam berbuat kebaikan
"Janganlah berlebihan ketika engkau kaya atau miskin dan dalam berbuat kebaikan, baik dari barang yang banyak atau sedikit, karena Allah SWT bisa membesarkan pahala sedekah setengah potong kurma pada hari kiamat hingga menjadi seperti gunung Uhud ".
20. Saling berkunjung dan menampakkan rasa kasih sayang
"Saling berkunjunglah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai, dan saling bersalamanlah kalian dan jangan saling bermusuhan"
21. Merahasiakan pekerjaan
"Rahasiakanlah urusan agama dan dunia kalian, karena diriwayatkan bahwa "menyebarkan urusan-urusan tersebut adalah kekufuran", "orang yang suka menyebarkannya dan pembunuh adalah sama" dan "apa yang kau rahasiakan dari musuhmu hendaknya sahabatmu juga jangan sampai mengetahuinya".
22. Melanggar janji dan tipu muslihat
"Seseorang tidak akan dapat membebaskan diri dari lingkaran kesengsaraan dengan melanggar janji, dan tidak akan aman dari ancaman siksa jika melakukan kezaliman dengan cara tipu muslihat".
23. Cara menghadapi empat golongan
"Hadapilah raja dengan penuh waspada, sahabat dengan rendah hati, musuh dengan cara hati-hati dan masyarakat umum dengan wajah yang ceria".
24. Rela dengan rezeki yang sedikit
"Barang siapa yang rela terhadap Allah karena rezeki sedikit (yang telah dianugerahkannya kepadanya), maka Ia akan merelai amalannya yang sedikit".
25. Pahala orang yang mau berusaha
"Barang siapa yang berusaha mencari rezeki dengan tujuan untuk menghidupi keluarganya, pahalanya lebih besar dari orang yang berjihad di jalan Allah".
26. Sifat pemaaf akan selalu menang
"Jika dua kelompok saling bertemu, maka kemenangan akan berpihak kepada kelompok yang paling pemaaf".
27. Amal saleh dan mencintai keluarga Muhammad SAW
"Janganlah meninggalkan amal saleh dan kesungguhan dalam ibadah karena mengandalkan cinta kepada keluarga Muhammad SAWW dan janganlah meninggalkan kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW karena mengandalkan ibadah (yang kau kerjakan), karena salah satunya tidak akan diterima kecuali jika disertai dengan yang lainnya".
Julukan lainnya yang diberikan kepada Imam Ali ar-Ridha adalah ash-Shabir, ar-Radhi, al-Wafi, az-Zaki, dan al-Wali.Selain itu julukan lainnya adalah:
1. Imam Zamin'i Tsamin, Tsamin berarti delapan, Zamin berarti keselamatan dan keamanan.
2. Gharibul-Ghurabaa
3. Alim'i ali Muhammad
Kelahiran dan kehidupan keluarga
Kelahiran
Pada tanggal 11 Dzulkaidah 148 H, seorang anak laki-laki lahir di rumah Imam Musa al-Kadzim (Imam ke-7) di Madinah, yang nantinya akan mengambil posisi keimaman, setelah ayahnya.Namanya adalah Ali dengan julukan ar-Ridha. Beliau lahir satu bulan setelah kakeknya, Imam Ja'far ash-Shadiq meninggal.
Ibu
lbunya bernama Taktam, ada pula yang menyebut bernama Najmah, yang dijuluki Ummu al-Banin, seorang yang shalehah, ahli ibadah, utama dalam akal dan agamanya dan setelah melahirkan Ali ar-Ridha, Musa al-Kadzim memberinya nama at-Thahirah.
Saudara
Beliau memiliki saudara yang bernama Zaid, yang melakukan revolusi dan membuat kerusuhan di Madinah. Zaid pernah tertangkap dan dibawa atas perintah al-Ma'mun ke Khurasan untuk diadili. Al-Ma'mun membebaskannya sebagai penghormatan terhadap Imam Ali ar-Ridha.
Imam Ali ar-Ridha memiliki saudara lain yang bernama Abdullah, dimana ia hidup sampai masa Imam Muhammad al-Jawad.
Imam Ali ar-Ridha memiliki seorang saudari yang bernama Fatimah Maksumah, ia meninggal di Qom, Iran ketika datang dari Madinah menuju Masyhad untuk mencari kakaknya, Imam Ali ar-Ridha. Kuburan Fatimah Maksumah, sampai saat ini masih terdapat di Qom, dan menjadi pusat ziarah di sana.
Istri-istri
Imam Ali ar-Ridha menikah dengan Sayyidah Sabika yang juga dikenal dengan nama Khaizarun. Istri Imam Ali ar-Ridha ini adalah keturunan sahabat Muhammad, yang juga pembela setia Ali, Ammar bin Yasir. Khaizarun merupakan ibu dari Imam ke-9, Muhammad al-Jawad.
Selain itu, Imam Ali ar-Ridha dinikahkan pula dengan putri dari khalifah saat itu, Ummul Fadhl binti al-Ma'mun, dimana menurut riwayat, Ummul Fadhl begitu mengetahui Imam Ali ar-Ridha telah memiliki istri lain yang telah memberikan keturunan, maka ia menjadi marah, dan setuju untuk memberi racun kepada Imam Ali ar-Ridha hingga menyebabkan wafatnya Imam Ali ar-Ridha.
Keturunan
Putra-putra Imam bernama:
1. Hasan
2. Muhammad al-Jawad, penerus keimaman
3. Ja'far
4. Ibrahim
5. Husain
Putri Imam Ali ar-Ridha bernama Aisyah.
Imam Ali bin Musa Al-Kadzim, dilahirkan di Madinah, 11 Dzulkaidah 148 H - Masyhad, 17 Safar 203 H ( diperkirakan 1 Januari 765 - 26 Mei 818) adalah imam ke-8 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Dalam Bahasa Persia, Beliau sering dipanggil dengan nama Imam Reza dan dijuluki dengan panggilan Abu al-Hasan. Beliau hidup pada masa berkuasanya tiga orang Khalifah Bani Abbasiyah yaitu Harun ar-Rasyid, al-Amin dan al-Ma'mun dan diangkat oleh al-Ma'mun menjadi putra mahkota kekhalifahan dimana hal ini menyebabkan pemberontakan dari keluarga Bani Abbasiyah lainnya terhadap al-Ma'mun.
Imam Musa as. berwasiat dan memberi isyarat kepada sahabat-sahabatnya mengenai keimamahan putranya, Ali Ar-Ridha.
Ali bin Yaqthin berkata, “Pernah aku bersama Abdus Saleh (salah satu gelar Imam Musa Kazim, penj.), tiba-tiba datang Ali Ar-Ridha as. lalu beliau (Imam Musa) berkata,
“Wahai Ali bin Yaqthin, dialah penghulu anak-anakku”.
Hisyam menambahkan, “Sesungguhnya aku beritakan kepadamu bahwa dia adalah Imam setelahku”.
Demikian pula salah seorang sahabatnya pernah bertanya tentang Imam sepeninggalnya, Imam Musa as. memberi isyarat kepada anaknya Ali Ar-Ridha sambil berkata, “Dialah Imam (pemimpin) setelahku”.
Pada masa itu, situasi amat menguatirkan, sehingga Imam Musa as. berwasiat kepada para sahabatnya agar merahasiakan keimamahan putranya, Ali Ar-Ridha as.
Budi Pekerti Yang Agung
Para Imam Ahlul Bait as. adalah manusia-manusia pilihan. Mereka dipilih oleh Allah SWT. untuk membimbing masyarakat secara benar dan menjadi contoh yang paling unggul untuk mencapai derajat kemanusiaan dan akhlak mulia.
Ibrahim bin Abbas mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Abal Hasan Ar-Ridha as. mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah menolak permintaan seseorang tatkala dia mampu membantunya.
“Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis. Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum. Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan suprah dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan. Dan barang siapa yang mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah kau percaya”.
Seorang laki-laki menyertai Imam Ar-Ridha dalam perjalanannya ke Khurasan. Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan. Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama. Orang itu lalu berkata, ”Wahai putra Rasulullah, apakah engkau mengumpulkan mereka dalam satu jamuan makan?”.
“Sesungguhnya Allah swt. satu, manusia lahir dari satu bapak dan satu ibu, mereka berbeda-beda dalam amal perbuatan”, demikian jawab Imam as.
Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, tidak ada yang lebih mulia di muka bumi ini selain engkau, wahai Abal Hasan (panggilan Imam Ar-Ridha)!”.
Imam menjawab, ”Ketakwaanlah yang memuliakan mereka, wahai saudaraku!”.
Salah seorang bersumpah dan berkata, “Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik manusia”.
Imam menjawabnya, “Janganlah engkau bersumpah seperti itu, sebab orang yang lebih baik dari aku adalah yang lebih bertakwa kepada Allah. Demi Allah, Dzat yang menorehkan ayat ini, “Kami ciptakan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa”.
Pernah suatu saat, Imam Ali Ar-Ridha as. berbincang-bincang dengan masyarakat. Mereka bertanya tentang masalah-masalah hukum. Tiba-tiba masuk seorang warga Khurasan dan berkata, “Salam atasmu wahai putra Rasulullah, aku adalah seorang pengagummu dan pecinta ayahmu serta para datukmu, aku baru saja kembali dari haji dan aku kehilangan nafkah hidupku, tak satupun tersisa lagi padaku. Jika engkau sudi membantuku sampai di negeriku, sungguh nikmat besar Allah atasku, dan bila aku telah sampai, aku akan menginfakkan jumlah uang yang kau berikan kepadaku atas namamu, karena aku tidak berhak menerima infak”.
Dengan nada lembut, Imam Ar-Ridha as. berkata kepadanya, “Duduklah, semoga Allah mengasihanimu!”.
Kemudian Imam melanjutkan perbincangannya dengan masyarakat sampai mereka bubar. Setelah itu, Imam bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian, beliau mengeluarkan tangannya dari balik pintu sambil berkata, “Mana orang Khurasan itu?”.
Orang Khurasan itu mendekat dan Imam berkata, “Ini dua ratus Dinar, pergunakanlah untuk perjalananmu dan janganlah engkau menafkahkan hartamu atas nama kami”.
Orang Khurasan itu mengambilnya dengan penuh rasa syukur, lalu meninggalkan Imam as.
Setelah itu Imam keluar dari kamar. Salah seorang sahabat bertanya, “Kenapa engkau menyembunyikan wajahmu dari balik pintu wahai putra Rasulullah?”
Imam berkata, “Agar aku tidak melihat kehinaan pada raut wajah orang yang meminta. Tidakkah kau mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Berbuat baik dengan sembunyi-sembunyi akan memenuhi 70 kali haji, dan orang yang terang-terangan dalam berbuat jahat sungguh terhina, dan orang yang sembunyi dalam melakukannya akan diampuni’”.
Jangan Merasa Bangga!
Ahmad Bizanthi adalah salah seorang ulama terkemuka dan seringkali surat menyurat dengan Imam Ali Ar-Ridha. Kemudian, ia mengakui kebenaran kedudukan beliau sebagai imam.
Bizanthi pernah menceritakan pengalamannya berikut ini:
“Imam Ar-Ridha as. memintaku datang menjumpainya dan mengirimkan keledai kepadaku sebagai kendaraan. Sesampainya di sana, kami duduk dalam sebuah pembahasan. Hingga tiba waktu ‘Isya, kami melaksanakan shalat. Seusai shalat, Imam meminta kepadaku untuk bermalam.
Aku menjawab, ”Tidak demi jiwaku yang menjadi tebusanmu, aku tidak membawa mantel (selimut) dan pakaian”.
Beliau berkata kepadaku, ”Allah akan melewatkan malammu dalam keadaaan sehat dan kami akan tidur di atap rumah”.
Sementara Imam turun, aku berkata pada diriku sendiri, ”Sungguh aku telah mendapatkan kemulian dari Imam yang aku tidak temukan pada orang lain, aku telah tertipu oleh setan”.
Di waktu subuh, Imam membangunkanku sambil memegang tanganku. Kepadaku beliau menuturkan, “Suatu hari, Amirul Mukminin Ali as. menengok Sa’sa’ah bin Sauhan yang tengah sakit. Ketika dia hendak bangun, Amirul Mukminin berkata kepadanya, “Wahai Sa’sa’ah, janganlah engkau merasa bangga terhadap saudara-saudaramu hanya karena aku menjengukmu”.
Seakan-akan Imam membaca apa yang terlindas dalam pikiran Bizanthi. Beliau menasehatinya dan mengingatkan kakeknya, Imam Ali bin Ali Thalib as. bagaimana menjenguk salah seorang sahabatnya.
Nasihat untuk Saudara
Zaid adalah saudara Imam Ali Ar-Ridha as. Dia melakukan pemberontakan di kota Basrah dan membakari rumah orang-orang Abbasiyah, sehingga dia digelari dengan Sang Api.
Khalifah Ma’mun segera mengirim pasukan besar dan terjadilah pertempuran sengit. Di sana, Zaid menyerah dan meminta damai. Namun akhirnya ia tertangkap dan dipenjara.
Tatkala Imam Ali Ar-Ridha as. diangkat oleh Ma’mun sebagai pengganti khalifah, Ma’mun memutuskan untuk mengirimkan Zaid kepada Imam. Imam as. sangat marah atas perbuatan saudaranya yang membakar rumah dan merampas harta benda rakyat tanpa hak.
Kepada saudaranya Imam as. berkata, “Duhai Zaid, apa yang membuat engkau tertipu hingga engkau menumpahkan darah dan merampok?! Apakah kau tertipu oleh perkataan orang-orang Kufah, bahwa Fatimah as. telah disucikan rahimnya sehingga Allah mengharamkan anak keturunannya dari api neraka?! Celakalah kau Zaid! Sesungguhnya yang dimaksudkan Rasul saw. dari perkataan itu bukanlah aku, bukan pula kau, akan tetapi Hasan dan Husain.
“Demi Allah, sesungguhnya keselamatan dari api neraka itu tidak akan didapati kecuali ketaatan kepada Allah swt. Apakah kau mengira akan masuk surga dengan tetap bermaksiat kepada Allah?! Kalau begitu, kau lebih besar daripada Allah dan dari ayahmu Musa bin Ja’far as.!”.
Zaid berkata,”Bukankah aku saudaramu?!”.
Imam menjawab, “Ya, kau saudaraku selama kau taat kepada Allah. Bagaimana Nabi Nuh as. memohon, ‘Tuhanku, sesungguhnya anakku dari keluargaku dan janjimu pasti nyata dan engkau maha pengasih’.
“Dan bagaimana Allah membalasnya, ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah dari keluargamu, karena dia bukan perbuatan saleh’.
“Demi Allah wahai Zaid! Tidak seorang pun akan mendapatkan kedudukan di sisi Allah kecuali ketaatan kepada-Nya”.
Di Majelis Ma’mun
Ma’mun mengumpulkan para pemuka agama dan tokoh-tokoh madzhab Islam, lalu memerintahkan mereka untuk berdiskusi dengan Imam Ali Ar-Ridha as. Ma’mun melakukan itu hanya untuk menjatuhkan Imam di hadapan soal-soal mereka.
Imam as. bertanya kepada seorang sahabatnya yang bermanaHassan Naufal, “Apakah engkau tahu mengapa Ma’mun mengumpulkan para pemuka agama dan tokoh madzhab itu?”.
Naufal menjawab, “Dia ingin sekali mengujimu”.
Imam berkata, “Senangkah engkau melihat saat-saat Ma’mun menyesali perbuatannya?”.
“Tentu”, jawab Naufal.
Imam berkata, “Yaitu tatkala dia mendengar jawabanku dari kitab Taurat terhadap penganut Taurat, jawabanku dari kitab Injil tehadap penganut Injil, jawabanku dari kitab Zabur terhadap penganut Zabur, dan jawabanku dari kitab Ibraniyyah terhadap kaum Sabiah”.
Imam Ali Ar-Ridha as. menyiapkan perjalanannya bersama sahabatnya ke istana Khalifah. Setelah sampai dan istirahat sejenak, diskusi pun dimulai.
Jatsliq berkata, “Saya tidak ingin berdiskusi dengan orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagai dalilnya, karena aku mengingkarinya, dan juga orang yang menggunakan hadis Nabi Muhammad, karena aku tidak mempercayai kenabiannya”.
Imam Ar-Ridha as. berkata, “Jika aku berdalil dengan kitab Injil, apakah engkau akan beriman?”.
“Tentu, saya akan menerimanya”, begitu tegas Jatsliq.
Lalu Imam Ali Ar-Ridha as. membacakan beberapa ayat Injil yang di dalamnya Nabi Isa as. mengabarkan kedatangan nabi setelahnya, sebagaimana yang juga diberitakan oleh Hawariyyun (sabahat setia Nabi Isa). Imam juga membacakan sebagian ayat dari Injil Yohanes.
Jatsliq dengan penuh keheranan berkata, “Demi kebenaran Isa Al-Masih, aku tidak pernah menyangka bahwa di antara ulama muslim ada orang sepertimu”.
Kemudian Imam Ali Ar-Ridha berpaling kepada pemuka Yahudi dan berdalil dengan ayat-ayat Taurat dan Zabur.
Tak ketinggalan pula, Imran Ash-Shabi yang ahli dalam ilmu Kalam. Dia bertanya kepada Imam tentang keesaan Tuhan dan masalah-masalah Kalam lainnya.
Ketika masuk waktu zuhur, Imam as. bangkit untuk melaksanakan shalat. Setelah itu, beliau melanjutkan diskusi dengan Imran sampai dia mengakui kebenaran agama Allah yang hak. Lalu dia menghadap kiblat dan bersujud kepada Allah untuk menyatakan keislamannya.
Perjalanan ke Moro
Tak seorangpun tahu alasan sebenarnya yang mendorong Khalifah Ma’mun untuk meminta Imam Ali Ar-Ridha as. menjadi penggantinya kelak.
Ketika Imam as. tinggal di Madinah Al- Munawwarah, tiba-tiba datang perintah Khalifah kepada beliau untuk melakukan perjalanan ke Moro.
Imam as. menyiapkan perjalanannya ke Khurasan. Beliau tiba di kota Basrah, lalu bertolak menuju Baghdad, kemudian singgah di kota Qum yang mendapatkan sambutan begitu hangat dari masyarakat di sana. Kala itu, Imam menjadi tamu salah seorang penduduk, dan semenjak hari itu ditetapkanlah hari berdirinya “Madrasah Ar-Ridhawiyyah”.
Di Naisyabur
Naisyabur merupakan salah satu kota tua dan pusat ilmu pengetahuan, lalu runtuh dan hancur ketika penyerangan bangsa Mongol.
Iring-iringan kafilah Imam Ali Ar-Ridha as. dijemput oleh masyarakat di sana dengan penuh suka cita, sementara ratusan ulama dan pelajar berdiri paling depan.
Para ulama dan ahli hadis berkumpul di sekitar para pengiring Imam, sedang di tangan mereka buku dan alat menulis. Mereka menunggu Imam meriwayatkan hadis-hadis dari kakeknya Rasulullah saw., sampai-sampai di antara mereka ada yang memegang tali kekang tunggangan Imam dan berkata, “Demi kebenaran ayahmu yang suci, riwayatkanlah kepada kami hadis sehingga kami dapat mendapatkan ilmu darimu”.
Imam as. berkata, “Aku mendengar ayahku Musa bin Ja’far mengatakan, “Aku mendengar Ayahku Ja’far bin Muhammad mengatakan, “Aku mendengar ayahku Muhammad bin Ali mengatakan, “Aku mendengar ayahku Ali bin Husain mengatakan, “Aku mendengar ayahku Husain bin ‘Ali mengatakan, “Aku mendengar ayahku Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Aku mendengar Jibril berkata, “Aku mendengar Allah berfirman, “Kalimat La Ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) adalah bentengku, barangsiapa yang masuk ke dalam bentengku, niscaya ia terbebas dari azabku”.
Hadis ini terkenal dengan Hadis Silsilah Dzahabiyyah (Untaian Emas). Sebanyak dua ribu perawi mencatat hadis ini.
Imam Ali Ar-Ridha as. meninggalkan Neisyabur pada waktu pagi. Di tengah perjalanan masuk waktu zuhur, Imam as. meminta air untuk berwudhu, akan tetapi para pengikutnya sulit mendapatkan air.
Imam menggali tanah. Tiba-tiba muncul mata air. Beliau berwudhu bersama orang-orang yang menyertainya. Hingga sekarang ini, mata air itu masih mengalir.
Imam Ar-Ridha as. dan rombongan tiba di Sina Abad dan beliau menyandarkan punggungnya ke salah satu batu besar di gunung itu. Masyarakat di sana adalah pengrajin kuali dan periuk untuk keperluan masak. Imam memohon kepada Allah untuk memberkahi mereka dan meminta untuk dibuatkan periuk.
Imam as. masuk ke rumah Hamid bin Qahthaba Thaie dan masuk ke qubah yang di dalamnya terdapat kuburan Harun Ar-Rasyid. Di samping kuburan itu, beliau menuliskan sesuatu lalu berkata, ”Ini adalah tanahku, dan di sinilah aku akan dikuburkan, Allah akan menjadikannya tempat ziarah bagi pengikutku. Demi Allah, barangsiapa yang menziarahiku, maka wajib baginya ampunan dan rahmat Allah melalui syafa’at kami Ahlul Bait”.
Kemudian, beliau melakukan shalat dua rakaat dan sujud yang lama sambil bertasbih 500 kali.
Di Moro
Sampailah Imam Ali Ar-Ridha as. di Moro. Ma’mun berusaha menampakkan rasa hormat dengan cara menyambut beliau dan mengadakan pesta penyambutan. Dia mengharapkan Imam supaya sudi menduduki kursi khalifah. Akan tetapi, beliau menolaknya.
Imam Ali Ar-Ridha as. tahu benar akan maksud yang disembunyikan oleh Ma’mun. Dia telah membunuh saudaranya sendiri, Muhammad Amin, lantaran haus kekuasan dan kekhalifahan. Lalu, bagaimana mungkin dia mau turun tahta?!
Ma’mun berusaha menarik simpati masyarakat dengan menampakkan kecintaannya kepada Ahlul Bait. Dia menetapkan kewajiban mentaati Imam sebagai calon penggantinya, walaupun dengan cara-cara paksa.
Di hadapan permintaan Ma’mun yang penuh dengan pemaksaan dan bahkan ancaman, akhirnya Imam Ridha as. menerima untuk dijadikan penggantinya kelak dengan syarat, bahwa Ma’mun tidak ikut campur dalam urusan-urusan pemerintahan.
Segera kepingan-kepingan uang dicetak dengan nama Imam, dan Ma’mun membiarkan masyarakat memakai pakaian hitam sebagai lambang orang-orang Abbasiyah, dan memakai pakaian hijau sebagai lambang orang-orang Alawiyah (keturunan Imam Ali bin Abi Thalib as.).
Lebih dari itu, Ma’mun bahkan menikahkan anak perempuannya dengan Imam Ar-Ridha as. dan menikahkan anak perempuannya yang lain dengan putra beliau, yaitu Muhammad Al-Jawad as.
Shalat Ied
Imam Ali Ar-Ridha as. dibaiat sebagai calon pengganti Khalifah pada 5 Ramadhan 201. Setelah 25 hari, tibalah hari pertama dari bulan Syawal, yaitu Hari Raya Idul Fitri. Satu hari sebelumnya, Ma’mun memerintahkan Imam Ar-Ridha as. untuk menjadi imam Shalat Ied.
Imam merasa keberatan. Tetapi Ma’mun bersikeras pada keputusannya, dan mengirim utusan untuk memata-matai gerak-gerik beliau.
Imam as. menerima dengan satu syarat, yaitu melakukan Shalat Ied sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Ma’mun menyetujui syarat itu dan memerintahkan tentaranya untuk bersiap-siap menjemput Imam esok pagi.
Masyarakat berkerumun di jalan-jalan dan di atap-atap rumah, sementara pasukan berbaris sambil menunggu Imam as. keluar.
Matahari terbit menampakkan garis kemilauan emas dan menyelimuti bumi dengan panas dan cahayanya.
Imam Ali Ar-Ridha as. mandi dan memakai pakaian dan serban putih sambil membiarkan salah satu ujungnya jatuh di depan dadanya dan ujung lainnya di antara kedua bahunya. Beliau memakai wewangian dan memegang tongkat. Beliau memerintahkan orang-orang terdekatnya serta para pembantunya untuk melakukan hal yang sama. Dan, Imam pun keluar bersama mereka tanpa alas kaki.
Beberapa langkah kemudian, Imam Ar-Ridha as. mengangkat suaranya sambil mengumandangkan takbir; Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Imam muncul dari dalam rumah, sedangkan pasukan istana serta komandannya melihat Imam dan bersama kelompok besar berjalan di samping kuda-kuda mereka. Mereka pun hanyut dan segera turun dari kuda, lalu melepaskan sepatu-sepatu mereka dan ikut berjalan mengiringi Imam as. dengan kaki telanjang.
Imam bertakbir di pintu gerbang. Masyarakat juga ikut bertakbir sehingga gema takbir membahana ke seluruh penjuru kota. Mereka keluar dari rumahnya masing-masing dan tumpah-ruah ke jalan-jalan.
Berkali-kali masyarakat menghadiri Shalat Ied yang dilaksanakan dengan penuh kemegahan dan kemewahan yang jauh dari dari makna takbir. Kali ini mereka menyaksikan hari raya besar yang penuh dengan semangat Islam yang dibawa oleh Nabi saw. dan kini dihidupkan kembali oleh cucunya, Imam Ali Ar-Ridha as.
Mata-mata yang mengintai pergerakan Imam dan masyarakat, segera melaporkan hasil pengawasannya kepada Ma’mun. Dia malah kuatir terhadap dampak yang akan muncul apabila Imam melanjutkan perjalanannya untuk melaksanakan Shalat Ied dan menyampaikan khutbah.
Ma’mun segera mengutus seseorang untuk menemui Imam Ar-Ridha as. yang masih dalam perjalanan. Kepada beliau, ia menyampaikan pesan secara lisan, “Sungguh kami telah membuatmu kepayahan wahai putra Rasulullah. Kami senang bila Anda istirahat. Untuk itu, kembalilah!”.
Imam as. kembali, sementara masyarakat bertanya-tanya. Sungguh mereka telah terpesona oleh sosok beliau yang mengingatkan mereka akan kerendahan hati ayah dan kakeknya.
Tujuan Ma’mun
Tak seorangpun yang mengingkari kelicikan dan muslihat Ma’mun dalam politik, sebagaimana yang dia lakukan di balik penetapannya atas Imam Ali Ar-Ridha as. sebagai pengganti kekhalifahannya. Tentu, ada maksud-maksud tertentu yang disembunyikan Ma’mun, di di antaranya:
1. Mengharapkan dukungan orang-orang Alawiyah yang ingin membalas dendam kepada pemerintahan Abbasiyah dan bertekad melakukan berbagai pemberontakan dan kerusuhan, yaitu dengan mengangkat Imam as. sebagai penganti kekhalifahannya kelak dan mengganti pakaian hitam dengan pakaian hijau.
2. Merangkul orang-orang Alawiyah dengan cara melibatkan mereka dalam pemerintahan agar masyarakat mengetahui, bahwa pemberontakan yang mereka lakukan hanya karena ingin kekuasaan dan kesenangan, bahwa mereka tidak ingin menegakkan keadilan, tetapi tujuan mereka adalah untuk memperoleh harta kekayaan.
3. Ma’mun berusaha mengumpulkan tokoh-tokoh Alawiyah di ibu kota negara lalu melakukan penangkapan atas mereka, satu persatu, seperti yang terjadi pada Imam Ar-Ridha as.
Tentunya, Imam as. mengetahui seluruh tipu-daya Ma’mun dan berusaha menggagalkannya dalam banyak kesempatan dan sikap beliau, seperti dalam diskusi dengan para pemuka agama, Shalat Ied, dan syarat beliau atas Ma’mun agar tidak ikut campur dalam urusan negara dan politik.
Da’bal Al-Khuza’i
Pada masa itu, syair mendapat perhatian khusus dan penghargaan yang tinggi. Syair juga biasa ditempatkan pada surat-surat kabar untuk menyebarluaskan berita, seruan, ataupun maksud-maksud politik. Penguasa memberi dukungan dan imbalan yang besar untuk mengukuhkan pemerintahan mereka.
Sebagian penyair menolak bujukan pemerintah dan tetap teguh dalam mempertahankan kebenaran, sekalipun dalam keadaan serbakurang dan tertindas, sebagaimana yang dilakukan oleh pujangga Da’bal Al-Khuza’i.
Sejarah mencatat pertemuan Da’bal dengan Imam Ali Ar-Ridha. Abu Shlat Al-Harawi meriwayatkan, “Da’bal menjumpai Imam Ar-Ridha as. di Moro dan berkata, ‘Wahai putra Rasulullah, aku telah membuat syair dan aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak membacakan kepada seseorang sebelum engkau mendengarkannya’.
Imam as. menyambutnya dan mengucapkan banyak terima kasih lalu mempersilahkan untuk menyenandungkannya. Di antara bait-bait syair Da’bal ialah:
Kediaman-kediaman manusia suci
kini telah sunyi dari pengunjung
Rumah wahyu tidak lagi
dituruni kabar-kabar langit
Pusara di Kufah dan
yang lainnya di Thaibah (Baqi’),
Pula yang di Fakh (Karbala)
senantiasa tercurah salawatku
Dan pusara di Baghdad,
milik jiwa yang suci
Tercurahkan rahmat Sang Pengasih
dalam ruang-ruang kedamaian.
Imam lalu menyambutnya,
Pusara di Thusi betapa besar
Dera nestapa yang menimpanya
Da’bal dengan penuh keheranan bertanya, “Aku tidak pernah tahu, siapakah pemilik pusara itu?”.
“Itulah kuburku wahai Da’bal!,” jawab Imam as.
Sang penyair melanjutkan senandung syairnya yang menyisipkan penderitaan dan musibah yang terus menerus menimpa Ahlul Bait. Imam as. menangis, air matanya berderai menghangatkan pipinya.
Imam memberikan 100 dinar sebagai hadiah kepada Da’bal. Namun, ia merasa berat menerimanya, dan meminta dari beliau sehelai kain untuk mendapatkan berkah darinya. Imam menghadiahkan jubah dari bulu yang ditenun sebagai tambahan dari uang 100 dinar.
Da’bal memohon diri. Dalam perjalanan pulang, ia dan kafilahnya dihadang oleh segerombolan perampok.Seluruh harta benda mereka dirampas. Sambil duduk membagi hasil rampasan, salah seorang perampok melantunkan satu bait puisi:
Aku melihat mereka membagi-bagi harta rampasan.
Di tangan mereka harta rampasan dari emas
Mendengar bait itu, Da’bal bertanya kepada perampok tersebut, “Siapa yang membuat puisi tadi?”
“Ini puisi Da’bal”, jawabnya.
“Akulah Da’bal”, kata Da’bal memperkenalkan diri.
Para perampok itu pun segera mengembalikan harta-harta kafilah yang bersamanya dengan penuh hormat, serta meminta maaf kepada mereka.
Da’bal dan kafilahnya melanjutkan perjalanan sampai di kota Qum. Di sana, sebagian masyarakat berebut ingin menukar baju Imam dengan seribu Dinar, namun Da’bal menolaknya. Di tengah itu, datanglah sekelompok pemuda dari luar kota Qum menginginkan sepotong (secarik) dari pakaian Imam untuk tabarruk dengan imbalan 1000 Dinar. Maka, Da’bal pun merelakannya.
Ketika sampai di rumahnya, Da’bal mendapati istrinya menderita sakit di bagian matanya. Ia memeriksakannya, dari satu tabib ke tabib yang lain. Tapi, mereka semua mengatakan, “Sudah tidak ada gunanya kamu berobat, karena istrimu akan menderita kebutaan”.
Da’bal merasa sedih sekali. Tiba-tiba ia teringat potongan baju Imam, kemudian dia melilitkannya di mata sang istri dari awal malam hingga esok harinya. Tatkala istri Da’bal terjaga, ia tidak merasakan sakit sedikitpun berkat karamah Imam Ali Ar-Ridha as.
Hari Kesyahidan
Setelah Ma’mun merasa jenuh dan putus asa membujuk Imam Ali Ar-Ridha as. dengan kekuasaan, sementara beliau tetap teguh dan bersih dari kepentingan dunia, Ma’mun senantiasa mencari-cari kesempatan untuk membunuh beliau.
Di Baghdad, orang-orang Abbasiyah mengumumkan pembangkangannya. Lalu mereka membaiat orang-orang kaya sebagai khalifah pengganti Ma’mun, karena kuatir akan berpindahnya kekuasaan dan kekhalifahan ke tangan orang-orang Alawiyah.
Untuk menarik simpati mereka di Baghdad dan tetap mengakuinya sebagai khalifah, Ma’mun merencanakan pembunuhan terhadap Imam. Dia bubuhkan racun ganas di sekitar anggur.
Imam as. meninggal karena racun itu dan kembali ke haribaan Allah dalam keadaan syahid dan teraniaya.
Imam Ali Ar-Ridha as. syahid pada tahun 203 H dan dimakamkan di kota Thusi (Masyhad-Iran).
Sementara itu, Ma’mun menampakkan dirinya sedih di hadapan masyarakat dengan tujuan menepis kecurigaan dan tuduhan mereka terhadapnya. Dia pun ikut serta mengantarkan jenazah suci Imam as. dan berjalan tanpa alas kaki sambil menangis.
Mutiara Hadis Imam Ali Ar-Ridha as.
* “Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada orang tuanya, maka dia tidak bersyukur kepada Allah swt.”
* “Barang siapa yang selalu mengawasi dirinya, niscaya akan beruntung, dan barang siapa melalaikannya, pasti akan merugi”.
* “Sebaik-baik akal adalah kesadaran seseorang akan dirinya sendiri”.
* “Bila seorang mukmin marah, maka kemarahannya tidak akan mengeluarkan dirinya dari bersikap benar. Dan jika ia senang, maka kesenangannya tidak akan menghanyutkannya ke dalam kebatilan. Dan jika ia punya kekuatan, ia tidak akan merebut lebih dari haknya”.
* “Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang menceritakan kejelekan orang dan orang yang mendengarkannya serta orang yang banyak bertanya”.
Sebuah Pesan dari Imam Ali Ar-Ridha a.s
Ali bin Syu'aib, salah seorang sahabat setia Imam Ridha a.s. bercerita: "Suatu hari aku pergi untuk bertamu ke rumah Imam Ridha a.s. "Wahai Ali, Kehidupan siapakah yang terbaik?", tanyanya kepadaku.
"Wahai Imam, Anda yang lebih tahu", jawabku pendek.
"Orang yang memakmurkan kehidupan orang lain dengan biaya hidupnya sendiri", jawabnya.
"Apakah engkau tahu kehidupan siapakah yang paling jelek?", tanyanya kembali.
"Anda lebih tahu", jawabku.
"Orang yang orang lain tidak dapat mengambil manfaat dari kehidupannya", jawabnya".
Pada kesempatan ini kami persembahkan kepada para pembaca budiman ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Ridha a.s.
1. Tiga karakter orang mukmin
"Seseorang tidak akan menjadi mukmin yang sejati kecuali ia memiliki tiga karakter berikut ini:
mengikuti sunnah Tuhannya,
sunnah Nabi-Nya dan
sunnah imamnya.
Sunnah (kebiasaan yang dilakukan oleh) Tuhannya adalah menyimpan rahasia, sunnah Nabi-Nya adalah berbuat toleransi terhadap orang lain dan sunnah imamnya adalah sabar menanggung kesengsaraan".
2. Pahala berbuat kebajikan secara diam-diam dan ancaman bagi orang yang melakukan kejelekan secara terang-terangan
"Orang yang berbuat kebaikan secara diam-diam pahalanya sama dengan tujuh puluh kebaikan, orang yang melakukan kejelekan secara terang-terangan, ia akan hina dan orang yang menutupi kejelekan akan diampuni".
3. Kebersihan
"Menjaga kebersihan adalah termasuk akhlak para nabi a.s."
4. Orang yang dapat dipercaya
"Orang yang (pada hakikatnya) dapat dipercaya tidak akan berkhianat kepadamu, dan hanya engkaulah yang menganggap pengkhianat sebagai orang yang dapat dipercaya".
5. Kedudukan saudara tertua
"Kedudukan saudara tertua seperti kedudukan seorang ayah".
6. Sahabat dan musuh setiap orang
"Sahabat setiap orang adalah akalnya dan musuhnya adalah kebodohannya".
7. Menyebutkan nama seseorang dengan penuh penghormatan
"Jika engkau menyebut nama seseorang yang ada di hadapanmu, maka sebutlah julukannya, dan jika ia tidak ada di hadapanmu, maka sebutlah namanya".
8. Kejelekan banyak bicara
"Allah membenci banyak bicara, menghambur-hamburkan harta dan meminta-minta".
9. Sepuluh keistimewaan orang yang berakal
"Akal seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia memiliki sepuluh karakter berikut:
a. Kebaikannya selalu diharapkan orang
b. Orang lain merasa aman dari kejahatannya
c. Menganggap banyak kebaikan orang yang sedikit
d. Menganggap sedikit kebaikan yang telah diperbuatnya kepada orang lain
e. Tidak pernah menyesal jika orang lain selalu meminta bantuan darinya
f. Tidak merasa bosan mencari ilmu sepanjang umurnya
g. Kefakiran di jalan Allah lebih disukainya dari pada kekayaan
h. Hina di jalan Allah lebih disukainya dari pada mulia di dalam pelukan musuh-Nya
i. Ketidaktenaran lebih disukainya dari pada ketenaran".
Kemudian Imam Ridha a.s. bertanya: "Yang kesepuluh, apakah yang kesepuluh?" "Apakah yang kesepuluh?", tanya seorang sahabat.
"Ia tidak melihat seseorang kecuali berkata (dalam hatinya): 'Ia masih lebih baik dariku dan lebih bertakwa'", jawabnya singkat.
1. Tanda-tanda safilah
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang siapakah safilah itu. Ia menjawab: "(Safilah) adalah orang yang dilupakan oleh hartanya untuk mengingat Allah".
2. Imam, takwa dan yakin
"Sesungguhnya iman lebih utama dari Islam satu derajat, takwa lebih utama dari iman satu derajat dan bani Adam tidak akan dianugerahi sesuatu yang lebih utama dari yakin".
3. Walimah perkawinan
"Mengadakan walimah perkawinan adalah termasuk sunnah".
4. Silaturahmi dengan sarana apa pun
"Sambunglah tali persudaraanmu walau dengan memberikan seteguk air minum, dan cara yang terbaik untuk itu adalah tidak mengganggu kerabatmu".
5. Senjata para nabi a.s.
"Pergnakanlah senjata para nabi a.s.!"
"Apakah senjata para nabi itu?", tanya sebagian sahabat.
"Doa", jawabnya singkat.
6. Tanda-tanda orang yang "faqih" dalam agama
"Di antara tanda-tanda orang yang 'faqih' dalam agama adalah kesabaran dan ilmu. Diam adalah salah satu pintu dari pintu-pintu hikmah. Sesungguhnya diam dapat mendatangkan kecintaan, dan ia adalah tanda setiap kebaikan".
7. Hakikat tawakal
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang hakikat tawakal. Ia menjawab: "(Tawakal) adalah engkau tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah".
8. Manusia terjahat
"Manusia terjahat adalah orang yang tidak mau menolong orang lain, makan sendirian dan memukul budaknya (baca : bawahannya)".
9. Para penguasa tidak akan pernah menepati janji
"Orang yang kikir tidak akan pernah tenang, penghasud tidak akan pernah bahagia, para penguasa tidak akan pernah menepati janji dan pembohong tidak akan memiliki harga diri".
10. Mencium tangan, tidak!
"Seseorang tidak boleh mencium tangan sesamanya, karena mencium tangannya sama halnya dengan mengerjakan shalat kepadanya".
11. Berprasangka baik kepada Allah
"Berprasangkalah baik kepada Allah, karena orang yang berprasangka baik kepada Allah, Ia akan seperti yang disangkannya. Barang siapa yang rela dengan rezeki sedikit, maka amalannya yang sedikit akan diterima, tanggungannya menjadi ringan, keluarganya akan dianugerahi nikmat, Allah akan memberitahukan kepadanya penyakit dunia dan obatnya dan Ia akan mengeluarkannya dari dunia ini dengan selamat menuju alam kebahagiaan".
12. Rukun iman
"Iman memiliki empat rukun: tawakal kepada Allah, rela dengan segala ketentuan (qadha`)-Nya, pasrah diri terhadap semua perintah-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya".
13. Hamba Allah terbaik
Imam Ridha a.s. pernah ditanya tentang hamba Allah yang terbaik. Ia menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang jika berbuat kebajikan marasa bahagia, jika berbuat kejahatan akan meminta ampun, jika dianugerahi oleh orang lain akan berterima kasih, dan jika marah akan memaafkan".
14. Menghina orang fakir
"Barang siapa berjumpa dengan orang fakir dan mengucapkan salam kepadanya dengan cara yang berbeda ketika mengucapkan salam kepada orang kaya, maka ia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat sedangkan Ia murka kepadanya".
15. Kebahagiaan dunia
Imam Ridha a.s. pernah ditanya mengenai kebahgiaan dunia. Ia menjawab: "Luasnya rumah dan banyaknya sahabat".
16. Akibat pmerintahan zalim
"Jika para penguasa sudah berani berbohong, maka hujan tidak akan turun, jika penguasa sudah berani berbuat lalim, maka negara akan hina, dan jika zakat tidak dibayar, maka binatang-binatang ternak akan binasa".
17. Membahagiakan orang mukmin
"Barang siapa menolong orang mukmin menangani kesusahannya, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari hatinya pada hari kiamat".
18. Amalan terbaik setelah hal-hal yang wajib
"Tidak ada amalan yang lebih utama di sisi Allah setelah hal-hal yang wajib dari membahagiakan orang mukmin".
19. Tidak berlebihan dalam berbuat kebaikan
"Janganlah berlebihan ketika engkau kaya atau miskin dan dalam berbuat kebaikan, baik dari barang yang banyak atau sedikit, karena Allah SWT bisa membesarkan pahala sedekah setengah potong kurma pada hari kiamat hingga menjadi seperti gunung Uhud ".
20. Saling berkunjung dan menampakkan rasa kasih sayang
"Saling berkunjunglah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai, dan saling bersalamanlah kalian dan jangan saling bermusuhan"
21. Merahasiakan pekerjaan
"Rahasiakanlah urusan agama dan dunia kalian, karena diriwayatkan bahwa "menyebarkan urusan-urusan tersebut adalah kekufuran", "orang yang suka menyebarkannya dan pembunuh adalah sama" dan "apa yang kau rahasiakan dari musuhmu hendaknya sahabatmu juga jangan sampai mengetahuinya".
22. Melanggar janji dan tipu muslihat
"Seseorang tidak akan dapat membebaskan diri dari lingkaran kesengsaraan dengan melanggar janji, dan tidak akan aman dari ancaman siksa jika melakukan kezaliman dengan cara tipu muslihat".
23. Cara menghadapi empat golongan
"Hadapilah raja dengan penuh waspada, sahabat dengan rendah hati, musuh dengan cara hati-hati dan masyarakat umum dengan wajah yang ceria".
24. Rela dengan rezeki yang sedikit
"Barang siapa yang rela terhadap Allah karena rezeki sedikit (yang telah dianugerahkannya kepadanya), maka Ia akan merelai amalannya yang sedikit".
25. Pahala orang yang mau berusaha
"Barang siapa yang berusaha mencari rezeki dengan tujuan untuk menghidupi keluarganya, pahalanya lebih besar dari orang yang berjihad di jalan Allah".
26. Sifat pemaaf akan selalu menang
"Jika dua kelompok saling bertemu, maka kemenangan akan berpihak kepada kelompok yang paling pemaaf".
27. Amal saleh dan mencintai keluarga Muhammad SAW
"Janganlah meninggalkan amal saleh dan kesungguhan dalam ibadah karena mengandalkan cinta kepada keluarga Muhammad SAWW dan janganlah meninggalkan kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW karena mengandalkan ibadah (yang kau kerjakan), karena salah satunya tidak akan diterima kecuali jika disertai dengan yang lainnya".
Julukan lainnya yang diberikan kepada Imam Ali ar-Ridha adalah ash-Shabir, ar-Radhi, al-Wafi, az-Zaki, dan al-Wali.Selain itu julukan lainnya adalah:
1. Imam Zamin'i Tsamin, Tsamin berarti delapan, Zamin berarti keselamatan dan keamanan.
2. Gharibul-Ghurabaa
3. Alim'i ali Muhammad
Kelahiran dan kehidupan keluarga
Kelahiran
Pada tanggal 11 Dzulkaidah 148 H, seorang anak laki-laki lahir di rumah Imam Musa al-Kadzim (Imam ke-7) di Madinah, yang nantinya akan mengambil posisi keimaman, setelah ayahnya.Namanya adalah Ali dengan julukan ar-Ridha. Beliau lahir satu bulan setelah kakeknya, Imam Ja'far ash-Shadiq meninggal.
Ibu
lbunya bernama Taktam, ada pula yang menyebut bernama Najmah, yang dijuluki Ummu al-Banin, seorang yang shalehah, ahli ibadah, utama dalam akal dan agamanya dan setelah melahirkan Ali ar-Ridha, Musa al-Kadzim memberinya nama at-Thahirah.
Saudara
Beliau memiliki saudara yang bernama Zaid, yang melakukan revolusi dan membuat kerusuhan di Madinah. Zaid pernah tertangkap dan dibawa atas perintah al-Ma'mun ke Khurasan untuk diadili. Al-Ma'mun membebaskannya sebagai penghormatan terhadap Imam Ali ar-Ridha.
Imam Ali ar-Ridha memiliki saudara lain yang bernama Abdullah, dimana ia hidup sampai masa Imam Muhammad al-Jawad.
Imam Ali ar-Ridha memiliki seorang saudari yang bernama Fatimah Maksumah, ia meninggal di Qom, Iran ketika datang dari Madinah menuju Masyhad untuk mencari kakaknya, Imam Ali ar-Ridha. Kuburan Fatimah Maksumah, sampai saat ini masih terdapat di Qom, dan menjadi pusat ziarah di sana.
Istri-istri
Imam Ali ar-Ridha menikah dengan Sayyidah Sabika yang juga dikenal dengan nama Khaizarun. Istri Imam Ali ar-Ridha ini adalah keturunan sahabat Muhammad, yang juga pembela setia Ali, Ammar bin Yasir. Khaizarun merupakan ibu dari Imam ke-9, Muhammad al-Jawad.
Selain itu, Imam Ali ar-Ridha dinikahkan pula dengan putri dari khalifah saat itu, Ummul Fadhl binti al-Ma'mun, dimana menurut riwayat, Ummul Fadhl begitu mengetahui Imam Ali ar-Ridha telah memiliki istri lain yang telah memberikan keturunan, maka ia menjadi marah, dan setuju untuk memberi racun kepada Imam Ali ar-Ridha hingga menyebabkan wafatnya Imam Ali ar-Ridha.
Keturunan
Putra-putra Imam bernama:
1. Hasan
2. Muhammad al-Jawad, penerus keimaman
3. Ja'far
4. Ibrahim
5. Husain
Putri Imam Ali ar-Ridha bernama Aisyah.
AL-IMAM ALI AL-'URAIDHI
Al-Imam Ali Al-'Uraidhi
Beliau adalah Ali bin Ja`far atau lebih dikenal dengan Imam Ali al-Uraidhi adalah putra dari Imam Ja'far ash-Shadiq dan saudara dari Imam Musa al-Kadzim. Dia dikenal dengan julukan al-`Uraidhi, karena ia tinggal di suatu daerah yang bernama `Uraidh (sekitar 4 mil dari Madinah), selain itu ia juga dipanggil dengan julukan Abu Hasan.
Biografi
Kelahiran
Dilahirkan dan dibesarkan di Madinah, dan kemudian memilih untuk tinggal di daerah 'Uraidh. beliau merupakan seorang yang tekun beribadah, dermawan dan seorang ulama besar. Diantara saudara-saudaranya, ia adalah anak yang paling bungsu, paling panjang umurnya dan salah satu yang menonjol. Ayahnya, Imam Ja'far ash-Shadiq meninggal pada saat ia masih kecil.
Ali al-'Uraidhi, lebih mengutamakan menghindari ketenaran dan takut dari hal-hal yang dapat menyebabkan dikenal. Ia dikaruniai umur panjang, sampai dapat menjumpai cucu dari cucunya.
Keturunan
Kebanyakan sayyid dan habib yang berada di Indonesia dan Asia Tenggara merupakan keturunannya dari jalur Ahmad al-Muhajir. Putra-putranya adalah:
1. Hasan
2. Ahmad asy-Sya'rani
3. Ja'far al-Ashgar
4. Muhammad al-Naqib
* Isa ar-Rumi
o Ahmad al-Muhajir
Wafat
Beliau meninggal pada tahun 112 H di kota 'Uraidh dan disemayamkan di kota tersebut. Makamnya sempat tak diketahui, lalu Zain bin Abdullah Bahasan menampakkannya, sehingga terkenal hingga sekarang.
Keilmuan
Keilmuan didapat dari ayah dan sahabat ayahnya, selain itu didapat pula dari saudaranya, Imam Musa al-Kadzim. Ia juga belajar dari Hasan bin Zaid bin Ali. Banyak pula yang meriwayatkan hadits dari jalur Ali al-Uraidhi, diantaranya adalah kedua putranya ( Ahmad dan Muhammad ), cucunya ( Abdullah bin Hasan bin Ali ), putra keponakan ( Ismail bin Muhammad bin Ishaq bin Ja'far ash-Shadiq ) dan juga al-Imam al-Buzzi.
Pendapat perawi hadits
* Berkata Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam kitabnya Al-Miizaan, "Ali bin Ja'far Ash-Shadiq meriwayatkan hadits dari ayahnya, juga dari saudaranya (yaitu Musa al-Kadzim), dan juga dari Sufyan ats-Tsauri. Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau di antaranya Al-Jahdhami, Al-Buzzi, Al-Ausi, dan ada beberapa lagi. At-Turmudzi juga meriwayatkan hadits dari beliau di dalam kitabnya."
* Adz-Dzahabi menulis dalam kitab lainnya, Al-Kaasyif, "Ali bin Ja'far bin Muhammad meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan juga dari saudaranya (yaitu Musa al-Kadzim). Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah dua putranya (yaitu Muhammad dan Ahmad) dan juga ada beberapa orang. Ia meninggal pada tahun 112 H..."
* Adz-Dzahabi juga meriwayatkan suatu hadits dengan mengambil sanad dari beliau, dari ayahnya terus sampai kepada Imam Ali bin Abi Thalib, "Sesungguhnya Nabi SAW memegang tangan Hasan dan Husain, sambil berkata, 'Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai kedua orang ini dan ayah dari keduanya, maka ia akan bersamaku di dalam kedudukanku (surga) pada hari kiamat.' "
* Ibnu Hajar juga berkata di dalam kitabnya At-Taqrib, "Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain adalah salah seorang tokoh besar pada abad ke-10 H..."
* Al-Yaafi'i memujinya di dalam kitab Tarikh-nya. Demikian juga Al-Qadhi menyebutkannya di dalam kitabnya Asy-Syifa', dan juga mensanadkan hadits dari beliau, serta meriwayatkan hadits yang panjang tentang sifat-sifat Nabi SAW. Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya juga meriwayatkan hadits dari jalur beliau. Demikian juga beberapa orang menyebutkan nama beliau, di antaranya As-Sayyid Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan As-Sayyid As-Samhudi.
Beliau adalah Ali bin Ja`far atau lebih dikenal dengan Imam Ali al-Uraidhi adalah putra dari Imam Ja'far ash-Shadiq dan saudara dari Imam Musa al-Kadzim. Dia dikenal dengan julukan al-`Uraidhi, karena ia tinggal di suatu daerah yang bernama `Uraidh (sekitar 4 mil dari Madinah), selain itu ia juga dipanggil dengan julukan Abu Hasan.
Biografi
Kelahiran
Dilahirkan dan dibesarkan di Madinah, dan kemudian memilih untuk tinggal di daerah 'Uraidh. beliau merupakan seorang yang tekun beribadah, dermawan dan seorang ulama besar. Diantara saudara-saudaranya, ia adalah anak yang paling bungsu, paling panjang umurnya dan salah satu yang menonjol. Ayahnya, Imam Ja'far ash-Shadiq meninggal pada saat ia masih kecil.
Ali al-'Uraidhi, lebih mengutamakan menghindari ketenaran dan takut dari hal-hal yang dapat menyebabkan dikenal. Ia dikaruniai umur panjang, sampai dapat menjumpai cucu dari cucunya.
Keturunan
Kebanyakan sayyid dan habib yang berada di Indonesia dan Asia Tenggara merupakan keturunannya dari jalur Ahmad al-Muhajir. Putra-putranya adalah:
1. Hasan
2. Ahmad asy-Sya'rani
3. Ja'far al-Ashgar
4. Muhammad al-Naqib
* Isa ar-Rumi
o Ahmad al-Muhajir
Wafat
Beliau meninggal pada tahun 112 H di kota 'Uraidh dan disemayamkan di kota tersebut. Makamnya sempat tak diketahui, lalu Zain bin Abdullah Bahasan menampakkannya, sehingga terkenal hingga sekarang.
Keilmuan
Keilmuan didapat dari ayah dan sahabat ayahnya, selain itu didapat pula dari saudaranya, Imam Musa al-Kadzim. Ia juga belajar dari Hasan bin Zaid bin Ali. Banyak pula yang meriwayatkan hadits dari jalur Ali al-Uraidhi, diantaranya adalah kedua putranya ( Ahmad dan Muhammad ), cucunya ( Abdullah bin Hasan bin Ali ), putra keponakan ( Ismail bin Muhammad bin Ishaq bin Ja'far ash-Shadiq ) dan juga al-Imam al-Buzzi.
Pendapat perawi hadits
* Berkata Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam kitabnya Al-Miizaan, "Ali bin Ja'far Ash-Shadiq meriwayatkan hadits dari ayahnya, juga dari saudaranya (yaitu Musa al-Kadzim), dan juga dari Sufyan ats-Tsauri. Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau di antaranya Al-Jahdhami, Al-Buzzi, Al-Ausi, dan ada beberapa lagi. At-Turmudzi juga meriwayatkan hadits dari beliau di dalam kitabnya."
* Adz-Dzahabi menulis dalam kitab lainnya, Al-Kaasyif, "Ali bin Ja'far bin Muhammad meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan juga dari saudaranya (yaitu Musa al-Kadzim). Adapun yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah dua putranya (yaitu Muhammad dan Ahmad) dan juga ada beberapa orang. Ia meninggal pada tahun 112 H..."
* Adz-Dzahabi juga meriwayatkan suatu hadits dengan mengambil sanad dari beliau, dari ayahnya terus sampai kepada Imam Ali bin Abi Thalib, "Sesungguhnya Nabi SAW memegang tangan Hasan dan Husain, sambil berkata, 'Barangsiapa yang mencintaiku dan mencintai kedua orang ini dan ayah dari keduanya, maka ia akan bersamaku di dalam kedudukanku (surga) pada hari kiamat.' "
* Ibnu Hajar juga berkata di dalam kitabnya At-Taqrib, "Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain adalah salah seorang tokoh besar pada abad ke-10 H..."
* Al-Yaafi'i memujinya di dalam kitab Tarikh-nya. Demikian juga Al-Qadhi menyebutkannya di dalam kitabnya Asy-Syifa', dan juga mensanadkan hadits dari beliau, serta meriwayatkan hadits yang panjang tentang sifat-sifat Nabi SAW. Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya juga meriwayatkan hadits dari jalur beliau. Demikian juga beberapa orang menyebutkan nama beliau, di antaranya As-Sayyid Ibnu 'Unbah, Al-'Amri, dan As-Sayyid As-Samhudi.
AL IMAM MUSA AL-KADZIM
Al Imam Musa Al-Kadzim
Tujuh Safar, 128 H – 25 Rajab 183 H (Bertepatan dengan: lahir di Abwa’, Arab Saudi, 28 Oktober 746 – meninggal di Kazimain, 1 September 799 pada umur 52 tahun) merupakan Imam ke-7 dalam tradisi Islam Syi'ah Dua Belas Imam. Dia adalah putra dari Imam ke-6, Al Imam Ja'far Ash-Shadiq, dan ibunya bernama Hamidah Khatun. Dia lahir ketika terjadi pergolakan antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dan ia biasa pula dipanggil dengan nama Abu al-Hasan
Keluarga
Kelahiran
Al-Imam Musa al-Kazhim as lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa’ yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunda beliau bernama Hamidah. Imam as mencapai kedudukan Imamah pada usia 21 tahun.
Ibunda
Ibunda Al-Imam Musa al-Kazhim as adalah seorang budak yang dibeli oleh Imam Ja’far. Meskipun demikian, ibunda telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja’far as, yang menjadikannya sebagai wanita yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga, terkadang Imam Ja’far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.
Keturunan
Diantara keturunan Al-Imam Musa al-Kazhim adalah:
1. Ali ar-Ridha (penerus imamah)
2. Ahmad bin Musa, dikenal pula dengan julukan Syah Chiragh. Ia syahid di Syiraz, Iran.
3. 'Ala'uddin Husain, ia syahid di Syiraz, Iran.
4. Muhammad al-'Abid,
1. Ibrahim al-Mujab, ia dikuburkan di Karbala, Iraq.
1. Ahmad bin Ibrahim
2. Muhammad bin Ibrahim
3. Ali bin Ibrahim
5. Fatimah al-Ma'sumah, ia dikuburkan di Qom, Iran.
Periode kehidupan
Periode kehidupan Al-Imam Musa al-Kazhim dapat dibagi menjadi dua bagian:
* Pertama, kehidupan beliau bersama ayahandanya di Madinah selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum beliau mencapai Imamah.
* Kedua, masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan, dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam as.
Sahabat-sahabat Al-Imam Musa al-Kazhim
Ketika ayahnya, Imam Ja’far Ash-Shadiq as wafat, murid-murid beliau memusatkan perhatian dan kesetiaan mereka kepada putranya, Al-Imam Musa al-Kazhim as. Mereka menuntut ilmu kepada Al-Imam Musa al-Kazhim selama tiga puluh tiga tahun. Beberapa murid beliau antara lain:
Ibnu Abi Umair
Ia belajar pada tiga Imam, yaitu Al-Imam Musa al-Kazhim, Imam Ali Ar-Ridha as, dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ibnu Abi Umair merupakan salah seorang ulama terkenal pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab hadis sebagai tanda jasanya.
Beberapa orang memberi kabar kepada penguasa Abasiyah, bahwa Ibnu Abi Umair adalah orang Syi’ah (pengikut Ahlulbait). Ia ditangkap dan diinterogasi untuk menyebutkan nama-nama orang Syi’ah yang ia kenali. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memenuhi paksaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka mengganjar seratus cambukan kepada murid setia para Imam ini.
Syaikh Mufid menuturkan, “Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”
Ali bin Yaqthin
Ia juga adalah salah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-shodiq as. Marwan memata-matainya dan memerintahkan penangkapannya. Akan tetapi, Ali berhasil meloloskan diri dari kejaran Marwan. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul keruntuhan Dinasti Bani Umaiyah di tangan Bani Abbasiyah.
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.
Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Al-Imam Musa al-Kazhim yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, namun ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.
Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.
Mu’min Ath-Thaq
Ia adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq as dan Imam Musa Al-Kazhim as. Imam Ja’far mendudukkannya sebagai salah seorang sahabat utama beliau dan memberikan penghormatan khusus kepadanya.
Mu’min amat tangkas dalam diskusi dengan siapa saja. Mengenai hal ini, Imam Ja’far as mengatakan, “Mu’min ibarat seekor elang yang menerkam mangsanya.”
Hisyam bin Hakam
Ia adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Logika. Acapkali terdapat sebuah masalah pelik, Imam Ja’far as selalu mengutusnya memecahkan masalah itu. Ia sangat menguasai pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan tangkas dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dalam masalah-masalah Ketuhanan.
Hisyam banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama dari berbagai mazhab dan golongan.
Mutiara Hadis Al-Imam Musa al-Kazhim
* “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
* “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
* “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
* “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
* “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Keluhuran Akhlak
Nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan yang tertanam pada pribadi Rasulullah Saww dan keluarga sucinya mencerminkan kepribadian agung manusia-manusia suci tersebut. Tak diragukan lagi, Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya adalah penunjuk manusia yang mencari kebahagiaan sejati dan jati diri sebenarnya. Pada hari ini, tepatnya tahun 127 hijriah, salah satu cucu Rasulullah Saww , Imam Musa Al-Kadzim, lahir ke dunia. Kami segenap kru Radio mengucapkan selamat atas hari kelahiran Imam Musa Al-Kadzim as.
Pada masa Imam Musa Al-Kadzim as dipenuhi dengan berbagai peristiwa besar dan kecil. Sikap-sikap Imam Musa as dalam mereaksi berbagai peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang berharga bagi ummat Islam. Imam Musa as saat itu hidup ditengah masyarakat yang jauh dari ajaran-ajaran murni Islam. Bahkan para pemimpin saat itu bersikap lalim dan rakus harta. Imam Musa Kadzim as semasa dengan sejumlah para pemimpin Bani Abbas, termasuk Harun. Harun menunjukkan dirinya sebagai orang yang beragama, namun perilakunya sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang yang beragama. Di masa keimamahan atau kepemimpinan Imam Musa Kadzim as selama 35 tahun, beliau menjelaskan sistem politik dan sosial Islam dengan berbagai cara, kepada masyarakat saat itu. Melalui penjelasan tersebut, masyarakat menyadari bahwa perilaku Bani Abbas bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islam.
Karena komitmen dan kegigihan dalam menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman, Imam Musa Al-Kadzim as bersedia menjalani kepahitan hidup di penjara Dinasti Abbasiah selama bertahun-tahun. Dalam sejarah disebutkan Imam Musa Kadzim as mendekam di penjara selama 14 tahun. Para penguasa saat itu menghendaki Imam Musa supaya menghentikan perlawanan atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap bulannya kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf; "Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku."
Menurut Imam Musa Al-Kadzim as, kebatilan tidak akan menghantarkan seseorang ke tujuannnya. Pemerintah-pemerintah lalim tidak dapat menerapkan keadilan. Imam Musa Al-Kadzim as menekankan pentingnya kebenaran, kepada para sahabatnya yang setia, dan berkata," Jagalah dirimu dari kemarahan Allah Swt dan bertakwalah. Sampaikanlah kebenaran tanpa rasa takut, meski kebenaran itu akan melenyapkanmu secara lahiriah. Ketahuilah bahwa kebenaran itu tidak akan menghancurkanmu, tapi malah menyelamatkanmu. Namun lepaskanlah kebatilan, meski hal itu secara lahiriah menyelamatkanmu. Sebab, kebatilan tidak akan menyelamatkanmu, bahkan pada akhirnya akan membinasakanmu."
Dr Muhsen Al-Wairi, seorang dosen, menjelaskan sejarah Imam Musa Kazim as, dan mengatakan, salah satu karakter mulia Imam Musa Al-Kadzim as adalah bersikap kasih sayang dan lembut kepada masyarakat. Imam Musa berkata, "Berkasih sayang dan lembut kepada masyarakat adalah separuh akal." Beliau as juga menekankan, "Akal yang paling tepat adalah akal yang membahagiakan manusia." Dengan demikian, jika landasan perilaku kita kepada masyarakat bertumpu pada kasih sayang, maka kita telah menerapkan akhlak yang juga logis. Sebab, hal itu dapat membahagiakan kita sendiri.
Imam Musa Kadzim as memperlakukan sejumlah masyarakat, khususnya orang-orang yang tertindas dan miskin, dengan rasa kasih sayang dan perhatian yang luar biasa kepada mereka. Siapapun yang datang ke rumah Imam Musa as akan kembali dengan tangan yang tidak kosong dan hati yang berbahagia, baik secara spiritual maupun material. Perilaku Imam yang suka memaaafkan kesalahan-kesalahan seseorang membuat beliau dikenal sebagai peredam kemarahan. Imam Musa Kadzim as berkata, "Kasih sayang membahagiakan kehidupan, memperkokoh hubungan, menumbuhkan harapan dan menghangatkan lingkungan masyarakat."
Imam Musa Kadzim as dalam perlawanan politiknya terhadap para penguasa lalim, mengetahui situasi dan menggunakan kesempatan dengan baik. Sejumlah sahabatnya yang setia mempunyai jabatan di pemerintah dinasti Abbasiah. Mereka membela Imam Musa as dengan berbagai cara. Karena pengaruhnya di tengah pasukan dinasti Abbasiah, Imam Musa as dapat melanjutkan aktivitas politik dan sosialnya. Salah satu sahabat setia beliau as yang mempunyai jabatan penting di pemerintah dinasti Abbasiah adalah Ali bin Yaqtin. Pada suatu hari, Ali bin Yaqthin meminta izin kepada Imam Musa untuk melepas jabatannya di pemerintah. Akan tetapi Imam tidak mengizinkannya. Beliau berkata, "Allah Swt mempunyai wali-wali di tengah penguasa yang lalim. Melalui mereka, Allah Swt melindungi hamba-hambanya yang baik. Sangatlah mungkin bahwa Allah Swt telah menjadikan kamu sebagai perantaranya untuk meredam api fitnah yang dikobarkan para penentang."
Dalam sejarah disebutkan, Ali bin Yaqthin mempunyai hubungan yang terkoordinasi dengan Imam Musa Kadzim as. Ali bin Yaqthin juga melakukan berbagai tindakan untuk membela para pecinta Ahlul Bait as. Di antara langkah-langkah yang dilakukan Ali bin Yaqthin adalah mengirim sekelompok orang yang tertindas untuk melakukan ibadah haji. Dengan cara itu, ia dapat membantu ekonomi kalangan masyarakat yang tertindas. Selain itu, dia juga secara terselubung mengembalikan pajak pemerintah yang diambil dari orang-orang yang lemah.
Agenda yang disusun rapi untuk menghadapi pemikiran yang menyimpang adalah di antara program-program penting Imam Musa Kadzim as. Pada zaman itu, pemikiran anti-ketuhanan dan ideologi yang menyimpang menjamur di berbagai tempat. Dengan berbagai argumentasi logis, Imam Musa Kadzim as menghadapi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan menjelaskan ajaran yang benar, kepada masyarakat. Aktivitas intelektual dan ilmiah Imam Musa as dilakukan di tengah tekanan kondisi politik saat itu. Dengan penuh kesabaran, Imam Musa as berhasil mempertahankan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam sejarah disebutkan, lebih dari 200 perawi hadis dan pemikir saat itu berguru kepada Imam Musa Kadzim as. Imam Musa benar-benar berupaya meningkatkan intelektualitas masyarakat saat itu. Beliau juga menganjurkan masyarakat supaya menimba ilmu dari sumber yang terpercaya dan meningkatkan keilmuan mereka sehingga tidak terjebak dalam makar orang-orang yang berpikiran batil.
Dinasti Abbasiah juga menyadari bahwa keberadaan Imam Musa as di tengah masyarakat akan melemahkan tonggak-tonggak pemerintah yang lalim. Untuk Itu, Harun Al-Rasyid, penguasa lalim saat itu memenjarakan Imam Musa as dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun ketabahan Imam Musa as yang dipenjara selama bertahun-tahun tak membuat pengaruhnya di tengah masyarakat berkurang.
Imam Musa bin Ja'far r.a. yang dikenal dengan julukan Al-Kazhim, babul hawaa`ij (pintu terkabulnya hajat) dan hamba yang saleh dilahirkan di Abwa`, sebuah desa yang terletak di antara Makkah dan Madinah pada tanggal 7 Shafar 128 H. Ibunya bernama Hamidah.
Imam Musa Kazhim r.a. meneruskan metode ayahnya dalam berdakwah yang menekankan pentingnya sebuah perombakan pemikiran dan akidah masyarakat waktu itu dan memerangi aliran-aliran yang menyimpang dari rel Islam. Dengan argumentasi-argumentasi yang kokoh ia telah membuktikan kerapuhan pemikiran-pemikiran atheis dan menyadarkan orang-orang yang sedang menyeleweng akan kekeliruannya. Tidak lama berselang revolusi pemikiran yang dirintis oleh Imam Kazhim r.a. mengalami puncak kecemerlangannya dan mempengaruhi para ilmuwan yang hidup kala itu.
Realita ini sangat mengkhawatirkan para penguasa Abasiyah. Dengan ini mereka menggunakan tindak kekerasan dan penyiksaan dalam menangani para pengikutnya. Dikarenakan tindakan asusila mereka ini dan adanya kemungkinan bahaya yang mengancamnya, Imam Kazhim r.a. memerintahkan Hisyam, salah satu pengikut setianya untuk tutup mulut. Dan hingga Khalifah mati, ia meliburkan semua program diskusi dan pembahasan ilmiahnya.
Ibnu Hajar Al-Haitsami bercerita: "Musa Al-Kazhim mewarisi semua ilmu yang dimiliki oleh ayahnya dan ia adalah orang yang memiliki keistimewaan khusus dan sangat sempurna. Karena sifat kepemaafan dan kesabaran yang dimilikinya dalam menghadapi masyarakat bodoh yang hidup pada zamannya, ia mendapatkan julukan al-kazhim (penahan amarah). Pada masanya, tidak ada seorang pun yang bisa menyamainya dalam ilmu pengetahuan dan kedermawanan".
Imam Kazhim r.a. menunjukkan sikap anti dan negatif terhadap penguasa yang berkuasa saat itu, dan ia memerintahkan para pengikutnya --dalam menyelesaikan pertikaian yang mereka hadapi-- untuk tidak merujuk kepada penguasa. Sebaliknya, mereka harus menentukan hakim sendiri yang berhak untuk menyelesaikan pertikaian mereka.
Berkenaan dengan para penguasa zalim Imam Kazhim r.a. berkata: "Barang siapa yang menghendaki mereka tetap hidup, maka ia termasuk golongan mereka. Dan barang siapa yang termasuk golongan mereka, maka ia akan masuk neraka". Dengan demikian, Imam telah menentukan sikap tegas terhadap pemerintahan Harun Ar-Rasyid, mengharamkan kerja sama dengannya dan melarang para pengikutnya untuk bergantung kepada pemerintahannya.
Imam Kazhim r.a. berkata: "Janganlah kalian bersandar kepada mereka, karena kalian akan dijerumuskan ke dalam api neraka". Ia mengecualikan Ali bin Yaqthin, salah satu pengikutnya dari instruksi tersebut dan memperbolehkannya untuk menduduki kursi kementrian pada masa Harun Ar-Rasyid sebagaimana ia juga telah memegang tampuk tersebut pada Mahdi Al-Abasi. Ia pernah meminta izin dari Imam Kazhim r.a. untuk mengundurkan diri dari tugasnya. Akan tetapi, Imam melarangnya untuk melakukan hati itu seraya berkata kepadanya: "Jangan kau lakukan itu. Saudara-saudaramu menjadi mulia karenamu dan mereka bangga denganmu. Mungkin dengan bantuan Allah engkau bisa memperbaiki situasi ini, menolong orang yang tidak mampu atau para musuh-Nya akan kalah karenamu. Wahai Ali, kaffarah yang harus kau berikan sekarang adalah berbuat baik kepada saudara-saudaramu. Lakukanlah satu hal niscaya aku akan menjamin tiga hal untukmu: setiap kali engkau melihat pengikut kami, maka penuhilah segala kebutuhannya dan hargailah dia. Aku jamin engkau tidak akan masuk penjara, tidak satu pedang pun yang akan melukaimu dan engkau tidak akan pernah mengalami kemiskinan. Wahai Ali, barang siapa yang membahagiakan seorang mukmin, maka ia --pertama-- telah membahagiakan Allah, --kedua-- Rasulullah SAWW dan --ketiga--kami".
b. Memata-matai Imam Musa Al-Kazhim r.a.
Sebagian program dan kegiatan-kegiatan Imam Kazhim r.a. dibocorkan oleh mata-mata pemerintah kepada Harun Ar-Rasyid yang berkuasa saat itu. Dan hal ini menyulut api amarahnya.
Suatu kali mereka memberikan informasi kepada Harun Ar-Rasyid bahwa harta berlimpah dikirimkan kepada Imam Kazhim r.a. dan dengan demikian ia memiliki baitul mal yang sangat banyak. Harun Ar-Rasyid mengeluarkan instruksi untuk menangkap dan memenjarakan Imam Kazhim r.a. Yahya Barmaki tahu bahwa Imam r.a. menginginkan khilafah untuk dirinya, dan untuk itu ia mengirimkan surat kepada para pengikutnya yang berdomisili di berbagai penjuru negeri Islam untuk bergabung kepadanya dan mengadakan pemberontakan untuk menentang pemerintah. Yahya memberitahukan hal itu kepada Harun dan ia mempengaruhinya untuk bertindak cepat. Akhirnya, Harun Ar-Rasyid memasukkan Imam Kazhim r.a. ke dalam penjara guna memisahkannya dari para pengikutnya. Imam ditahan di dalam penjara Harun sekitar 14 tahun lamanya.
Ketika masih di dalam penjara, Imam pernah menulis sepucuk surat kepada Harun yang berbunyi sebagai berikut: "Tidak akan ada hari penuh bala` yang menimpaku sedangkan kamu hidup berbahagia. Di suatu hari yang tidak berujung kita semua akan dihisab. Pada saat itulah orang-orang yang bejat akan merasakan merugi".
Di dalam penjara, Imam Kazhim r.a. mengalami berbagai siksaan yang sangat menyakitkan. Tangan dan kakinya dirantai. Pada akhirnya mereka meminumkan racun kepadanya dan ia syahid dalam keadaan mazlum.
c. Budi Pekerti Luhur Imam Musa Kazhim r.a.
Imam Kazhim r.a. adalah orang yang paling abid, zahid, faqih dan dermawan pada masa itu. Ketika dua pertiga malam tiba, ia mulai melakukan shalat sunnah dan melanjutkan shalatnya hingga fajar menyingsing. Setelah melaksanakan shalat Shubuh, ia mengangkat tangan untuk berdoa dan mulai tenggelam dalam tangisan hingga seluruh jenggotnya basah dengan air mata. Ketika ia membaca Al Quran, orang-orang berdatangan dan berkumpul di sekelilingnya untuk menikmati suaranya yang merdu.
Ia dikenal dengan julukan hamba saleh, dan karena kemampuannya menahan amarah, ia dijuluki dengan al-kazhim. Julukannya yang lain adalah shabir (penyabar) dan amin (terpercaya).
Salah satu dari keturunan Umar bin Khattab sering mengganggunya dan menjelek-jelekkan Imam Ali r.a. Sebagian orang yang bersamanya berkata: "Izinkanlah kami membunuhnya". Imam r.a. dengan tegas mencegah mereka untuk melakukan hal itu. Pada suatu hari, Imam mencari orang tersebut. Mereka menjawab: "Ia sibuk berkebun di pinggiran Madinah".
Dengan menunggangi keledainya Imam masuk ke kebun orang tersebut. "Jangan kau rusak tanamanku", teriaknya nyaring. Akan tetapi, Imam r.a. tidak menghiraukan teriakannya. Ia terus masuk ke kebunnya dengan menunggangi keledai hingga ia sampai di hadapannya. Imam turun dari keledai dan langsung bersenda-gurau dengannya.
Setelah itu Imam r.a. bertanya: "Berapa kerugian yang kau taksir akibat kerusakan kebunmu ini?"
"100 Dinar!", jawabnya tegas.
"Sekarang berapa kerugian yang harus kuganti?", tanya Imam kembali.
"Aku tidak memiliki ilmu ghaib (baca : aku tidak tahu--pen.)", jawabnya.
"Aku bertanya berapa yang harus kubayar?", tanya Imam memaksa.
"200 Dinar", jawabnya.
Imam Kazhim r.a. memberikan 300 Dinar kepadanya seraya berkata: "Kebunmu tetap menjadi milikmu". Lelaki itu bangun dari duduknya seraya mencium kening Imam r.a. dan hengkang dari tempat itu.
Imam Musa Kazhim r.a. pergi ke masjid dan melihat lelaki itu duduk di dalam masjid. Ketika ia melihat Imam masuk, ia berkata: "Allah lebih tahu di mana Ia harus meletakkan risalah-Nya".
Para pengikut Imam r.a. mengerumuni lelaki tersebut dan bertanya kepadanya: "Apa gerangan yang terjadi? Selama ini engkau selalu memusuhinya?" Ia akhirnya mulai mengumpat mereka dan berdoa untuk keselamatan Imam Kazhim r.a.
Setelah itu Imam Kazhim r.a. berkata kepada para pengikutnya: "Apakah perlakuan yang ingin kalian lakukan terhadapnya lebih baik atau perlakuanku terhadapnya dengan memberikan uang 300 Dinar kepadanya?"
Sangat banyak riwayat yang menceritakan akhlak Imam Kazhim r.a. yang sangat tinggi, kesabarannya dalam menghadapi segala kesulitan dan ketidakpeduliannya terhadap harta dunia. Hal ini mengindikasikan kesempurnaan jiwa dan sifat kepemaafannya yang sangat luhur.
d. Pasca Syahadah Imam Musa Al-Kazhim r.a.
Atas perintah Harun Ar-Rasyid, Sindi bin Syahik menaruh racun di dalam makanan Imam Musa Kazhim r.a. Setelah memakannya, ia harus meninggalkan dunia fana ini setelah tiga hari bergelut dengan racun tersebut.
Setelah Imam Kazhim r.a. syahid, Sindi mengumpulkan beberapa orang faqih dan pembesar Baghdad. Setelah mereka sampai di samping jenazah Imam, ia berkata kepada mereka: "Lihatlah dengan seksama, apakah kalian melihat bekas tusukan pedang atau panah di tubuhnya?" "Kami tidak melihat bekas tersebut", jawab mereka. Setelah itu ia meminta dari mereka untuk bersaksi bahwa Imam r.a. meninggal dunia secara biasa. Dan mereka bersaksi. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan jenazah Imam r.a. dan diletakkannya di jembatan Baghdad. Ia memerintahkan seseorang untuk berteriak: "Ini adalah Musa bin Ja'far telah mati. Lihatlah!" Orang-orang yang lewat di situ memperhatikan jenazahnya dan mereka tidak melihat bekas pembunuhan sedikit pun.
Berkenaan dengan lamanya Imam Kazhim r.a. dipenjara, terdapat beberapa pendapat yang sangat berbeda. Satu pendapat menyatakan 4 tahun, pendapat kedua mengatakan 7 tahun, pendapat ketiga mencatat 10 tahun dan pendapat keempat 14 tahun.
Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pencari kebenaran hakiki hadis-hadis suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Kazhim r.a.
1.Hujjah lahiriah dan batiniah
"Sesungguhnya Allah memiliki dua hujjah atas manusia: hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para rasul, nabi dan imam (ma'shum) dan hujjah batiniah adalah akal".
2.Sabar dan menjauhi orang-orang yang mencintai dunia
"Sabar dalam kesendirian adalah tanda kekuatan akal. Barang siapa yang merenungkan tentang Allah, ia akan menjauhi orang-orang yang mencintai dunia dan menginginkan apa yang ada di sisi Tuhannya, Allah adalah penenangnya dalam ketakutan, temannya dalam kesendirian, kekayaannya dalam kefakiran dan kemuliaannya di hadapan selain kerabatnya".
3.Merendahkan diri di hadapan Allah
"Barang siapa yang menginginkan kekayaan tanpa harta, terselamatkan dari sifat iri dengki dan keselamatan dalam agama, hendaknya ia merendahkan diri di hadapan Allah ketika meminta kepada-Nya (dan mintalah kepada-Nya untuk) menyempurnakan akalnya. Barang siapa yang akalnya telah sempurna, maka ia akan merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya. Barang siapa yang merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya, maka ia akan merasa kaya. Dan barang siapa yang tidak merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya, maka ia tidak pernah merasakan kekayaan sama sekali".
4.Menjenguk mukmin karena Allah
"Barang siapa yang menjenguk saudara seimannya karena Allah, bukan karena selain-Nya, demi mengharap pahala-Nya dan segala yang telah dijanjikan kepadanya, maka Allah azza wa jalla akan memerintahkan tujuh puluh ribu malaikat untuk menjaganya dari sejak ia keluar dari rumah hingga ia kembali ke rumahnya seraya berkata kepadanya: 'Engkau adalah orang baik (baca : beruntung) dan surga adalah sesuai denganmu. Engkau telah membangun rumah di sana".
5.Harga diri, akal dan nilai seseorang
"Tidak sempurna agama orang yang tidak memiliki harga diri, dan tidak memiliki harga diri orang yang tidak berakal. Sesungguhnya orang yang paling agung nilainya adalah orang yang tidak menganggap dunia sebagai satu nilai baginya. Ingatlah, harga badanmu ini adalah surga, jangan engkau menjualnya dengan selainnya".
6.Menjaga harga diri orang lain
"Barang siapa yang menjaga dirinya untuk tidak mempermalukan orang lain, maka Allah akan mengampuni kesalahannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang menahan kemarahannya terhadap orang lain, maka Allah akan menahan murka-Nya terhadapnya pada hari kiamat".
7.Faktor-faktor yang dapat mendekatkan diri dari Allah
"Sarana paling baik yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah shalat, berbakti kepada kedua orang tua, meninggalkan sifat dengki, sombong dan bangga diri".
8.Orang berakal tidak akan berbohong
"Sesungguhnya orang yang berakal tidak akan berbohong meskipun hal itu tidak sesuai dengan hawa nafsunya".
9.Hikmah diam
"Sedikit berbicara adalah sebuah hikmah yang amat besar. Oleh karena itu, hendaklah kalian banyak diam, karena banyak diam adalah satu ketenangan hidup dan satu faktor yang dapat meringankan dosa".
10.Pencela yang tak tahu malu
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga bagi pencela yang tak tahu malu dan tidak memikirkan apa yang keluar dari mulutnya serta apa yang dikatakan orang lain kepadanya".
11.Orang sombong tidak akan masuk surga
"Hati-hatilah terhadap sifat sombong! Karena tidak akan masuk surga orang yang di hatinya tersimpan setitik kesombongan".
12.Program kerja siang dan malam
"Berusahalah untuk membagi waktu kalian dalam empat bagian: satu bagian untuk bermunajat kepada Allah, satu bagian untuk mencari rezeki, satu bagian untuk menjenguk para saudara seiman yang dapat dipercaya untuk memberitahukan aib-aib yang ada pada dirimu dan sahabat setiamu lahir-batin, dan satu bagian untuk menikmati kenikmatan yang kalian miliki asalkan tidak haram. Dengan menggunakan bagian keempat ini kalian akan mampu melaksanakan tiga bagian di atas".
13.Duduk bersama dengan orang yang beragama dan berakal
"Duduk bersama orang yang beragam adalah sebuah kemuliaan dunia dan akhirat, dan bermusyawarah dengan orang berakal dan ahli nasihat adalah sebuah berkah, petunjuk dan taufik dari Allah. Jika ia menentukan sebuah solusi, maka janganlah menentangnya, karena hal itu akan mengundang kecelakaan bagimu".
14.Akibat cinta dunia
"Barang siapa yang mencintai dunia, rasa takut kepada akhirat akan sirna dari hatinya. Barang siapa yang ilmunya bertambah kemudian kecintaannya kepada dunia juga bertambah, maka ia akan bertambah jauh dari Allah dan kemurkaan-Nya kepadanya akan bertambah".
15.Menjauhi tamak dan hanya bertawakal kepada Allah
"Hindarilah tamak dan janganlah mengharap apa yang ada di tangan manusia serta musnahkanlah rasa tamak dari hati para makhluk, karena tamak adalah kunci kehinaan, pembasmi akal, pemusnah dan pengotor harga diri serta pembasmi ilmu. Janganlah (hanya mengandalkan) tawakal kepada Tuhanmu".
16.Hasil amanah dan kejujuran
"Menjaga amanah dan berkata jujur dapat mendatangkan rezeki, sedangkan khianat dan berkata bohong dapat mendatangkan kefakiran dan kemunafikan".
17.Berkata benar dan membasmi kebatilan
"Takutlah kepada Allah dan berkatalah benar meskipun engkau harus binasa, karena di dalam berkata benar itu adalah keselamatanmu. Takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah kebatilan meskipun engkau akan selamat, karena di dalam kebatilan itu adalah kecelakaanmu".
18.Bala` sesuai dengan kadar iman seseorang
"Seorang mukmin bak dua sayap timbangan, ketika imannya bertambah, maka bala`nya pun akan bertambah".
19.Shalat sunnah dan mendekatkan diri kepada Allah
"Shalat sunnah adalah sarana bagi mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah".
20.Keutamaan ishlah (memperbaiki keadaan) dan memaafkan
"Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak lantang:
"Perhatian! Barang siapa yang merasa memiliki pahala di sisi Allah, hendaklah ia berdiri!" Tidak ada orang yang berani berdiri kecuali para pemaaf dan orang yang memilih semangat untuk ishlah. Pahalanya ada di sisi Allah".
21.Sedekah terbaik
"Menolong orang yang lemah adalah sedekah terbaik".
22.Dosa baru, bala` baru
"Ketika seseorang melakukan dosa baru yang belum pernah dilakukannya, maka Allah akan mendatangkan bala` yang tak pernah disangka-sangka baginya".
23.Kunci pintu hati
"Perdalamilah agama Allah, karena memperdalami agama adalah kunci hati dan faktor utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi di dalam agama dan di dunia. Dan keutamaan seorang "faqih" atas seorang abid bak keutamaan matahari atas bintang-bintang, dan barang siapa enggan mendalami agamanya, maka Allah tidak akan pernah merelai amalannya".
24.Dunia adalah sarana terbaik
"Jadikanlah untuk dirimu bagian dari dunia selama hal itu halal, tidak merusak harga diri dan tidak melampaui batas, serta gunakanlah dunia tersebut untuk memperkokoh agama, karena diriwayatkan bahwa bukan golongan kami orang yang mengorbankan dunia demi agamanya atau mengorbankan agama demi dunianya".
25.Ibadah terbaik
"Ibadah terbaik setelah mengetahui Allah adalah menunggu
"faraj" (kemunculan Imam Mahdi .)".
26.Mencintai orang lain
"Mencintai orang lain adalah setengah iman".
27.Menghindari kemarahan
"Barang siapa yang menahan kemarahannya terhadap orang lain, maka Allah akan menghindarkannya dari siksa api neraka".
28.Manusia terkuat
"Barang siapa ingin menjadi manusia terkuat, hendaknya bertawakal kepada Allah".
29.Selalu meningkat, bukan malah mundur
"Barang siapa yang dua harinya sama, maka ia telah rugi, barang siapa yang satu harinya lebih jelek, maka ia terlaknat, barang yang (kebaikannya) tidak bertambah sama sekali, maka ia berada dalam kekurangan, dan barang siapa yang berada dalam kekurangan, maka kematian lebih baik baginya".
30.Berbuat kebajikan kepada orang lain
"Hak saudaramu yang paling vital adalah jangan kau menutupi sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya".
31.Menghindari bergurau
"Hindarilah bergurau, karena bergurau dapat melenyapkan cahaya imanmu".
32.Nasihat alam semesta
"Jika engkau merenungkan ciptaan (yang ada di dunia ini), niscaya engkau akan melihat nasihat di dalamnya bagimu".
33.Yang memahami nilai kebajikan
"Barang siapa yang tidak pernah merasakan kesulitan, maka ia tidak akan pernah memahami nilai kebajikan orang lain".
WASIAT IMAM MUSA AL-KADZIM
Kepada Sebagian Putra-Putranya
Wahai anakku, hendaknya engkau yakin bahwa Allah melihatmu ketika hendak bermaksiat sehingga dapat mencegahmu melakukannya. Hendaknya engkau yakin bahwa Allah mencarimu dalam ketaatan yang Ia memerintahkannya dan hendaknya engkau berusaha dengan sungguh-sungguh.
Janganlah engkau mengeluarkan dirimu dengan bermalas-malasan dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak disembah melainkan harus dengan sebenar-benar ibadah kepada-Nya.
Hendaknya engkau menjauhi senda gurau karena sesungguhnya senda gurau dapat menghilangkan cahaya imanmu dan merendahkan kepribadianmu. Hindarilah kecemasan dan jauhilah kemalasan karena keduanya dapat menghalangi kebahagiaanmu di dunia dan akhirat.
Kepada Sebagian Pengikutnya
Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah kebenaran karena ia dapat mencelakakanmu namun sesungguhnya ia pun dapat menyelamatkanmu. Bertakwalah kepada Allah dan tolaklah kebatilan karena ia dapat menyelamatkanmu namun sesungguhnya ia pun dapat mencelakakanmu.
Gembirakanlah diri kalian dengan kenikmatan dunia yang halal yang kalian sukai, janganlah kalian merobek penjagaan diri dan melampaui batas. Mintalah pertolongan dengan itu dalam urusan agama karena sesungguhnya ada hadis berbunyi,”
Bukan golongan kami orang yang meninggalkan dunia karena agamanya atau meninggalkan agama karena dunianya.”
Perdalamlah ilmu fiqih dalam agama karena sesungguhnya ilmu fiqih merupakan kunci pembuka penglihatan batin, penyempurna ibadah, penyebab menuju kedudukan mulia serta merupakan tingkatan tinggi dalam agama dan dunia. Keutamaan ahli fiqih dari ahli ibadah bagaikan keutamaan matahari atas bintang-bintang. Barangsiapa yang tidak mendalami ilmu fiqih dalam agamanya maka Allah tidak meridhai amalannya.
Beliau syahid pada tanggal 25 Rajab 183 H. di penjara Harun Ar-Rasyid pada usia 55 tahun dengan cara diracun. Kuburannya berada di kota Kazhimain, dekat kota Baghdad.
Tujuh Safar, 128 H – 25 Rajab 183 H (Bertepatan dengan: lahir di Abwa’, Arab Saudi, 28 Oktober 746 – meninggal di Kazimain, 1 September 799 pada umur 52 tahun) merupakan Imam ke-7 dalam tradisi Islam Syi'ah Dua Belas Imam. Dia adalah putra dari Imam ke-6, Al Imam Ja'far Ash-Shadiq, dan ibunya bernama Hamidah Khatun. Dia lahir ketika terjadi pergolakan antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dan ia biasa pula dipanggil dengan nama Abu al-Hasan
Keluarga
Kelahiran
Al-Imam Musa al-Kazhim as lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan 7 Shafar tahun 128 Hijriah di sebuah lembah bernama Abwa’ yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Ibunda beliau bernama Hamidah. Imam as mencapai kedudukan Imamah pada usia 21 tahun.
Ibunda
Ibunda Al-Imam Musa al-Kazhim as adalah seorang budak yang dibeli oleh Imam Ja’far. Meskipun demikian, ibunda telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja’far as, yang menjadikannya sebagai wanita yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga, terkadang Imam Ja’far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.
Keturunan
Diantara keturunan Al-Imam Musa al-Kazhim adalah:
1. Ali ar-Ridha (penerus imamah)
2. Ahmad bin Musa, dikenal pula dengan julukan Syah Chiragh. Ia syahid di Syiraz, Iran.
3. 'Ala'uddin Husain, ia syahid di Syiraz, Iran.
4. Muhammad al-'Abid,
1. Ibrahim al-Mujab, ia dikuburkan di Karbala, Iraq.
1. Ahmad bin Ibrahim
2. Muhammad bin Ibrahim
3. Ali bin Ibrahim
5. Fatimah al-Ma'sumah, ia dikuburkan di Qom, Iran.
Periode kehidupan
Periode kehidupan Al-Imam Musa al-Kazhim dapat dibagi menjadi dua bagian:
* Pertama, kehidupan beliau bersama ayahandanya di Madinah selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum beliau mencapai Imamah.
* Kedua, masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan, dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam as.
Sahabat-sahabat Al-Imam Musa al-Kazhim
Ketika ayahnya, Imam Ja’far Ash-Shadiq as wafat, murid-murid beliau memusatkan perhatian dan kesetiaan mereka kepada putranya, Al-Imam Musa al-Kazhim as. Mereka menuntut ilmu kepada Al-Imam Musa al-Kazhim selama tiga puluh tiga tahun. Beberapa murid beliau antara lain:
Ibnu Abi Umair
Ia belajar pada tiga Imam, yaitu Al-Imam Musa al-Kazhim, Imam Ali Ar-Ridha as, dan Imam Muhammad Al-Jawad as. Ibnu Abi Umair merupakan salah seorang ulama terkenal pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab hadis sebagai tanda jasanya.
Beberapa orang memberi kabar kepada penguasa Abasiyah, bahwa Ibnu Abi Umair adalah orang Syi’ah (pengikut Ahlulbait). Ia ditangkap dan diinterogasi untuk menyebutkan nama-nama orang Syi’ah yang ia kenali. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya untuk memenuhi paksaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka mengganjar seratus cambukan kepada murid setia para Imam ini.
Syaikh Mufid menuturkan, “Sahabat utama Imam ini dipenjarakan selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat, ia tetap mengunci mulutnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk memberikan informasi kepada penguasa Abasiyah yang zalim.”
Ali bin Yaqthin
Ia juga adalah salah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-shodiq as. Marwan memata-matainya dan memerintahkan penangkapannya. Akan tetapi, Ali berhasil meloloskan diri dari kejaran Marwan. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul keruntuhan Dinasti Bani Umaiyah di tangan Bani Abbasiyah.
Ali menjalin hubungan yang dekat dengan orang-orang Abbasiyah dan berhasil menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan mereka. Melalui kedudukannya ini, ia banyak membantu pengikut-pengikut Ahlulbait yang tertindas.
Harun Ar-Rasyid mengangkat Ali sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Al-Imam Musa al-Kazhim yang menyusup ke dalam pemerintahan Harun. Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, namun ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjabat kementerian demi melindungi ajaran dan pengikut Ahlulbait as.
Ali bin Yaqthin wafat ketika Imam Musa as masih berada di dalam penjara.
Mu’min Ath-Thaq
Ia adalah seorang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq as dan Imam Musa Al-Kazhim as. Imam Ja’far mendudukkannya sebagai salah seorang sahabat utama beliau dan memberikan penghormatan khusus kepadanya.
Mu’min amat tangkas dalam diskusi dengan siapa saja. Mengenai hal ini, Imam Ja’far as mengatakan, “Mu’min ibarat seekor elang yang menerkam mangsanya.”
Hisyam bin Hakam
Ia adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Logika. Acapkali terdapat sebuah masalah pelik, Imam Ja’far as selalu mengutusnya memecahkan masalah itu. Ia sangat menguasai pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan tangkas dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dalam masalah-masalah Ketuhanan.
Hisyam banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama dari berbagai mazhab dan golongan.
Mutiara Hadis Al-Imam Musa al-Kazhim
* “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
* “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
* “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
* “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
* “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Keluhuran Akhlak
Nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan yang tertanam pada pribadi Rasulullah Saww dan keluarga sucinya mencerminkan kepribadian agung manusia-manusia suci tersebut. Tak diragukan lagi, Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya adalah penunjuk manusia yang mencari kebahagiaan sejati dan jati diri sebenarnya. Pada hari ini, tepatnya tahun 127 hijriah, salah satu cucu Rasulullah Saww , Imam Musa Al-Kadzim, lahir ke dunia. Kami segenap kru Radio mengucapkan selamat atas hari kelahiran Imam Musa Al-Kadzim as.
Pada masa Imam Musa Al-Kadzim as dipenuhi dengan berbagai peristiwa besar dan kecil. Sikap-sikap Imam Musa as dalam mereaksi berbagai peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang berharga bagi ummat Islam. Imam Musa as saat itu hidup ditengah masyarakat yang jauh dari ajaran-ajaran murni Islam. Bahkan para pemimpin saat itu bersikap lalim dan rakus harta. Imam Musa Kadzim as semasa dengan sejumlah para pemimpin Bani Abbas, termasuk Harun. Harun menunjukkan dirinya sebagai orang yang beragama, namun perilakunya sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang yang beragama. Di masa keimamahan atau kepemimpinan Imam Musa Kadzim as selama 35 tahun, beliau menjelaskan sistem politik dan sosial Islam dengan berbagai cara, kepada masyarakat saat itu. Melalui penjelasan tersebut, masyarakat menyadari bahwa perilaku Bani Abbas bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islam.
Karena komitmen dan kegigihan dalam menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman, Imam Musa Al-Kadzim as bersedia menjalani kepahitan hidup di penjara Dinasti Abbasiah selama bertahun-tahun. Dalam sejarah disebutkan Imam Musa Kadzim as mendekam di penjara selama 14 tahun. Para penguasa saat itu menghendaki Imam Musa supaya menghentikan perlawanan atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap bulannya kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf; "Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku."
Menurut Imam Musa Al-Kadzim as, kebatilan tidak akan menghantarkan seseorang ke tujuannnya. Pemerintah-pemerintah lalim tidak dapat menerapkan keadilan. Imam Musa Al-Kadzim as menekankan pentingnya kebenaran, kepada para sahabatnya yang setia, dan berkata," Jagalah dirimu dari kemarahan Allah Swt dan bertakwalah. Sampaikanlah kebenaran tanpa rasa takut, meski kebenaran itu akan melenyapkanmu secara lahiriah. Ketahuilah bahwa kebenaran itu tidak akan menghancurkanmu, tapi malah menyelamatkanmu. Namun lepaskanlah kebatilan, meski hal itu secara lahiriah menyelamatkanmu. Sebab, kebatilan tidak akan menyelamatkanmu, bahkan pada akhirnya akan membinasakanmu."
Dr Muhsen Al-Wairi, seorang dosen, menjelaskan sejarah Imam Musa Kazim as, dan mengatakan, salah satu karakter mulia Imam Musa Al-Kadzim as adalah bersikap kasih sayang dan lembut kepada masyarakat. Imam Musa berkata, "Berkasih sayang dan lembut kepada masyarakat adalah separuh akal." Beliau as juga menekankan, "Akal yang paling tepat adalah akal yang membahagiakan manusia." Dengan demikian, jika landasan perilaku kita kepada masyarakat bertumpu pada kasih sayang, maka kita telah menerapkan akhlak yang juga logis. Sebab, hal itu dapat membahagiakan kita sendiri.
Imam Musa Kadzim as memperlakukan sejumlah masyarakat, khususnya orang-orang yang tertindas dan miskin, dengan rasa kasih sayang dan perhatian yang luar biasa kepada mereka. Siapapun yang datang ke rumah Imam Musa as akan kembali dengan tangan yang tidak kosong dan hati yang berbahagia, baik secara spiritual maupun material. Perilaku Imam yang suka memaaafkan kesalahan-kesalahan seseorang membuat beliau dikenal sebagai peredam kemarahan. Imam Musa Kadzim as berkata, "Kasih sayang membahagiakan kehidupan, memperkokoh hubungan, menumbuhkan harapan dan menghangatkan lingkungan masyarakat."
Imam Musa Kadzim as dalam perlawanan politiknya terhadap para penguasa lalim, mengetahui situasi dan menggunakan kesempatan dengan baik. Sejumlah sahabatnya yang setia mempunyai jabatan di pemerintah dinasti Abbasiah. Mereka membela Imam Musa as dengan berbagai cara. Karena pengaruhnya di tengah pasukan dinasti Abbasiah, Imam Musa as dapat melanjutkan aktivitas politik dan sosialnya. Salah satu sahabat setia beliau as yang mempunyai jabatan penting di pemerintah dinasti Abbasiah adalah Ali bin Yaqtin. Pada suatu hari, Ali bin Yaqthin meminta izin kepada Imam Musa untuk melepas jabatannya di pemerintah. Akan tetapi Imam tidak mengizinkannya. Beliau berkata, "Allah Swt mempunyai wali-wali di tengah penguasa yang lalim. Melalui mereka, Allah Swt melindungi hamba-hambanya yang baik. Sangatlah mungkin bahwa Allah Swt telah menjadikan kamu sebagai perantaranya untuk meredam api fitnah yang dikobarkan para penentang."
Dalam sejarah disebutkan, Ali bin Yaqthin mempunyai hubungan yang terkoordinasi dengan Imam Musa Kadzim as. Ali bin Yaqthin juga melakukan berbagai tindakan untuk membela para pecinta Ahlul Bait as. Di antara langkah-langkah yang dilakukan Ali bin Yaqthin adalah mengirim sekelompok orang yang tertindas untuk melakukan ibadah haji. Dengan cara itu, ia dapat membantu ekonomi kalangan masyarakat yang tertindas. Selain itu, dia juga secara terselubung mengembalikan pajak pemerintah yang diambil dari orang-orang yang lemah.
Agenda yang disusun rapi untuk menghadapi pemikiran yang menyimpang adalah di antara program-program penting Imam Musa Kadzim as. Pada zaman itu, pemikiran anti-ketuhanan dan ideologi yang menyimpang menjamur di berbagai tempat. Dengan berbagai argumentasi logis, Imam Musa Kadzim as menghadapi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan menjelaskan ajaran yang benar, kepada masyarakat. Aktivitas intelektual dan ilmiah Imam Musa as dilakukan di tengah tekanan kondisi politik saat itu. Dengan penuh kesabaran, Imam Musa as berhasil mempertahankan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam sejarah disebutkan, lebih dari 200 perawi hadis dan pemikir saat itu berguru kepada Imam Musa Kadzim as. Imam Musa benar-benar berupaya meningkatkan intelektualitas masyarakat saat itu. Beliau juga menganjurkan masyarakat supaya menimba ilmu dari sumber yang terpercaya dan meningkatkan keilmuan mereka sehingga tidak terjebak dalam makar orang-orang yang berpikiran batil.
Dinasti Abbasiah juga menyadari bahwa keberadaan Imam Musa as di tengah masyarakat akan melemahkan tonggak-tonggak pemerintah yang lalim. Untuk Itu, Harun Al-Rasyid, penguasa lalim saat itu memenjarakan Imam Musa as dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun ketabahan Imam Musa as yang dipenjara selama bertahun-tahun tak membuat pengaruhnya di tengah masyarakat berkurang.
Imam Musa bin Ja'far r.a. yang dikenal dengan julukan Al-Kazhim, babul hawaa`ij (pintu terkabulnya hajat) dan hamba yang saleh dilahirkan di Abwa`, sebuah desa yang terletak di antara Makkah dan Madinah pada tanggal 7 Shafar 128 H. Ibunya bernama Hamidah.
Imam Musa Kazhim r.a. meneruskan metode ayahnya dalam berdakwah yang menekankan pentingnya sebuah perombakan pemikiran dan akidah masyarakat waktu itu dan memerangi aliran-aliran yang menyimpang dari rel Islam. Dengan argumentasi-argumentasi yang kokoh ia telah membuktikan kerapuhan pemikiran-pemikiran atheis dan menyadarkan orang-orang yang sedang menyeleweng akan kekeliruannya. Tidak lama berselang revolusi pemikiran yang dirintis oleh Imam Kazhim r.a. mengalami puncak kecemerlangannya dan mempengaruhi para ilmuwan yang hidup kala itu.
Realita ini sangat mengkhawatirkan para penguasa Abasiyah. Dengan ini mereka menggunakan tindak kekerasan dan penyiksaan dalam menangani para pengikutnya. Dikarenakan tindakan asusila mereka ini dan adanya kemungkinan bahaya yang mengancamnya, Imam Kazhim r.a. memerintahkan Hisyam, salah satu pengikut setianya untuk tutup mulut. Dan hingga Khalifah mati, ia meliburkan semua program diskusi dan pembahasan ilmiahnya.
Ibnu Hajar Al-Haitsami bercerita: "Musa Al-Kazhim mewarisi semua ilmu yang dimiliki oleh ayahnya dan ia adalah orang yang memiliki keistimewaan khusus dan sangat sempurna. Karena sifat kepemaafan dan kesabaran yang dimilikinya dalam menghadapi masyarakat bodoh yang hidup pada zamannya, ia mendapatkan julukan al-kazhim (penahan amarah). Pada masanya, tidak ada seorang pun yang bisa menyamainya dalam ilmu pengetahuan dan kedermawanan".
Imam Kazhim r.a. menunjukkan sikap anti dan negatif terhadap penguasa yang berkuasa saat itu, dan ia memerintahkan para pengikutnya --dalam menyelesaikan pertikaian yang mereka hadapi-- untuk tidak merujuk kepada penguasa. Sebaliknya, mereka harus menentukan hakim sendiri yang berhak untuk menyelesaikan pertikaian mereka.
Berkenaan dengan para penguasa zalim Imam Kazhim r.a. berkata: "Barang siapa yang menghendaki mereka tetap hidup, maka ia termasuk golongan mereka. Dan barang siapa yang termasuk golongan mereka, maka ia akan masuk neraka". Dengan demikian, Imam telah menentukan sikap tegas terhadap pemerintahan Harun Ar-Rasyid, mengharamkan kerja sama dengannya dan melarang para pengikutnya untuk bergantung kepada pemerintahannya.
Imam Kazhim r.a. berkata: "Janganlah kalian bersandar kepada mereka, karena kalian akan dijerumuskan ke dalam api neraka". Ia mengecualikan Ali bin Yaqthin, salah satu pengikutnya dari instruksi tersebut dan memperbolehkannya untuk menduduki kursi kementrian pada masa Harun Ar-Rasyid sebagaimana ia juga telah memegang tampuk tersebut pada Mahdi Al-Abasi. Ia pernah meminta izin dari Imam Kazhim r.a. untuk mengundurkan diri dari tugasnya. Akan tetapi, Imam melarangnya untuk melakukan hati itu seraya berkata kepadanya: "Jangan kau lakukan itu. Saudara-saudaramu menjadi mulia karenamu dan mereka bangga denganmu. Mungkin dengan bantuan Allah engkau bisa memperbaiki situasi ini, menolong orang yang tidak mampu atau para musuh-Nya akan kalah karenamu. Wahai Ali, kaffarah yang harus kau berikan sekarang adalah berbuat baik kepada saudara-saudaramu. Lakukanlah satu hal niscaya aku akan menjamin tiga hal untukmu: setiap kali engkau melihat pengikut kami, maka penuhilah segala kebutuhannya dan hargailah dia. Aku jamin engkau tidak akan masuk penjara, tidak satu pedang pun yang akan melukaimu dan engkau tidak akan pernah mengalami kemiskinan. Wahai Ali, barang siapa yang membahagiakan seorang mukmin, maka ia --pertama-- telah membahagiakan Allah, --kedua-- Rasulullah SAWW dan --ketiga--kami".
b. Memata-matai Imam Musa Al-Kazhim r.a.
Sebagian program dan kegiatan-kegiatan Imam Kazhim r.a. dibocorkan oleh mata-mata pemerintah kepada Harun Ar-Rasyid yang berkuasa saat itu. Dan hal ini menyulut api amarahnya.
Suatu kali mereka memberikan informasi kepada Harun Ar-Rasyid bahwa harta berlimpah dikirimkan kepada Imam Kazhim r.a. dan dengan demikian ia memiliki baitul mal yang sangat banyak. Harun Ar-Rasyid mengeluarkan instruksi untuk menangkap dan memenjarakan Imam Kazhim r.a. Yahya Barmaki tahu bahwa Imam r.a. menginginkan khilafah untuk dirinya, dan untuk itu ia mengirimkan surat kepada para pengikutnya yang berdomisili di berbagai penjuru negeri Islam untuk bergabung kepadanya dan mengadakan pemberontakan untuk menentang pemerintah. Yahya memberitahukan hal itu kepada Harun dan ia mempengaruhinya untuk bertindak cepat. Akhirnya, Harun Ar-Rasyid memasukkan Imam Kazhim r.a. ke dalam penjara guna memisahkannya dari para pengikutnya. Imam ditahan di dalam penjara Harun sekitar 14 tahun lamanya.
Ketika masih di dalam penjara, Imam pernah menulis sepucuk surat kepada Harun yang berbunyi sebagai berikut: "Tidak akan ada hari penuh bala` yang menimpaku sedangkan kamu hidup berbahagia. Di suatu hari yang tidak berujung kita semua akan dihisab. Pada saat itulah orang-orang yang bejat akan merasakan merugi".
Di dalam penjara, Imam Kazhim r.a. mengalami berbagai siksaan yang sangat menyakitkan. Tangan dan kakinya dirantai. Pada akhirnya mereka meminumkan racun kepadanya dan ia syahid dalam keadaan mazlum.
c. Budi Pekerti Luhur Imam Musa Kazhim r.a.
Imam Kazhim r.a. adalah orang yang paling abid, zahid, faqih dan dermawan pada masa itu. Ketika dua pertiga malam tiba, ia mulai melakukan shalat sunnah dan melanjutkan shalatnya hingga fajar menyingsing. Setelah melaksanakan shalat Shubuh, ia mengangkat tangan untuk berdoa dan mulai tenggelam dalam tangisan hingga seluruh jenggotnya basah dengan air mata. Ketika ia membaca Al Quran, orang-orang berdatangan dan berkumpul di sekelilingnya untuk menikmati suaranya yang merdu.
Ia dikenal dengan julukan hamba saleh, dan karena kemampuannya menahan amarah, ia dijuluki dengan al-kazhim. Julukannya yang lain adalah shabir (penyabar) dan amin (terpercaya).
Salah satu dari keturunan Umar bin Khattab sering mengganggunya dan menjelek-jelekkan Imam Ali r.a. Sebagian orang yang bersamanya berkata: "Izinkanlah kami membunuhnya". Imam r.a. dengan tegas mencegah mereka untuk melakukan hal itu. Pada suatu hari, Imam mencari orang tersebut. Mereka menjawab: "Ia sibuk berkebun di pinggiran Madinah".
Dengan menunggangi keledainya Imam masuk ke kebun orang tersebut. "Jangan kau rusak tanamanku", teriaknya nyaring. Akan tetapi, Imam r.a. tidak menghiraukan teriakannya. Ia terus masuk ke kebunnya dengan menunggangi keledai hingga ia sampai di hadapannya. Imam turun dari keledai dan langsung bersenda-gurau dengannya.
Setelah itu Imam r.a. bertanya: "Berapa kerugian yang kau taksir akibat kerusakan kebunmu ini?"
"100 Dinar!", jawabnya tegas.
"Sekarang berapa kerugian yang harus kuganti?", tanya Imam kembali.
"Aku tidak memiliki ilmu ghaib (baca : aku tidak tahu--pen.)", jawabnya.
"Aku bertanya berapa yang harus kubayar?", tanya Imam memaksa.
"200 Dinar", jawabnya.
Imam Kazhim r.a. memberikan 300 Dinar kepadanya seraya berkata: "Kebunmu tetap menjadi milikmu". Lelaki itu bangun dari duduknya seraya mencium kening Imam r.a. dan hengkang dari tempat itu.
Imam Musa Kazhim r.a. pergi ke masjid dan melihat lelaki itu duduk di dalam masjid. Ketika ia melihat Imam masuk, ia berkata: "Allah lebih tahu di mana Ia harus meletakkan risalah-Nya".
Para pengikut Imam r.a. mengerumuni lelaki tersebut dan bertanya kepadanya: "Apa gerangan yang terjadi? Selama ini engkau selalu memusuhinya?" Ia akhirnya mulai mengumpat mereka dan berdoa untuk keselamatan Imam Kazhim r.a.
Setelah itu Imam Kazhim r.a. berkata kepada para pengikutnya: "Apakah perlakuan yang ingin kalian lakukan terhadapnya lebih baik atau perlakuanku terhadapnya dengan memberikan uang 300 Dinar kepadanya?"
Sangat banyak riwayat yang menceritakan akhlak Imam Kazhim r.a. yang sangat tinggi, kesabarannya dalam menghadapi segala kesulitan dan ketidakpeduliannya terhadap harta dunia. Hal ini mengindikasikan kesempurnaan jiwa dan sifat kepemaafannya yang sangat luhur.
d. Pasca Syahadah Imam Musa Al-Kazhim r.a.
Atas perintah Harun Ar-Rasyid, Sindi bin Syahik menaruh racun di dalam makanan Imam Musa Kazhim r.a. Setelah memakannya, ia harus meninggalkan dunia fana ini setelah tiga hari bergelut dengan racun tersebut.
Setelah Imam Kazhim r.a. syahid, Sindi mengumpulkan beberapa orang faqih dan pembesar Baghdad. Setelah mereka sampai di samping jenazah Imam, ia berkata kepada mereka: "Lihatlah dengan seksama, apakah kalian melihat bekas tusukan pedang atau panah di tubuhnya?" "Kami tidak melihat bekas tersebut", jawab mereka. Setelah itu ia meminta dari mereka untuk bersaksi bahwa Imam r.a. meninggal dunia secara biasa. Dan mereka bersaksi. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan jenazah Imam r.a. dan diletakkannya di jembatan Baghdad. Ia memerintahkan seseorang untuk berteriak: "Ini adalah Musa bin Ja'far telah mati. Lihatlah!" Orang-orang yang lewat di situ memperhatikan jenazahnya dan mereka tidak melihat bekas pembunuhan sedikit pun.
Berkenaan dengan lamanya Imam Kazhim r.a. dipenjara, terdapat beberapa pendapat yang sangat berbeda. Satu pendapat menyatakan 4 tahun, pendapat kedua mengatakan 7 tahun, pendapat ketiga mencatat 10 tahun dan pendapat keempat 14 tahun.
Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pencari kebenaran hakiki hadis-hadis suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Kazhim r.a.
1.Hujjah lahiriah dan batiniah
"Sesungguhnya Allah memiliki dua hujjah atas manusia: hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para rasul, nabi dan imam (ma'shum) dan hujjah batiniah adalah akal".
2.Sabar dan menjauhi orang-orang yang mencintai dunia
"Sabar dalam kesendirian adalah tanda kekuatan akal. Barang siapa yang merenungkan tentang Allah, ia akan menjauhi orang-orang yang mencintai dunia dan menginginkan apa yang ada di sisi Tuhannya, Allah adalah penenangnya dalam ketakutan, temannya dalam kesendirian, kekayaannya dalam kefakiran dan kemuliaannya di hadapan selain kerabatnya".
3.Merendahkan diri di hadapan Allah
"Barang siapa yang menginginkan kekayaan tanpa harta, terselamatkan dari sifat iri dengki dan keselamatan dalam agama, hendaknya ia merendahkan diri di hadapan Allah ketika meminta kepada-Nya (dan mintalah kepada-Nya untuk) menyempurnakan akalnya. Barang siapa yang akalnya telah sempurna, maka ia akan merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya. Barang siapa yang merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya, maka ia akan merasa kaya. Dan barang siapa yang tidak merasa cukup dengan rezeki yang mencukupi hidupnya, maka ia tidak pernah merasakan kekayaan sama sekali".
4.Menjenguk mukmin karena Allah
"Barang siapa yang menjenguk saudara seimannya karena Allah, bukan karena selain-Nya, demi mengharap pahala-Nya dan segala yang telah dijanjikan kepadanya, maka Allah azza wa jalla akan memerintahkan tujuh puluh ribu malaikat untuk menjaganya dari sejak ia keluar dari rumah hingga ia kembali ke rumahnya seraya berkata kepadanya: 'Engkau adalah orang baik (baca : beruntung) dan surga adalah sesuai denganmu. Engkau telah membangun rumah di sana".
5.Harga diri, akal dan nilai seseorang
"Tidak sempurna agama orang yang tidak memiliki harga diri, dan tidak memiliki harga diri orang yang tidak berakal. Sesungguhnya orang yang paling agung nilainya adalah orang yang tidak menganggap dunia sebagai satu nilai baginya. Ingatlah, harga badanmu ini adalah surga, jangan engkau menjualnya dengan selainnya".
6.Menjaga harga diri orang lain
"Barang siapa yang menjaga dirinya untuk tidak mempermalukan orang lain, maka Allah akan mengampuni kesalahannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang menahan kemarahannya terhadap orang lain, maka Allah akan menahan murka-Nya terhadapnya pada hari kiamat".
7.Faktor-faktor yang dapat mendekatkan diri dari Allah
"Sarana paling baik yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah shalat, berbakti kepada kedua orang tua, meninggalkan sifat dengki, sombong dan bangga diri".
8.Orang berakal tidak akan berbohong
"Sesungguhnya orang yang berakal tidak akan berbohong meskipun hal itu tidak sesuai dengan hawa nafsunya".
9.Hikmah diam
"Sedikit berbicara adalah sebuah hikmah yang amat besar. Oleh karena itu, hendaklah kalian banyak diam, karena banyak diam adalah satu ketenangan hidup dan satu faktor yang dapat meringankan dosa".
10.Pencela yang tak tahu malu
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga bagi pencela yang tak tahu malu dan tidak memikirkan apa yang keluar dari mulutnya serta apa yang dikatakan orang lain kepadanya".
11.Orang sombong tidak akan masuk surga
"Hati-hatilah terhadap sifat sombong! Karena tidak akan masuk surga orang yang di hatinya tersimpan setitik kesombongan".
12.Program kerja siang dan malam
"Berusahalah untuk membagi waktu kalian dalam empat bagian: satu bagian untuk bermunajat kepada Allah, satu bagian untuk mencari rezeki, satu bagian untuk menjenguk para saudara seiman yang dapat dipercaya untuk memberitahukan aib-aib yang ada pada dirimu dan sahabat setiamu lahir-batin, dan satu bagian untuk menikmati kenikmatan yang kalian miliki asalkan tidak haram. Dengan menggunakan bagian keempat ini kalian akan mampu melaksanakan tiga bagian di atas".
13.Duduk bersama dengan orang yang beragama dan berakal
"Duduk bersama orang yang beragam adalah sebuah kemuliaan dunia dan akhirat, dan bermusyawarah dengan orang berakal dan ahli nasihat adalah sebuah berkah, petunjuk dan taufik dari Allah. Jika ia menentukan sebuah solusi, maka janganlah menentangnya, karena hal itu akan mengundang kecelakaan bagimu".
14.Akibat cinta dunia
"Barang siapa yang mencintai dunia, rasa takut kepada akhirat akan sirna dari hatinya. Barang siapa yang ilmunya bertambah kemudian kecintaannya kepada dunia juga bertambah, maka ia akan bertambah jauh dari Allah dan kemurkaan-Nya kepadanya akan bertambah".
15.Menjauhi tamak dan hanya bertawakal kepada Allah
"Hindarilah tamak dan janganlah mengharap apa yang ada di tangan manusia serta musnahkanlah rasa tamak dari hati para makhluk, karena tamak adalah kunci kehinaan, pembasmi akal, pemusnah dan pengotor harga diri serta pembasmi ilmu. Janganlah (hanya mengandalkan) tawakal kepada Tuhanmu".
16.Hasil amanah dan kejujuran
"Menjaga amanah dan berkata jujur dapat mendatangkan rezeki, sedangkan khianat dan berkata bohong dapat mendatangkan kefakiran dan kemunafikan".
17.Berkata benar dan membasmi kebatilan
"Takutlah kepada Allah dan berkatalah benar meskipun engkau harus binasa, karena di dalam berkata benar itu adalah keselamatanmu. Takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah kebatilan meskipun engkau akan selamat, karena di dalam kebatilan itu adalah kecelakaanmu".
18.Bala` sesuai dengan kadar iman seseorang
"Seorang mukmin bak dua sayap timbangan, ketika imannya bertambah, maka bala`nya pun akan bertambah".
19.Shalat sunnah dan mendekatkan diri kepada Allah
"Shalat sunnah adalah sarana bagi mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah".
20.Keutamaan ishlah (memperbaiki keadaan) dan memaafkan
"Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak lantang:
"Perhatian! Barang siapa yang merasa memiliki pahala di sisi Allah, hendaklah ia berdiri!" Tidak ada orang yang berani berdiri kecuali para pemaaf dan orang yang memilih semangat untuk ishlah. Pahalanya ada di sisi Allah".
21.Sedekah terbaik
"Menolong orang yang lemah adalah sedekah terbaik".
22.Dosa baru, bala` baru
"Ketika seseorang melakukan dosa baru yang belum pernah dilakukannya, maka Allah akan mendatangkan bala` yang tak pernah disangka-sangka baginya".
23.Kunci pintu hati
"Perdalamilah agama Allah, karena memperdalami agama adalah kunci hati dan faktor utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi di dalam agama dan di dunia. Dan keutamaan seorang "faqih" atas seorang abid bak keutamaan matahari atas bintang-bintang, dan barang siapa enggan mendalami agamanya, maka Allah tidak akan pernah merelai amalannya".
24.Dunia adalah sarana terbaik
"Jadikanlah untuk dirimu bagian dari dunia selama hal itu halal, tidak merusak harga diri dan tidak melampaui batas, serta gunakanlah dunia tersebut untuk memperkokoh agama, karena diriwayatkan bahwa bukan golongan kami orang yang mengorbankan dunia demi agamanya atau mengorbankan agama demi dunianya".
25.Ibadah terbaik
"Ibadah terbaik setelah mengetahui Allah adalah menunggu
"faraj" (kemunculan Imam Mahdi .)".
26.Mencintai orang lain
"Mencintai orang lain adalah setengah iman".
27.Menghindari kemarahan
"Barang siapa yang menahan kemarahannya terhadap orang lain, maka Allah akan menghindarkannya dari siksa api neraka".
28.Manusia terkuat
"Barang siapa ingin menjadi manusia terkuat, hendaknya bertawakal kepada Allah".
29.Selalu meningkat, bukan malah mundur
"Barang siapa yang dua harinya sama, maka ia telah rugi, barang siapa yang satu harinya lebih jelek, maka ia terlaknat, barang yang (kebaikannya) tidak bertambah sama sekali, maka ia berada dalam kekurangan, dan barang siapa yang berada dalam kekurangan, maka kematian lebih baik baginya".
30.Berbuat kebajikan kepada orang lain
"Hak saudaramu yang paling vital adalah jangan kau menutupi sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya".
31.Menghindari bergurau
"Hindarilah bergurau, karena bergurau dapat melenyapkan cahaya imanmu".
32.Nasihat alam semesta
"Jika engkau merenungkan ciptaan (yang ada di dunia ini), niscaya engkau akan melihat nasihat di dalamnya bagimu".
33.Yang memahami nilai kebajikan
"Barang siapa yang tidak pernah merasakan kesulitan, maka ia tidak akan pernah memahami nilai kebajikan orang lain".
WASIAT IMAM MUSA AL-KADZIM
Kepada Sebagian Putra-Putranya
Wahai anakku, hendaknya engkau yakin bahwa Allah melihatmu ketika hendak bermaksiat sehingga dapat mencegahmu melakukannya. Hendaknya engkau yakin bahwa Allah mencarimu dalam ketaatan yang Ia memerintahkannya dan hendaknya engkau berusaha dengan sungguh-sungguh.
Janganlah engkau mengeluarkan dirimu dengan bermalas-malasan dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah karena sesungguhnya Allah tidak disembah melainkan harus dengan sebenar-benar ibadah kepada-Nya.
Hendaknya engkau menjauhi senda gurau karena sesungguhnya senda gurau dapat menghilangkan cahaya imanmu dan merendahkan kepribadianmu. Hindarilah kecemasan dan jauhilah kemalasan karena keduanya dapat menghalangi kebahagiaanmu di dunia dan akhirat.
Kepada Sebagian Pengikutnya
Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah kebenaran karena ia dapat mencelakakanmu namun sesungguhnya ia pun dapat menyelamatkanmu. Bertakwalah kepada Allah dan tolaklah kebatilan karena ia dapat menyelamatkanmu namun sesungguhnya ia pun dapat mencelakakanmu.
Gembirakanlah diri kalian dengan kenikmatan dunia yang halal yang kalian sukai, janganlah kalian merobek penjagaan diri dan melampaui batas. Mintalah pertolongan dengan itu dalam urusan agama karena sesungguhnya ada hadis berbunyi,”
Bukan golongan kami orang yang meninggalkan dunia karena agamanya atau meninggalkan agama karena dunianya.”
Perdalamlah ilmu fiqih dalam agama karena sesungguhnya ilmu fiqih merupakan kunci pembuka penglihatan batin, penyempurna ibadah, penyebab menuju kedudukan mulia serta merupakan tingkatan tinggi dalam agama dan dunia. Keutamaan ahli fiqih dari ahli ibadah bagaikan keutamaan matahari atas bintang-bintang. Barangsiapa yang tidak mendalami ilmu fiqih dalam agamanya maka Allah tidak meridhai amalannya.
Beliau syahid pada tanggal 25 Rajab 183 H. di penjara Harun Ar-Rasyid pada usia 55 tahun dengan cara diracun. Kuburannya berada di kota Kazhimain, dekat kota Baghdad.
Langganan:
Postingan (Atom)